Jumat, 17 Oktober 2025

22_Love



Langit sudah gelap saat Aryo keluar dari bandara. Ayah dan ibunya telah pulang duluan dijemput oleh supir keluarga. Karena Aryo tidak berniat lagi menunda kepergiannya untuk menemui Hana, pria itu menolak saat diajak pulang ke rumah utama dan memilih kembali ke apartemen. Sebaiknya dia istirahat dan kembali segar saat menemui Hana nanti. Entah kenapa dia jadi tidak percaya diri dengan penampilannya kali ini.

Saat Aryo menunggu taksi online yang telah dipesan, ponselnya bergetar menandakan ada telpon masuk. “Hallo…”

“Pak Aryo maaf. Saya tadi beberapa kali mengirim pesan ke bapak…”

Aryo menjauhkan ponselnya dan melihat jika memang benar supir yang dia perintahkan untuk mencari kabar Hana telah mengirim pesan yang lumayan banyak, dan ada juga beberapa panggilan masuk. Tanpa mengecek pesan tersebut, Aryo memilih untuk langsung bertanya kepada si pengirim pesan.

“Iya saya sudah lihat. Ada apa, Pak?” tanya Aryo tanpa ada curiga sedikitpun jika supirnya akan memberi kabar kurang menyenangkan.

“Begini, Pak Aryo. Tadi saat saya mengawasi Panti Asuhan, tempat tinggal Bu Hana, saya melihat Bu Hana, putrinya dan seorang wanita lain pergi dari Pnati Asuhan dengan membawa dua tas besar. Sepertinya itu pakaian dan barang-barang mereka, Pak. Saya sempat mengambil foto mereka dan saya kirimkan ke bapak tadi.”

Aryo buru-buru mengecek ponselnya dan benar ada beberapa file gambar yang terkirim. “Nanti saya hubungi lagi, Pak!”

Pesan-pesan berisi tulisan langsung Aryo lewatkan dan lebih memilih membuka beberapa file gambar yang telah terdownload.

Begitu satu gambar terbuka, Aryo hanya bisa terdiam dan memandang sosok Hana yang tertawa lepas dengan begitu mempesona. Tanpa bisa ditahan, senyum Aryo pun terbit dengan cepat. Semakin dia membuka gambar lain semakin lebar senyumnya.

“Cantik…”

Aryo menarik nafas dalam-dalam. Udara langsung memenuhi dadanya yang tadi dia biarkan kosong karena begitu terpaku melihat foto-foto wanita yang sudah lama dia cari-cari. Sosok Hana yang tertawa tanpa beban baru kali ini dia lihat. Cantik. Bahkan sangat cantik. Entah mengapa ada rasa bangga yang memenuhi hatinya sejak melihat foto Hana.

“Tunangan gue cantik banget.”

Lalu Aryo membaca pesan-pesan yang tadi dia lewatkan. Supirnya mengabarkan jika Hana dan putrinya pergi dengan kereta arah Tanah Abang, setelah itu supirnya tidak bisa mengikuti lagi. Aryo tidak menyalahkan supirnya karena memang tidak mungkin meninggalkan mobil di stasiun Rangkasbitung.

Setelah membaca pesan, Aryo kembali membuka galeri dan melihat ulang foto-foto Hana. Sekali lagi senyuman terbit dibibirnya. Aryo memperbesar fokus sosok Hana. Rambutnya yang hitam panjang dikuncir kuda. Tanpa make up yang berlebihan pipi wanita itu sudah merona merah karena terkena sinar matahari. Memakai baju tunik dan celana putih membuat tubuh Hana terlihat tinggi semampai. Aryo langsung membayangkan jika mereka sangat cocok jalan berdampingan. Aryo merasa bodoh karena emosi dan kebodohannya dulu dia melewatkan seorang Hana yang sangat cantik dan sempurna.

Keningnya menyerngit dan memperpesar gambar seorang anak dengan jarinya. Tanpa bisa dicegah kekehan terdengar dari mulutnya. Mungkin orang mengira dia sudah gila. Tapi anak ini lucu sekali. Aryo ingin menggigit pipi itu. Gadis kecil ini sangat mirip dengan Hana. Namun perlahan senyumnya memudar dan rasa takut memenuhi hatinya.

‘Apa gadis kecil ini anaknya atau anak…’, bahkan dalam hati pun Aryo tidak sanggup menyebutkan nama itu.

Persetan! jika gadis kecil ini bukan anaknya akan tetap menjadi anaknya, tidak ada yang perlu tahu, ini akan menjadi rahasianya sendiri! Si ‘bodoh’ itu tidak akan tahu bahkan perduli dengan ‘kejadian’ dulu.

Kali ini Aryo yakin akan bertemu dengan Hana. Tidak ada kekhawatiran dihatinya karena setelah Hana menjejakkan kaki di Jakarta, dia akan mudah menemukannya. Sebaiknya hari ini dia pulang dan menyambut esok hari dengan penuh semangat.





Diwaktu yang sama ditempat berbeda, Hana masih tidak bisa memejamkan matanya. Wanita itu takut jika traumanya akan kambuh lagi dan kembali menghalangi niatnya untuk bangkit. Sebenarnya ada rasa kesal dan marah pada dirinya sendiri karena selemah ini menghadapi trauma. Padahal Hana bisa merasakan kekuatannya seperti ditambah oleh Tuhan, sejak dia menjadi seorang ibu.

Hana melihat kesebelahnya, kedua orang yang sudah terlelap mengejar mimpi. Begitu kepala mereka menempel ke bantal Yuri dan Bibi Yi langsung tertidur. Mereka sudah begitu lelah seharian ini. Hana kembali menatap langit-langit kamarnya, berdo’a semoga besok dia tidak mengacaukan niatnya lagi. Semoga rasa trauma ini berubah menjadi kekuatannya, demi dia dan juga Yuri.

Namun saat matanya sudah terpejam, entah mengapa sebersit wajah seseorang melintas diingatannya. Memori terakhir saat pria itu pergi meninggalkannya yang terduduk tak berdaya dilantai. Wajah yang sekilas terlihat khawatir namun tertutupi rasa jijik. Ekspresi yang menjadi pemicu rasa rendah diri dan juga traumanya. Hana mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba mengusir bayangan itu. Mencoba tidur karena tubuhnya juga sudah lelah. Dan tidak lama Hana sudah menyusul Yuri kealam mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...