Sabtu, 11 Oktober 2025

29

Baru saja Indi meletakkan masakannya diatas meja makan, suara bel berbunyi. Indi buru-buru melepas sarung tangan anti panasnya dan sedikit merapikan penampilan.

Indi membuka pintu dan senyumnya merekah saat mendapati seorang pria tampan dan ganteng diatas rata-rata dan syukurlah itu pacarnya, sedang tersenyum menatapnya. Didadanya ada setangkai bunga mawar.

“Untuk pacar yang cantik dan seksi.” Reza memberikan bunga itu dan Indi menerimanya dengan malu-malu badak. “Makasih.”

Dengan santai Reza mendekat, menarik pinggang Indi dan mencium bibirnya lama. Mereka begitu hanyut sampai melupakan seorang gadis yang menatap mereka dengan malas dan sedikit kesal.

“Please kak Reza, kita masih diluar lho. Bisa sabar dikit ga?”

Reza melepas ciumannya namun tetap memandang mata Indi lembut, “Enggak, ini udah diujung.”

“Ujung kulon kaleee!” Nala menyelinap ketengah dan memutus pelukan Reza dan Indi.

“Hai kak Indi.” Sapa Nala ceria.

“Hai Nala.” Walau terdengar ceria, Indi masih dapat melihat sirat sendu dan rasa bersalah dimata Nala. Tidak tega Indi memeluk gadis itu dan mengajaknya masuk, mengabaikan Reza yang terlihat tidak terima.

“Kita makan dulu yuk, aku udah masakin capcay ayam dan telur ceplok balado. Ada pudding coklat juga buat desert.” Indi mengajak tamunya ke meja makan.

“Mauuu….”

“Mau!”

Reza dan Nala bertatapan seperti mengeluarkan laser dari mata masing-masing. Indi merasa sepertinya ada persaingan antara Reza dan Nala atau hanya perasaannya saja.

“Ya udah yuk makan.”

Hampir satu jam mereka di meja makan. Dihiasi permintaan nasi tambah beberapa kali dari Reza dan Nala. Perebutan kembang kol dan Nala yang merebut kuning telur terakhir Reza. Indi sebagai penonton hanya tertawa sambil menggelengkan kepala. Dan akhirnya makan malam hari ini dapat berakhir juga dengan tenang setelah Indi menjatah pudding untuk tamu-tamunya.

Dan setelah perut kenyang dimulailah sidang yang diketuai oleh Indi. Reza duduk bersebelahan dengan Nala. Mereka dan Indi dibatasi oleh sebuah meja kecil. Indi bagai hakim yang akan mendengar perkataan dari terdakwa dan saksi.

“Silahkan, waktu dan tempat saya persilahkan!”

Nala menggigiti bibirnya dan sesekali melirik ke Reza meminta bantuan. Matanya sudah berair padahal persidangan baru saja dimulai. Sedang yang dilirik pura-pura tidak lihat dan sibuk mencari apakah didekatnya ada si kecoa putih atau tidak.

“Aku menunggu…” suara Indi membuat telapak tangan Nala semakin berkeringat.

“Jadi gini kak…” Nala bangkit dan pindah duduk kesebelah Indi namun dengan cepat Reza menarik tangannya sampai gadis itu terjungkang kembali keposisi awal.

“Ga usah pake pindah-pindah segala. Cerita aja disini!”

Kalau tidak melihat langsung kasarnya Reza pada Nala mungkin dia sudah cemburu dengan situasi ini. Yang ada Indi malah kaget.

“Sakit, bego!”

Bego?

Nala kiyowo ngomong toxic?

“Lo duduk aja disini, ga usah pake deket-deket Indi!”

“Ini, ini ada apa sih? Kalian kenapa sih?!” Indi sudah sangat bingung dengan situasi ini. Otaknya tidak sampai.

Akhirnya mau tidak mau Reza turun tangan, menghela nafas lelah dia pun menggantikan Nala yang masih mau menyembunyikan segalanya.

“Nala itu…ehm…suka perempuan.” suara Reza mengecil diakhir kalimat

“Dan sepertinya curut ini suka padamu.”

“Bukan seperti tapi memang suka. I Love You, Kak!” Nala membuat symbol hati dengan jarinya.

Hah?

Apa?!

              Nala tertawa pelan, ada nada getir tersamarkan dibalik keceriaan gadis itu. “Tadaa…surprise…hehehe!”

Tidak mendapat respon apa-apa dari Indi, Nala menunduk tersenyum miris. Kemudian perlahan mengangkat kepalanya menatap lurus pada Indi. Sedangkan Indi hanya terdiam memandang meja didepannya.

“Kak..”

Nala menggaruk kepalanya. Bagaimanapun ini salah. Siapa sih yang bakal menormalkan kelainan gilanya ini. Tidak ada. Bahkan teman-temannya pun tidak. Sahabat yang katanya selalu bersama dalam suka dan duka mulai menjauhinya karena takut dia cintai. Ternyata benar, cintanya menjijikkan. Sekali lagi Nala tersenyum miris.

Dan Reza menjadi serba salah. Dia tidak punya bakat menghibur jenis curut disebelahnya ini.

“Hah, syukurlah!” Indi menutup wajahnya dengan tangan dan bersandar lemas disofa.

“Hah?” ini Reza.

“Kakak bersyukur aku begini?”

“Bukan-bukan...” Indi langsung meralat perkataannya yang ambigu. “…maksudku bukan begitu. Aku, tidak tau bagaimana mengatakannya…hanya saja aku sedikit lega…”

Nala yang mengerti maksud Indi tersenyum geli. “Kakak takut aku merebut Kak Reza? Tenang saja kak itu tidak akan terjadi. Aku jamin, aku sama sekali tidak suka dengan burung merak ini!”

Reza berdiri dan pindah kesebelah Indi, “Kali ini jangan coba-coba berani berulah lagi, curut!”

“Kenapa, takut?”

“Memang kenapa?” Indi masih belum login dengan pembicaraan antara dua teman kecil ini.

“Si curut ini, entah kenapa selalu memiliki tipe cewek yang sama denganku, sudah beberapa kali dia merebut pasanganku. Tapi aku tidak perduli karena memang menganggap mereka selingan tapi kali ini aku tidak akan mengalah!”

Nala nyengir ingin mengusili Reza dan memandang Indi, “Kak, jujur, Kakak suka padaku tidak?” dan setelah semua terbongkar Nala merubah duduknya yang awalnya manis sekarang salah satu kakinya tertekuk naik, tangannya juga merentang lebar dibahu sofa, persis seperti abang abang di warung kopi.

“Suka, dari awal aku suka. Ada gadis manis yang wajahnya memerah karena habis berlari, rambutmu juga saat itu agak berantakan jadi semakin kiyowo…” Indi mengingat awal pertama dia bertemu Nala.

“…kau juga manja minta disuapin kue…hehehe, aku jadi merasa punya adik kecil. Dan pengakuanmu tadi sama sekali tidak membuat perasaanku berubah. Sungguh!” Indi membuat tanda V dijarinya.

Indi sama sekali tidak sadar jika perkataan tulusnya membuat wajah Nala memerah dan jantungnya berdetak cepat. Oh tidak. Indi benar-benar membuat dadanya sakit dengan rasa yang menyenangkan. Padahal niatnya tadi hanya ingin menjahili Reza.

Namun sayangnya Reza sangat amat menyadari itu.

“Kita pulang, Nala!”

“Tapi…aku masih…”

“Pulang!”

Reza mencium ringan bibir Indi, “Aku pulang dulu, ya!”

Nala menggigit bibirnya menahan gejolak menyebalkan yang kini memenuhi hatinya saat melihat Reza mencium Indi.

Indi tidak melepaskan pandangannya saat Reza menggandeng tepatnya menyeret Nala keluar sampai sosok mereka menghilang di balik pintu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...