Sabtu, 11 Oktober 2025

30

 “Mas…”

“Ya..”

“Indi itu cantik ya?”

“Cantik itu relatif sayang, dimata kita cantik dimata orang belum tentu, kan?”

Wanita paruh baya itu berdecak sebal. “Bisa udahan dulu bacanya, aku mau bicara. Ini penting!”

Pak Mahendra terkekeh pelan dan menutup bukunya, menggeser posisi duduk dan menghadap pada sang istri dengan penuh. “Iya, ini aku dengerin sekarang. Kenapa jadi bahas-bahas Indi?”

“Mas, kamu kenal Azka,kan?”

“Keponakan Weni, istrinya Joko?”

Bu Ratna mengangguk, “Tadi si Weni, telpon aku nanya-nanya tentang Indi. Kan ketemu tuh pas pesta. Orang mana? Kerja dimana? Udah nikah belum? Udah punya pacar belum?, aneh kan?”

“Biasa aja. Cuma mau tau aja kali.”

“Beneran ya ngobrol sama kamu enakan dulu pas masih muda, sekarang ga enak, ga bisa diajak ghibah!” Bu Ratna menyenderkan punggungnya ke kepala tempat tidur dan empuk.

Kali ini Pak Mahendra tertawa kencang. “Udah tua, dek. Banyakin zikir bukan ghibah.”

“Ya udah lanjut, trus abis itu gimana?” Pak Mahendra langsung merubah pertanyaannya melihat suasana hati istri cantiknya mulai memanas. Alamat bisa tidur diluar.

“Kan Indi itu cantik, pinter, sopan dan paling penting tidak kayak perempuan-perempuan lain yang keganjenan liat anak-anak kita…aku ngerasa sayang aja kalau Indi jadi istrinya si Azka. Enak banget dia dapat perempuan kualitas tinggi seperti Indi. Aku kan mau juga.”

Pak Mahendra tersenyum didalam hati. Semoga harapan dan do’a putra tertuanya dikabulkan Tuhan.

“Gimana kalau Indi kita jodohin dengan Arya?”

Hah!

Apa?!

“Kamu mau jadi mak comblang lagi? Reza sama Nala aja ga jelas gimana sampai sekarang…” Pak Mahendra menatap takjub pada jalan fikiran istrinya.

“Yang satu sibuk pacaran sana sini yang satu malah kabur ke China! Mungkin kalau kamu jodohkan Indi dengan Reza kita sekarang sudah punya cucu banyak.” Pak Mahendra mencoba keberuntungannya.

“Indi mana mau sama Reza. Dia anak yang lurus, sedangkan anak kamu itu tidak pernah serius menjalin hubungan. Sudah syukur Nala masih mau bertahan.” Bu Ratna melipat kedua tangannya didada.

“Kalau gitu bagaimana jika kita undang Indi dan keluaganya makan malam dan menyatakan niat kita?”

“Sebaiknya kamu tanya dulu pendapat Arya dan Reza, bagaimanapun yang mau menikah adalah anakmu dan Indi adalah bawahan mereka.” Pak Mahendra mencari jalan tengah yang cukup aman.

Pak Mahendra lega saat Bu Ratna mengangguk dan menyetujui sarannya. Oh putra tertuaku, ayah hanya bisa mendukungmu sampai sini. Jangan marah, ya?

 

Bu Ratna tidak mau menunggu lama akan niatnya. Esok hari  wanita itu sudah bersiap berangkat ke perusahaan untuk bicara dengan kedua putra tampannya. Tanpa menyadari jika keinginannya akan membuat putra-putranya ingin mengunyah tembok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...