“Ikaaaaaaa!!!!”
“Buset, tarzan
jablay, ga usah teriak-teriak!
Indi memijit
keningnya, panik. Iya dia sangat panik saat Nala mengatakan jika teh sialan
ini bisa membuat pria impoten. Bagaimana
nasib abang gantengnya ini.
“Ika, lo masih
kasih teh cina ga jelas itu ke bang Ardi?”
“Udah lama
enggak sih, males gue belinya, jauh! Emang kenapa?”
Dalam hati Indi
bersyukur. “Bang Ardi titidnya masih bisa berdiri kan?”
Ika terdiam
diseberang sana, shock. Apalah sahabat sekaligus adik iparnya ini pagi-pagi
sudah bertanya kabar titid suaminya.
“Eh, manekin
IPA, ngapain lo nanya-nanya titid laki gue?”
Indi menghela
nafasnya kasar, tidak sabar dia bertanya lagi, “Masih bisa berdiri ga???!”
“Ya masih lah,
masih tegak berdiri setegak tugu kujang! Lagian lo ngapain tiba-tiba nanya?
Dan dengan
menggebu-gebu Indi menceritakan semua informasi yang dia dapatkan dari Nala
lengkap selengkap-lengkapnya dan membuat kakak iparnya menjerit histeris
diseberang sana. Bisa dipastikan setelah ini dia akan buang sial mandi air dari
7 sumur.
Setelah misi
menyelamatkan masa depan pernikahan abangnya, Indi yang sudah rapi bersiap-siap
berangkat ke kantor. Dengan menjemput semangat pagi Indi meraih tasnya dan
membuka pintu.
Mata berbalas
mata.
Maman menagih
jatah sarapannya yang membuat Indi kembali masuk kedalam, menyediakan makanan
majikannya.
Indi baru saja
akan duduk saat Eka mengatakan Indi diminta hadir diruangan Pak Mahendra.
Indi berjalan
keruangan Pak Mahendra dengan senyum yang mengembang kemana-mana membuat semua
karyawan yang dia lewati terpana. Hati Indi sedang senang karena merasa menjadi
pahlawan atas keselamatan titid abangnya.
Indi mengetuk
pintu pelan dan masuk setelah mendengar suara Pak Mahendra.
“Permisi, Pak…eh
ada Ibu, apa kabar, Bu Ratna.” Sapa Indi sopan.
Kesopanan Indi
membuat hati Bu Ratna berbunga. Betapa senangnya jika Indi menjadi menantu.
Mereka bisa ngobrol bersama, ke salon, me time cewek-cewek. Dan khayalan Bu
Ratna sudah kemana-mana sampai tanpa sadar wanita paruh baya itu menatap Indi
sambil senyum-senyum sendiri, membuat Indi salah tingkah.
“Indi sini duduk
disebelah Ibu.”
“Baik, Bu.”
Segan-segan Indi duduk di sebelah Bu Ratna.
“Sebentar lagi
Reza dan Arya akan nyusul kesini, sekalian kenalan sama teman mereka, kebetulan
dia lagi main ke kantor.”
“Padahal dulu
mereka masih sering keluyuran ga jelas ya,dek! sekarang udah pada jadi bos
semua.” lanjut Pak Mahendra, mengenang masa kuliah anak-anaknya.
Indi
senyum-senyum membayangkan panggilan mesra Pak Mahendra akan sama dengan
panggilan Reza padanya nanti setelah mereka menikah. Melihat Indi tersenyum, Bu
Ratna malah salah paham, “Anaknya memang ganteng, Di. Tapi jangan suka ya, udah
jadi suami orang. Kamu sama yang lain aja ya, nanti biar Ibu yang jodohin!”
“Oh, enggak kok
Bu!” Indi gelagapan saat kedapatan sedang menghayal yang iya-iya.
Indi mendengar
suara langkah kaki beberapa orang disetai dengan tawa yang begitu lepas. Seakan
hanya ada mereka saja dikantor ini. Seperti anak remaja yang sedang nongkrong
di café, tertawa tanpa memikirkan orang lain.
“Itu mereka
sudah datang.” Kata Bu Ratna.
Tidak lama suara
ketukan pintu terdengar dan tanpa dipersilahkan pintu langsung terbuka dan
terlihatlah sosok pria-pria tampan yang terlihat semakin tampan saat tertawa
lepas.
Kekasihnya, Reza
benar sangat tampan kalau tertawa. Abaikan Arya.
Abangnya juga
tak kalah tampan saat tertawa.
Hah! Abang?
“Abang??!!”
“Indi?!”
Reza menatap
keduanya dengan mulut menganga lebar. “Kalian saling…kenal?”
Ardi tertawa dan
menghampiri Indi, merangkul pundak Indi dengan sayang. “Tentu saja aku kenal.
Dari lahir malah. Dia adik tersayang yang suka aku ceritakan padamu, Za!”
Indi melihat
Ardi dan Reza bergantian, ternyata mereka berteman. Kini Indi yakin dunia
benar-benar hanya selebar daun kangkung.
Sedangkan Reza
sendiri malah membeku ditempatnya. Wajahnya sudah pias. Dia masih ingat dengan
jelas jika Ardi sangat protektif pada adiknya. Lalu bagaimana ini? Apa Ardi
akan merestui hubungannya dengan Indi?
“Astaga, ini
benar-benar kabar baik. Jujur tante kaget ternyata kalian bersaudara. Pastas
saja yang satu ganteng dan satunya cantik.” Mata Bu Ratna berbinar. Niatnya
menjadikan Indi menantu semakin kuat.
“Ya ampun, saya
lupa memberi salam.” Ardi melepas rangkulannya dan berjalan mendekati kedua
orang tua Reza. Dengan sopan dia mencium tangan suami istri yang sudah dia
anggap sebagai orang tuanya sendiri. Pak Mahendra memeluk Ardi ramah sedang Bu
Ratna mencium pipi Ardi seperti dia memperlakukan kedua putranya.
“Kamu apa kabar,
Di? Lama ga main kerumah lagi.” Ucap Pak Mahendra.
Benar-benar
kakak adik yang kompak, nama panggilannya pun sama.
“Sehat Om. Iya
maaf, kerjaan lagi sibuk-sibuknya.”
“Ya udah yuk
duduk.” Pak Mahendra menekan tombol interkom untuk meminta sekretarisnya
membawakan minuman.
Ardi mengambil
tempat duduk disebelah Indi. Sedangkan Reza dan Arya duduk diseberang mereka
bersama Pak Mahendra.
“Padahal tadi
niat tante mau ngenalin kalian berdua, lho!” Bu Ratna masih merasa situasi ini
cukup lucu. Yang mau dikenalkan malah sudah kenal dari lahir.
“Indi ga nakal
kan Om di Kantor?” Ardi terkekeh saat Indi menyikut pinggangnya.
“Dia salah satu
pegawai terbaik, Om kok, Di. Saat ini dia dibawah tanggung jawab Reza, ya kan,
Nak?”
“Eh, apa, Yah?”
Reza tersentak.
“Lagi ngelamun
jorok, ya?” Arya tertawa mendengar candaan Ardi.
“Sembarangan,
siapa yang ngelamun!” suara Reza agak keras dan membuat semua orang yang ada
disana kaget. Tidak biasanya Reza marah jika digoda seperti itu. Indi juga
kaget dengan reaksi Reza.
Reza sadar dia
sudah berlebihan dan akhirnya pura-pura memainkan ponselnya. Karena gugup dia
jadi sedikit sensitif.
Untuknya suara
ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka dari Reza yang tiba-tiba marah.
“Permisi, saya
mau mengantarkan the buat tamu.”
Suara lembut itu
langsung membuat Arya bersemangat dan menatap kearah pintu. Sudut bibirnya
membentuk senyuman. Mia berjalan sopan mendekati meja, berlutut dan meletakkan
cangkir satu-persatu dengan hati-hati.
“Kebetulan yang
sangat membahagiakan terjadi hari ini, jujur tante senang sekali…”
Bu Ratna terdiam
sebentar menambah sisi dramati sebelum melanjutkan, “Sebenarnya tante sangat
menyukai Indi. Anaknya cantik, lembut, baik dan pintar.”
“Ah tante Ratna
bisa aja, Indi galak lho, Tan!” dan Ardi mendapat hadiah pelototan dari
adiknya, yang malah terlihat imut dimata Ardi.
“Hahaha,
baguslah kalau galak. Jadi bisa gantiin tante marahin anak tante kalau nakal.”
Kening Reza
berkerut.
Pak Mahendra
memejamkan mata.
Ardi curiga.
Dan Indi, lemot.
Gadis itu malah minum teh yang baru diletakkan didepannya.
Ardi hanya diam
menunggu kelanjutan dari maksud perkataan Bu Ratna.
“Jadi Ardi, ini
juga kalau kamu setuju…Tante punya niat untuk menjodohkan Indi dengan anak
tante.”
Reza mendongak,
tanpa sadar senyuman terbit disudut bibirnya.
“Dengan Arya.”
Dan satu kalimat
berikutnya menghancurkan perasaan Reza. Dia menatap ibunya tidak percaya. Ingin
sekali dia membantah dan menolak keputusan ibunya, berkata dengan lantang jika
dia dan Indi sudah berpacaran. Dia dan Indi saling mencintai. Namun keberadaan
Ardi menahan suaranya keluar.
Indi hanya diam,
masih belum mampu menyerap semua informasi yang barusan dia terima. Sedang Arya
tidak sanggup memandang kearah Mia yang hempir menumpahkan tehnya. Untung saja
pengendalian diri gadis itu cukup kuat. Dengan terburu-buru Mia pamit keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar