Sabtu, 11 Oktober 2025

06_Janda Labil



“Jalan yang anggun dikit napa sih, bar-bar banget!”

Yuri berdecak kesal dan memandang horor pria yang berkemeja santai dengan kaki yang berbalut celana jeans hitam. “Ini karena heels-nya. Kaki gue jadi mengangkang begini. Susah jalan tau!”

“Halah, apa susahnya. Semua orang pake kok, lo aja yang aneh!”

Yuri mencopot sepatunya dan melemparkan dengan keras kearah Kevin. “Noh pake! Katanya semua bisa kan?!”

“Ih! Ya kali udah ganteng gini gue pake heels, kasian cewek-cewek nanti kecewa, wajah sesempurna ini ternyata bencong!”

Mereka berdua tertawa dengan candaan yang tidak lucu sama sekali. Intinya tertawa membayangkan Kevin berubah jadi waria tampan.

“Udah lah copot aja, toh mama udah tau lo cewek jadi-jadian eh janda jadi-jadian deh! Hahaha!”

“Sialan!”

Kevin dan Yuri kini berada didepan pintu jati yang terukir pahatan-pahatan rumit menandakan betapa mahal harga pintu itu. Tanpa alas kaki Yuri yang berbalut gaun berwarna hijau daun itu terlihat sangat cantik walau tadi Kevin sempat menyebutnya ulat keket.

Kevin menekan bel tiga kali sekaligus. Tak menunggu lama seorang wanita paruh baya membuka pintu dan tersenyum sumringah melihat siapa yang datang.

“Non Yuri, Mas Kevin…silahkan masuk!” seru Bi Minah.

“Perasaan yang tinggal disini aku deh, Bi. Kok Kunti ini yang duluan disapa!” ucap Kevin protes sambil nyelonong masuk.

“Malam, Bi. Lama gak main kesini jadi kangen Bi Minah.” Sapa Yuri memeluk Bi Minah tanpa canggung. Mengabaikan jika wanita paruh baya itu bau keringat karena habis membersihkan kamar Kevin. Yah, Kevin memang selama ini tinggal sendiri diapartemennya.

Yuri menyusul Kevin duduk disofa depan tivi. Pria itu memencet-mencel remote dengan kasar dan sesekali protes karena acara tidak ada yang bagus.

“Bi, Mama mana?”

“Ada, Mas Kevin. Dikamar lagi nyuapin Tuan.”

Kevin manggut-manggut. Yuri menyikut rusuk Kevin dan mengarahkan matanya yang melotot kearah lantai atas. Menyuruh Kevin menyapa orang tuanya.

“Iya-iya. Lo sendiri disini gak apa-apa kan?’

“Gak apa-apa. Gue kan Kunti ngapain takut.” Sahut Yuri cuek sambil membuka toples camilan dimeja tanpa segan.

Kevin terkekeh dan mengacak-acak rambut Yuri sayang. Sedang Yuri hanya tersenyum. Rambut berantakan bisa dibereskan nanti yang penting camilan dulu.

Sampai diatas, Kevin menyusupkan kepalanya kebalik pintu dan mengintip kedalam. Melihat sepasang suami istri yang tetap mesra walau sudah berumur senja membuat hatinya menghangat.

Ayahnya dulu seorang dokter bedah saraf yang sangat terkenal. Namun penyakit stroke yang menyerang tanpa pandang bulu membuat ayahnya harus segera pensiun dari dunia kedokteran. Untungnya Kevin yang memang pintar tidak keberatan menyamakan cita-citanya dengan sang ayah, walau beda jurusan. Kevin seorang dokter bedah anak.

“Pa, Ma!” Kevin masuk dan langsung memeluk ibunya dari belakang.

Ayahnya menggeleng pelan melihat kelakuan manja bayi tuanya ini. “Udah saatnya kamu meluk istri, bukan Mama-mu.

Piring yang sudah kosong diletakkan ibunya dipinggir meja disamping tepat tidur.

“Yuri mana?” tanya ibunya.

“Ada dibawah, ngabisin cemilan Mama.”

Keduanya terkekeh mengingat selera makan wanita itu.

“Oh iya, Mama masakin Kerang Balado kesukaan kamu sama Yuri. Kok bisa samaan yah, Pa?”

Ayah Kevin tersenyum penuh arti. “Jodoh kali, Ma.”

“Ih ogah sama janda, Kuntilanak lagi!”

Plak!

“Aw! Kok mukul sih, Ma!” Kevin manyun karena mulutnya habis ditampar ibunya.

“Mulut dijaga. Nanti kemakan omonganmu sendiri, lho.”

Kevin mengedikkan bahu cuek sebagai jawaban.

Ayahnya tersenyum melihat kedekatan ibu anak didepannya ini. Berdo’a dalam hati semoga dia masih sempat melihat kebahagiaan ini lebih lama. “Ma…udah saatnya.”

Kevin menatap ayahnya bingung, namun belum bertanya Kevin melihat ibunya menganggukkan kepala. “Vin, tolong bantu angkat Papa ke kursi roda.” Tanpa diperintah dua kali Kevin menyelipkan tangan dilekukan kaki ayahnya dan dipunggung, ayahnya merangkulkan tangan ke bahu Kevin.

Kevin menggendong ayahnya sementara ibunya meletakkan bantalan empuk didudukan kursi roda agar ayahnya nyaman. Pemandangan yang sangat indah jika dilihat oleh orang lain.

Dengan pelan dan lembut Kevin mendudukkan ayahnya dikursi roda. “Kamu makan aja dulu sama Yuri. Tadi Mama udah makan…nanti kalau sudah selesai tunggu kami diruang tengah ya.”

“Iya Ma, Pa! Kevin kebawah dulu.” Kevin mencium pipi ayah dan ibunya kemudian melesat turun menyusul Kuntilanak-nya yang ternyata dengan tidak sopan sudah makan duluan. Alasan ditawari Bi Minah.



Setelah selesai makan Yuri memeluk kangen ibunya Kevin. Dulu waktu masa-masa galaunya sedang berlangsung Yuri sering sekali menginap disini dan menghabiskan stok tisu mereka.

“Tante…Yuri kangeeeen!” Yuri masih belum melepaskan pelukannya membuat Kevin yang melihat memasang raut mual mau muntah tapi setelah itu tersenyum geli.

“Udah sini lo duduk sebelah gue, gak liat tuh Mama udah kegerahan lo peluk! Sini!” Kevin menarik tangan Yuri dan mendudukkan wanita itu rapat disebelahnya. Tak sadar jemari mereka berdua masih terjalin. Tanpa mereka tahu jika ayah Kevin tersenyum melihatnya. Semoga niatnya bisa dilaksanakan segera.

“Kevin…”

“Ya, Pa?”

“Kau sayang Papa kan? Dan Mama-mu…kami berdua?”

Kening Kevin berkerut bingung. Apakah pertanyaan itu harus dijawab. Tanpa dia jawab pun pasti kedua orang tuanya ini tahu jika Kevin cinta mati pada mereka. Walaupun dia bilang ‘tidak’ pasti akan disorakin ‘Tukang Tipu’. Namun Kevin masih ingin mengikuti permainan Ayah kesayangannya ini. Dengan wajah curiga dia pun menjawab.

“Ya. Kevin sayang Papa dan Mama.”

Ayah Kevin berdehem. “Baguslah. Kalau sayang bukankah akan mengabulkan apapun yang Papa dan Mama minta?”

Kevin tersenyum miring. Benar pasti pertanyaan jebakan. Ujung-ujung ada maunya.

“Enggak juga. Dulu Mama ngelarang Kevin minum es abang-abang didepan komplek, padahal katanya sayang anak.” Elak Kevin.

Ibu Kevin berdecak kesal. “Itu beda! Kamu mau minum es sembarangan, hah! Nanti kalau sakit siapa yang repot!”

Kevin meringis kena semprot Ibunya. Salah strategi. Kepalanya menoleh kesamping kesal. Tepatnya kearah janda yang masih setia menghabiskan isi toples Ibunya. Tanpa segan janda itu menertawainya.

Sialan!

Dan tambah sial saat Ayahnya ikutan tertawa. Kompak bener si janda dan ayahnya ini.

“Iya-iya Kevin kabulkan…Papa sama Mama mau apa? Liburan?” akhirnya pria tampan itu pun mengalah agar bisa cepat-cepat kekamar dan istirahat.

Suasana tiba-tiba hening. Semua menunggu. Akhirnya Ayah Kevin pun mengutarakan niat yang sedaritadi dia simpan. Berdo’a agar putranya tidak marah atau tersinggung. Berdo’a agar keinginannya di usia tua ini terpenuhi.

“Kevin…Menikahlah!”

Kevin terduduk tegak. Kaget. Yah, hanya kaget akan perkataan ayahnya. “Menikah!”

“Iyah, Vin. Kamu udah dewasa dan sangat matang sekali untuk menikah. Ayah dan Ibu sudah tua dan ingin melihatmu berkeluarga secepatnya. Ingin melihatmu ada yang mengurus dan….bahagia dengan keluarga kecilmu nanti…” Ibu Kevin menggenggam tangan suaminya saat mengatakan itu. Ikut berdo’a dalam hati putranya akan mendapatkan keluarga yang harmonis seperti dirinya.

Kevin bungkam. Keinginan ayah ibunya jelas tersirat dikedua mata mereka. Atau lebih tepatnya harapan. Dan apakah dia sanggup memenuhi harapan kedua orang tuanya kali ini.

“Tapi…sama siapa?” Kevin akan menarik lidahnya setelah ini. Kenapa malah pertanyaan itu pula yang keluar dari mulutnya. Apa alam bawah sadarnya juga menginginkan pernikahan. Tapi sama siapa.

“Pacar-pacarmu kan banyak! Tinggal comot satu, ya kan Tante?” sambung Yuri tanpa sadar memanaskan situasi.

Ibu Kevin menggeleng keras. “Enggak, Yuri! Tante gak mau Kevin menikah sama pacar-pacar setengah telanjangnya itu. Mau dididik apa anak-anak mereka nanti, jadi bibit cabe-cabean?!”

Kevin mendesah lelah. “Yah, terus sama siapa dong? Mama ada calon bagus…udah jodohin aja lah. Males cari sendiri!” pasrah Kevin karena yakin seleranya dan sang ibu sama, hanya beda disegi paha dan dada terpampang jelas atau tidak.

Yuri masih terkekeh mengejek kesialan temannya. Kevin yang tidak terima meremas tangan Yuri sampai wanita itu mengaduh sakit.

“Jahat banget sih!” Yuri mengusap-usap tangannya yang menjadi korban keanarkisan Kevin.

Melihat interaksi yang malah terkesan mesra dimata kedua orang tua Kevin, senyum pun terbit diwajah senja mereka.

“Yuri.”

“Hah?!” tanya Yuri dan Kevin kompak.

Senyum Ibu Kevin semakin lebar. Betapa manisnya tingkah muda mudi ini.

“Kenapa Tante?” tanya Yuri lagi merasa jika tadi namanya dipanggil. Semakin bingung saat ayah Kevin menggeleng sambil terkekeh.

“Tante bukan manggil kamu Yuri. Tante menjawab pertanyaan Kevin tadi, tentang siapa calonnya.” Senyum misterius Ibu Kevin semakin menjadi-jadi.

Kevin dan Yuri malah saling menatap. Seolah-olah melemparkan tanya melalui telepati, namun apa daya jika sinyalnya buruk.

Gemas melihat kebuntuan dokter yang katanya pintar dan janda yang selalu mengaku high quality janda, ayah Kevin memutuskan untuk bertindak.

“Kevin, Papa dan Mama mau menjodohkan kamu sama Yuri…”

“Kalian berdua akan menikaaah…yeeeeiiii!!!” potong Mama Kevin sambil bertepuk tangan gemas.

Sedangkan kedua makhluk didepan mereka menganga dengan mulut super lebar. Beku ditempat.

“Me…menikah sama Kevin…” gumam Yuri.

“Sama…si…Kunti…” kali ini Kevin.

Hening…lagi.

Seketika mata kedua membelalak lebar karena kesadaran sudah TERISI PENUH.

“NOOOOO!!! teriak Kevin bahkan sampai menaikkan kedua kakinya tertekuk keatas sofa, seolah-olah hal itu berguna.

Beda lagi dengan Yuri yang meletakkan toples keatas meja dan menutup toples tadi dengan erat. Tangan gemetarnya bahkan membersihkan remahan-remahan yang sempat terserak dimeja.

“Sudah malam…Yuri pamit dulu yah, Om, Tante…” Yuri meraih tasnya dan bergerak dengan cepat. Kabur.

WUUUZZZZZ!!!!

Ketiga orang terdiam bagai terhipnotis menatap kepergian Yuri yang hanya meninggalkan angin sepoi-sepoi.

“Sialan si Kunti malah kabur!” maki Kevin setelah sadar jika dia ditinggal didalam ‘zona panas’ sendirian.

Tangan Kevin tertahan genggaman Ibunya saat ingin ikutan kabur namun gagal, dengan kesal dia kembali duduk.

“Ingat perkataan kamu tadi yah. Kamu kan yang minta mama cariin yang pas buat jadi istrimu. Dan pilihan Mama adalah Yuri. Jadi kamu segera bertindak atau Mama yang akan turun tangan, mengerti putraku yang tampan?!” Ibu Kevin mengelus pipi Kevin dan menepuk-nepuknya pelan. Membuat bulu kuduk Kevin meremang horor.

Frustasi, Kevin mengusap wajahnya kasar. Mengumpati dirinya yang masuk jebakan Batman kedua orang tuanya.

“Tapi kan Yuri belum tentu mau, Ma?” ucap Kevin memelas.

“Mau! Kalo kamu pinter ngerayunya. Udah kerjain aja dulu. Hasilnya gimana kita liat nanti!” dan wanita itu melenggang pergi mendorong kursi roda suaminya kearah taman belakang, santai setelah menimpakan batu beban yang besar dipundak putranya.

Kevin menatap takjub kearah ibunya. Oh Tuhan! Betapa besarnya kepercayaan diri ibunya ini.



Begitu sampai rumah dengan membawa kabur mobil Kevin yang kuncinya masih tergantung manis, Yuri langsung masuk dan membuka kulkas. Menenggak habis air langsung dari botolnya sampai kandas tak bersisa. Menikmati aliran dingin yang mudah-mudahan bisa juga mendinginkan kepalanya. Dan ternyata gagal, janda muda itu membuang sibotol malang dengan bantingan keras kedalam tempat sampah.

“Seharusnya gue curiga tuh dokter mesum kemarin malam tiba-tiba datang dan nyajak gue kerumahnya…HAAAHHH!!!” Yuri teriak dan mengacak-acak rambutnya.

Bagaimana dia bertatap muka lagi dengan keluarga Kevin setelah aksi melarikan dirinya tadi. Kabur bahkan tanpa menyalam tangan mereka. Yuri memukuli kepalanya dengan gulungan majalah yang entah kapan sudah tersedia diatas meja sambil mengucap mantera ‘Bodoh’.

“Menikah dengan Kevin…”

Kevin…menikah…telanjang…bercinta…missionaris….women on top…spoon…

Otak janda kesepiannya pun mengulas khayalan tak senonoh yang membuat wajahnya memerah sendiri. Dengan keras Yuri menggeleng berusaha menghilangkan pikiran mesumnya.

“Gawat! Kayaknya gue terkena syndrome janda gatal butuh belaian abang.” Yuri memegang pipinya yang memanas tanpa bisa dicegah.

“Haduuuuh! Ada-ada aja sih…lagian si Kevin pasrah aja lagi dijodohin!” Yuri menekan-nekan keningnya ke meja, berharap rasa pusing dan pikiran mesumnya segera menghilang.

“Kayaknya otak gue butuh tidur!” dengan langkah terseret Yuri membawa tubuhnya kekamar. Mandi bisa besok saja.

.

.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...