“Mas…”
“Ya..”
“Indi itu cantik
ya?”
“Cantik itu
relatif sayang, dimata kita cantik dimata orang belum tentu, kan?”
Wanita paruh
baya itu berdecak sebal. “Bisa udahan dulu bacanya, aku mau bicara. Ini
penting!”
Pak Mahendra
terkekeh pelan dan menutup bukunya, menggeser posisi duduk dan menghadap pada
sang istri dengan penuh. “Iya, ini aku dengerin sekarang. Kenapa jadi
bahas-bahas Indi?”
“Mas, kamu kenal
Azka,kan?”
“Keponakan Weni,
istrinya Joko?”
Bu Ratna
mengangguk, “Tadi si Weni, telpon aku nanya-nanya tentang Indi. Kan ketemu tuh
pas pesta. Orang mana? Kerja dimana? Udah nikah belum? Udah punya pacar belum?,
aneh kan?”
“Biasa aja. Cuma
mau tau aja kali.”
“Beneran ya
ngobrol sama kamu enakan dulu pas masih muda, sekarang ga enak, ga bisa diajak
ghibah!” Bu Ratna menyenderkan punggungnya ke kepala tempat tidur dan empuk.
Kali ini Pak
Mahendra tertawa kencang. “Udah tua, dek. Banyakin zikir bukan ghibah.”
“Ya udah lanjut,
trus abis itu gimana?” Pak Mahendra langsung merubah pertanyaannya melihat
suasana hati istri cantiknya mulai memanas. Alamat bisa tidur diluar.
“Kan Indi itu
cantik, pinter, sopan dan paling penting tidak kayak perempuan-perempuan lain
yang keganjenan liat anak-anak kita…aku ngerasa sayang aja kalau Indi jadi
istrinya si Azka. Enak banget dia dapat perempuan kualitas tinggi seperti Indi.
Aku kan mau juga.”
Pak Mahendra
tersenyum didalam hati. Semoga harapan dan do’a putra tertuanya dikabulkan
Tuhan.
“Gimana kalau
Indi kita jodohin dengan Arya?”
Hah!
Apa?!
“Kamu mau jadi
mak comblang lagi? Reza sama Nala aja ga jelas gimana sampai sekarang…” Pak Mahendra
menatap takjub pada jalan fikiran istrinya.
“Yang satu sibuk
pacaran sana sini yang satu malah kabur ke China! Mungkin kalau kamu jodohkan
Indi dengan Reza kita sekarang sudah punya cucu banyak.” Pak Mahendra mencoba
keberuntungannya.
“Indi mana mau
sama Reza. Dia anak yang lurus, sedangkan anak kamu itu tidak pernah serius
menjalin hubungan. Sudah syukur Nala masih mau bertahan.” Bu Ratna melipat
kedua tangannya didada.
“Kalau gitu
bagaimana jika kita undang Indi dan keluaganya makan malam dan menyatakan niat
kita?”
“Sebaiknya kamu
tanya dulu pendapat Arya dan Reza, bagaimanapun yang mau menikah adalah anakmu
dan Indi adalah bawahan mereka.” Pak Mahendra mencari jalan tengah yang cukup
aman.
Pak Mahendra
lega saat Bu Ratna mengangguk dan menyetujui sarannya. Oh putra tertuaku, ayah
hanya bisa mendukungmu sampai sini. Jangan marah, ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar