Pagi ini sungguh hari yang paling buruk buat ketiganya. Memulai hari dengan keburukan seperti ini bagaikan kecacatan didalam kesempurnaan. Hari yang indah bagi orang lain namun hancur bagi mereka. Permainan hati ini benar-benar menyakitkan. Entah mereka mampu bertahan, terus berjuang atau menyerah. Entah takdir yang bagaimana yang akan menjemput mereka nanti. Aldi, Kevin dan juga Yuri.
“Nih, pake concealer gue! Mata udah bukan macam panda lagi, udah kayak diperkosa rame-rame tiga hari tiga malam!” Ayu meletakkan benda kecil itu didepan Yuri.
“Gimana ini, Yu. Gue gak berani keseberang..” rajuk Yuri namun tetap mengoleskan concealer itu dibawah matanya yang hitam dan agak bengkak.
Ayu menatap Yuri malas, “Ya udah ga usah…gitu aja repot!” balasnya ketus.
“Emang tuh mulut karet dua yah, pedes bangeeeet!”
Ayu hanya mendengus sebagai jawaban. Hanya dialah orang netral yang tahu masalah pelik percintaan sahabatnya ini. Untung saja dia masih jomblo jadi hidupnya gak seribet janda disebelahnya.
“Udah mending lo sekarang sarapan karena jam sembilan mau ada rapat diaula.”
Yuri memonyong-monyongkan mulutnya didepan kaca padahal yang dipakai bukan lipstick tapi concealer. “Tumben rapat diaula biasanya diruang rapat lantai dua.”
“Katanya ada rombongan orang pusat yang lagi kesini.”
Bola mata Yuri hampir saja copot dari sarangnya, kaget. “Jangan bilang mau ada audit!” teriak Yuri tertahan, tangannya sudah sibuk mengaduk-aduk laci mencari catatan kerjaannya.
“Udah gak usah takut, katanya ini hanya kunjungan pimpinan baru. Gue juga kemaren malam kekantor nyari file kerjaan gue…eh! Ternyata kata Bu Pudji cuma kunjungan perkenalan doang!”
“Haaah! Syukurlah…” bahu Yuri melemas. Inilah resiko orang yang kerjaannya bagus dan cepat namun minim kerapian.
“Jadi kebelet kan gue!” entah kenapa perut Yuri tiba-tiba mulas setelah serangan kekagetan barusan.
“Eh! Janda gatal sialan lo yah!” maki Ayu karena Yuri mewariskan sejumlah kentut tak bersuara padanya namun aduhai dihidung.
Dengan cepat Yuri berjalan menuju toilet. Matanya berbinar melihat pintu berlambang stickman memakai rok. Hari ini sungguh indah bagai hari gajian. Namun keinginannya tertahan saat sesosok pria mengendap melihat kekanan kekiri, sungguh mencurigakan. Rasa mulasnya terangkat naik dan batal keluar.
“Heh! Ngapain lo, mau ngintip yah?!”
Pria itu menoleh padanya dengan wajah yang sudah pucat pasi. Tercyduk.
“Bu…bukan. Sa..saya hanya…”
BUG!
Dan satu bogem mentah dari Yuri membuat pria itu tersungkur manis didepan toilet pria. Yuri yang sudah emosi jiwa tidak melihat tulisan yang tergantung dipintu toilet pria.
RUSAK.
Seorang Cleaning Service menunduk ketakutan disebelah Yuri. Tak beda Yuri pun menunduk takut namun masih curi-curi lirikan kearah seorang pria tampan yang sedang mengopres memar dipipinya dengan es batu.
”Jadi hanya karena satu bilik yang bermasalah kamu memasang tulisan ‘Rusak’ di pintu masuk toilet pria, benar, Nto?!” Bu Pudji bertanya dengan nada tajam kepada Anto yang sudah membuat dirinya malu.
“I..iya bu. Saya mau bersihin dulu tapi keburu perut ngisep…belum sarapan…” jelas Anto jujur semakin ketakutan. Kalau dipecat mau dikasih makan apa anak istrinya.
Terdengar suara deheman maskulin dari arah belakang Bu Pudji. Tepatnya sesosok pria yang…
‘Ganteng Bingiiiiiitz!!’
Radar janda kesepian Yuri menrespon cepat saat sosok yang jadi samsak hidupnya tadi mendekat. Jas yang sudah dilepas dan kemeja yang lengannya digulung , agak sedikit basah terkena tetesan air es entah mengapa malah membuat pria itu terlihat liar, lezat dan berwibawa secara bersamaan. Aneh. Atau otak Yuri yang memang semakin bengkok.
“Tidak apa-apa Bu Pudji. Mas Anto hanya sedikit melakukan kecerobohan, benar kan?”
“Maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaf!!” Anto hampir saja bersujud saat pria itu menahan kedua bahunya dan menyuruhnya keluar untuk kembali bekerja.
“Saya juga minta maaf Pak. Padahal ini kali pertama bapak berkunjung malah ada kejadian tidak mengenakkan seperti ini…” Bu Pudji terlihat sangat malu.
“Tidak apa-apa Bu. Salah saya juga yang bukannya mencari toilet dilantai yang lain.”
Yuri langsung menundukkan kepalanya saat matanya tertangkap mata si ganteng yang juga ikut melirik kearahnya. “Tapi saya sedikit tidak terima dengan perlakuan Nona…”
“Yuri. Namanya Yuri Pak. Hey cepat minta maaf!” sambung Bu Pudji.
Yuri menggigit bibirnya malu. “Saya mi…”
“Kalau begitu Bu Pudji bisa kembali karena saya yang akan menyelesaikan masalah ini sendiri.”
Yuri mendengus kesal namun hanya dalam hati karena pria sialan tapi ganteng ini memotong ungkapan permintaan maafnya. Rasa bersalahnya tertelan sudah berganti kekesalan.
“Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu.” Bu Pudji berbalik namun sebelum pergi dia mengedipkan matanya pada Yuri, memberi dukungan.
Suara pintu ruangan yang tertutup rapat entah mengapa terdengar lebih menyeramkan daripada lolongan anjing dimalam hari. Yuri menelan ludahnya kering menunggu pria didepannya memulai eksekusi. Dan tersentak kaget saat suara itu muncul.
Kruuyuuukkk!
Yuri tersenyum, tepatnya menyeringai, lebar. Skor 1-1, kita seimbang tampan.
“Ehm, ada…tukang gorengan enak didepan Rumah Sakit, kalau Bapak mau?” tawar Yuri basa-basi menahan bibirnya yang tidak mau berhenti berkedut. Bisa mampus dia kalau tertawa.
“Tidak perlu!” jawab pria itu cepat.
Yuri manggut-manggut. Masih berusaha menahan tawa dengan menggigit bibirnya.
“Haaaah sial!”
Namun bukan tawa besar seperti yang dibayangkan, Yuri hanya tertawa geli melihat pria itu menghempas tubuhnya kekursi dan mengusap wajahnya kasar. Sudah terlambat untuk menyelamatkan harga dirinya.
“Kalau mau ketawa kencang, silahkan. Aku tidak akan memecatmu karena hal itu.” Lanjut pria itu dengan tatapan memelas.
“Hehehe…maaf, Pak” jawab Yuri dan ikut duduk dibagian sofa yang lain. Tak tahu malu.
Pria tampan itu ikut tersenyum geli. Dalam hati menertawakan dirinya sendiri yang bisa-bisanya lapar disaat akan membalas dendam.
“Namamu tadi…Yuri, benar?”
“Iya, Pak. Kalau bapak namanya siapa?” Yuri melotot saat sadar pertanyaan itu jelas keluar dari mulut tidak sopannya. Sialan kau syndrome janda gatal!
Oh! Dan Yuri semakin tersuir-suir saat senyum tampan itu lagi-lagi menyapa.
“Indra. Nama saya Indra.”
Yuri tersenyum aneh. Campuran malu dan nafsu. Hei dia wanita normal, jangan salahkan.
“Jadi…gimana, Pak. Mau saya beliin gorengan didepan?”
Pak Indra menggeleng pelan. “Jangan gorengan deh, Kenyangnya gak enak. Dekat sini ada tempat sarapan lain?”
Entah sihir dan susuk apa yang dipakai janda yang satu ini karena setiap pria yang baru dikenal selalu saja langsung akrab padanya. Tak terkecuali si mulut setan, Kevin.
“Ada. Mau saya anter kesana, Pak. Ehm! Itung-itung permintaan maaf saya karena sudah…itu…anu…mukul Bapak…” jelas Yuri yang semangat diawal tapi mengecil diakhir.
“Ah ya kenapa saya lupa yah. Gara-gara lapar jadi batal memberimu peringatan!”
Yuri menegang dikursinya. Sial! Seharusnya kan mereka sudah akrab, kenapa salahnya dibahas lagi, sih!
“Walaupun saya mengaku salah karena berniat masuk ke toilet cewek, ingat masih NIAT tapi kamu terlalu kasar dan sembrono memukul orang seperti itu. Bagaimana kalau tadi kepala saya terbentur, geger otak dan amnesia…”
Yuri mengerjap takjub dan bertepuk tangan dalam hati. ‘Berapa judul sinetron yang ditonton bos-nya ini.’
Yuri menghitung jumlah giginya dengan lidah sambil menunggu wejangan Pak Bos selesai. Pak Indra terus menyudutkannya dengan kata bahaya, bahaya dan bahaya. Otak Yuri sudah melanglang buana entah kemana.
“…jadi saya meminta ganti rugi!”
“Hah?!” otak perhitungan Yuri langsung tersentil saat mendengar kata ganti rugi. Kesadarannya langsung tertarik paksa. “Maksud Bapak?”
“Melamun saja terus! Baiklah saya ulangi…Saya minta ganti rugi karena kamu sudah berbuat hal yang mengancam keselamatan saya, jelas!”
“Lho, Pak! Jangan begini dong…saya kan gak sengaja dan hanya berusaha melindungi para wanita dari pria-pria mesum…”
“Jadi kamu menuduh saya mesum! Waduh, sudah masuk pencemaran nama baik ini!” potong Pak Indra.
Yuri melotot tak percaya. Oh! Tuhan, bagaimana bisa Engkau mengirimkan manusia-manusia bermulut ‘karet dua’ untuk selalu hadir dihidup hamba.
Yuri menghela napas lelah. Merasa tak bisa lagi membela diri karena jika dia maju maka kata pemecatan bisa keluar kapan saja. Bukankah Bos selalu benar. Dan sudah tertuang pada pasal 1.
“Maafkan saya, Pak.” Ucap Yuri lemah.
Tanpa dia tahu seringai seseorang didepannya melebar tak terkendali.
“Jadi wajar kan kalau saya minta ganti rugi.”
Yuri mengangguk pelan. Pasrah.
“Jawab!” desak Pak Indra.
Yuri mengepalkan tangan sampai terasa kebas. Ingin sekali menonjok seseorang saat ini.
“Iya, Pak. Bapak berhak meminta ganti rugi.”
Pak Indra menyadari bahkan sangat menyadari ada rasa kekesalan tertahan dari suara wanita cantik yang sekarang menatapnya membunuh walau bibir merah itu tetap tersenyum manis.
“Bagus kalau kau sudah menyadari kesalahanmu. Dan sekarang belikan aku gorengan didepan, cepat!”
‘Anying!’
“Baik, Pak.” Yuri masih waras menahan makiannya untuk tidak terucap.
Yuri beranjak dengan dagu terangkat. Namun sebelum membuka pintu dia teringat sesuatu. Tubuhnya kembali berbalik menghadap Pak Indra. “Lalu berapa saya harus mengganti rugi?”
“Kalau maksudmu uang, aku sudah punya banyak. Nanti aku beri tahu jika sudah menemukan nilai yang pas sesuai kesalahanmu. Sekarang cepat bawakan aku gorengan!” Jawab Pak Indra dengan senyum miring.
“Anying!”
Dan Yuri meninggalkan Pak Indra yang membeku ditempat. Kemudian mengerjapkan matanya tak percaya.
“Pasti salah dengar…”
Dua jam setelah itu, Yuri merasa tanah dibawah pijakannya melembut, mencair berubah menjadi lumpur dan menelan seluruh tubuhnya.
“….maka Bapak Indra Pramudia, selaku Direktur Utama akan memantau kinerja Kantor Cabang kita selama 3 bulan kedepan, bukan begitu Pak Indra?” sambut Pak Yunus, Kepala Kantor Cabang.
“Benar, Saya akan memperbaiki sistem dan kinerja di Kantor Cabang ini sehingga bisa menyamai atau bahkan lebih baik dari Kantor Cabang lainnya atau malah bisa melebihi Kantor Pusat…”
Semua pegawai tertawa bahagia dan bertepuk tangan menyambut era baru kepemimpinan Bapak Indra Pramudia yang terhormat. Kecuali sosok janda yang melemah seakan rohnya tertarik keluar. Dan Bapak Indra Pramudia yang terhormat menyadari itu.
‘Selamat menikmati, Cantik!’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar