Sabtu, 11 Oktober 2025
04_Janda Labil
“Jadi bagaimana, Dok?”
Kevin menutup matanya dan menghela napas lelah. “Sepertinya memang harus dioperasi. Tolong hubungi keluarganya biar saya yang jelaskan.”
“Baik, Dok!”
Kevin membanting berkas didepannya kesal. Memaki dirinya yang tidak bisa mengabulkan permintaan kedua orang tua pasien yang mengharapkan agar tidak ada operasi. Seorang pasien yang hanyalah bocah kecil yang berusia tujuh tahun.
Wajar jika mereka takut akan operasi. Membayangkan jika tubuh mungil putra mereka harus dilukai oleh sebilah pisau yang tajam tentu sangat menyakitkan.
Namun kesalahan sepele karena telat membawa putra mereka ke Rumah Sakit, mengkonsumsi obat biasa tanpa tahu apa sebenarnya yang menyerang tubuh simungil Agie. Membuat Kevin harus memutuskan jika operasi-lah jalan satu-satunya untuk menyembuhkan bocah malang itu.
Kevin mengusap wajahnya kasar. Dia butuh penetral. Dia butuh penyemangat.
Tangannya langsung meraih ponsel mahal yang tergeletak dimeja. Menekan satu nama dan panggilan langsung terhubung.
“Hallo…ya, Vin?”
“Kunti…lo bisa beliin gue Milk Tea yang biasa?”
“Bisa…lo operasi jam berapa? Mau gue bawaain sekarang?”
Bibir Kevin tersenyum, rasa bangga memenuhi dadanya. Sahabat yang bahkan sudah tahu keadaan dan keresahannya tanpa perlu dia cerita panjang lebar. Ingat jika dia membutuhkan minuman itu sebagai mood booster.
“Iya…sekarang ya. Gak pake lama!”
“Hehehe…siap, dokter cintaaah!”
Kevin mengulum senyum padahal sambungan telpon itu sudah terputus.
Hanya dalam hitungan lima belas menit, Yuri sudah berada didepan pintu ruangan Kevin. Tangannya langsung membuka tanpa ketukan. Kebiasaan.
Matanya langsung menangkap sosok Kevin yang menyenderkan kepala ke kursi dengan mata terpejam. Perlahan Yuri mendekat, meletakkan gelas plastik berisi Milk Tea dingin diatas meja. Yuri berjalan kebelakang kursi Kevin. Jemarinya dengan lembut menekan-nekan mengikuti alur alis tebal Kevin, bagian kesukaan Kevin.
Sahabat dokternya ini ternyata benar-benar tampan, ucap Yuri melantur dalam hati.
“Agie, Kun. Nanti sore…” ucap Kevin pelan.
Ucapan tidak jelas itu sudah pasti akan membingungkan orang lain namun tidak dengan Yuri. Tangan Yuri sempat terdiam sebelum kembali mengurut alis Kevin.
“Lo udah bilang ke orang tuanya?”
Kevin menggelang. “Bentar lagi mungkin kesini. Gue minta tolong perawat buat manggil orang tuanya.”
Yuri menghela napas. Mau marah tapi gak punya hak.
Agie. Sebenarnya terlambat dibawa ke Rumah Sakit karena orang tuanya terlalu sibuk. Lebih mementingkan urusan kantor daripada anak. Padahal anaknya baru satu. Yuri bicara seperti ini bukan tanpa alasan. Mendiang ayah ibunya bisa mengurus Yuri sambil bekerja namun dirinya tidak pernah kekurangan perhatian dan kasih sayang. Ayah dan ibunya secara bergantian menemani apapun yang berhubungan dengan dirinya dirumah ataupun disekolah. Walaupun hanya sampai dia kuliah, karena kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan mobil.
Tapi tidak begitu dengan orang tua Agie. Bocah kelas dua SD itu harus puas ditemani oleh pembantu yang sama sekali tidak telaten merawatnya. Jajan sembarangan, makan tak tepat waktu dan kebersihan yang minim membuat bocah laki-laki itu terkena Infeksi bakteri yang sudah menyebar dan merusak bagian organ tubuhnya. Salah satu katup jantung Agie harus diganti karena sudah tidak bisa diperbaiki.
Kevin yakin dia bisa menyelesaikan operasi itu dengan baik namun takut jika bocah kecil itu harus lagi-lagi tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya pada masa penyembuhan. Sepertinya Kevin harus sedikit menakut-nakuti pasangan itu walau hal itu menyalahi.
Ctak!
“Aw!”
Kevin meringis menerima jitakan manja dari Yuri. “Jangan berfikir menakut-nakuti orang tua Agie! Nanti kalau mereka panik lo mau tanggung jawab!”
Kevin berbalik dan menatap sahabatnya itu takjub. “Ternyata selain Kuntilanak lo bisa juga jadi dukun yah?”
Yuri memutar kepala Kevin dan menyandarkan lagi kekursi dengan kasar. Tangannya kembali memijat alis pria itu. Kevin terkekeh dan kembali menikmati pijitan Yuri dengan mata terpejam.
“Muka lo dah jelasin semuanya, gak perlu gue jadi dukun…hah!” Yuri menghela napas kasar sebelum melanjutkan.
“Gue juga kesal sama orang tua Agie. Tapi mereka juga tetap orang tua yang sayang dan khawatir pada anaknya. Coba lo jelasin dan kasih pengertian serta kerlingan mata, siapa tau mereka mengerti dan sadar…untung-untung emaknya resign.”
“Iya…nanti gue coba. Kunti…agak kekanan dikit lebih keras mijitnya.”
Muka Yuri cemberut namun tetap memenuhi permintaan Kevin.
Pintu ruangan diketuk dan Yuri langsung menghentikan kegiatannya.
“Masuk.” Seru Kevin menjawab dan memperbaiki posisi duduknya.
“Dok…eh ada Mba Yuri…” sapa perawat yang sudah kenal Yuri ramah. Yuri tersenyum canggung.
“Dok…Orang tua Agie datang…dua-duanya.” Ucap perawat itu dengan senyum merekah.
Tidak hanya Kevin dan Yuri, ternyata semua yang mengenal dan tahu kasus Agie berharap bocah itu bahagia. Semua senang akan hal baik yang didapat Agie. Semoga operasi sukses dan Agie bisa kembali sehat, tertawa diantara kedua orang tuanya setiap saat.
“Baik, suruh mereka masuk.”
“Baik, Dok”
Pintu tertutup bersamaan dengan Kevin yang menyerumput minuman yang dibawa Yuri tadi.
“Ah…sedap! Makasih, yo!”
“Iyeee…gue balik yah. Ingat! Gak ada acara nakut-nakutin mereka. Lo kasih pengertian yang jelas sampe mereka sadar sendiri, Oke!” omel Yuri.
“Iyaaaaa…..Kunti. Bawel banget sih!”
“Yowes, gue balik. Bye” ucap Yuri sambil mengecup pipi Kevin. Kebiasaan.
Yuri menghilang dibalik pintu meninggalkan seorang pria yang mengusap pipinya dengan wajah yang memerah. Perlahan tangannya bergerak menekan dada dimana jatungnya berdetak keras dan cepat.
“Kayaknya gue harus check up ke Pram.” ucap Kevin lirih merujuk pada dokter spesialis jantung yang juga temannya.
.
.
.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Novel Unggulan
01_Janda Labil
Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...
-
Dia yang hanya menggunakan instingnya, menebak kemana Hana pergi setelah sampai ke Jakarta tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Bahkan...
-
“Oh, begitu ya. Padahal mereka berdua terutama Hana sudah sangat membantu di Panti Asuhan. Anak-anak disana juga sudah lengket banget dengan...
-
“Hana, kamu dimana , nak. Kok udah gelap masih belum balik?” Suara khawatir Bibi Yi terdengar dari seberang sana membuat Hana menggigit bibi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar