Sabtu, 11 Oktober 2025

07

 Arya menatap kakaknya dengan sorot geli. Senyumnya tetap terlukis disela-sela kegiatannya meminum kopi. Untungnya gelas kopi menutupi aksi senyumnya itu. Jika kakaknya sampai melihat, itu buku super tebal yang teronggok di meja pasti akan mendarat di jidat gantengnya.

"Berdiri...abis ini jalan...duduk lagi...berdiri lagi...hehehe!" tebak Arya yang sepenuhnya benar.

Reza kembali menghempaskan dirinya dikursi super empuk miliknya. Kali ini tebakan Arya salah karena Reza bukannya berdiri tapi mengacak-acak rambutnya. Sudah dipastikan jika kakaknya sekarang sangat frustasi atau setengah gila. Akhirnya Arya mengalah pada rasa penasarannya. Dia menarik napas dan bertanya dengan hati-hati.

"Ada apa sih, Kak? Masalah Indi lagi?" tebak Arya

Reza menjawab adiknya dengan tatapan membunuh. Dan Arya langsung ciut seketika.

"Kenapa kau mengizinkannya cuti! Mana seminggu lagi!" cecar Reza

Arya langsung memasang tampang tidak terima. Heran, dimana letak salahnya.

"Emang salah? Kan sudah hak pegawai meminta cuti. Lagipula Indi baru kali ini minta cuti, masa aku larang?!" Arya membela diri.

"Kau...uugh!" Reza sudah benar-benar kesal maksimal. Benar kata adiknya. Tidak ada alasan menolak cuti Indi. Semua pekerjaannya sudah selesai dengan sempurna dan Indi tidak pernah meminta cuti dalam dua tahun ini. Tapi kan...tapi kan...bagaimana nasibnya. Reza benar-benar membutuhkan Indi sekarang. SEKARANG.

"Lagipula besok kan dia sudah masuk, emang sebegitu mendesaknya masalahmu, Kak?" tanya Arya dan sebersit pemikiran hinggap dikepalanya, perlahan seringainya terbentuk.

"Kak, kau mau nembak dia yah?"

"AKU APA?! tidak tentu saja tidak. Kau tau aku tidak sudi terikat dengan perempuan. Mereka diciptakan hanya untuk kesenanganku bukan pasanganku!" bantah Reza yang terlalu terburu-buru, mengundang kecurigaan adiknya.

"Termasuk...Indi?" satu alis Arya terangkat curiga.

"I...itu...beda kasusnya..." jawab Reza gugup

"...sudahlah tidak usah dibahas lagi. Kenapa kau masih santai di sini. Sudah sana kerja!" Reza yang bingung harus menjawab apa langsung memutuskan pembicaraan secara sepihak.

Arya yang diusir hanya mendengus kesal dan meletakkan gelas kopinya dengan sedikit dibanting. Sebelum dia memutar kenop pintu, Arya berbalik.

"Sebaiknya cepat ikat dia, Kak. Sebelum disambar orang, seingatku ada pegawai yang sudah lama mengincarnya. HAHAHA!" goda Arya dan tertawa melihat wajah kakaknya tiba-tiba memucat.

"Sial!" maki Reza dalam hati.

 

Indi menatap bangunan tinggi didepannya dengan horor. Entah kenapa dia merasakan firasat buruk. Matanya memandang kebawah tepatnya kepakaian kerjanya untuk hari ini.

Kemeja longgar tangan panjang...check!

Celana panjang longgar bekas hamil Ika...check!

Rambut digerai...check!

Sempurna, Indi banjir keringat sekarang. Namun dia tersenyum puas melihat penampilannya. Mungkin sampai sore nanti berat badannya bisa berkurang. Sauna, bro!

Akhirnya Indi me-mantapkan hati. Terlalu lama diluar malah membuatnya semakin gugup dan juga telat.

Tanpa terlihat mencurigakan, Indi menyapu matanya keseluruh ruangan kantor dan bersyukur tidak menemukan Reza dimanapun. Masa pengorbanannya untuk cuti dan tidak melihat Reza sebagai multivitamin penambah tenaga harus sia-sia.

Dengan cepat dia masuk keruangannya dan segera menutup pintu. Indi menghela napas lega.

‘Aman’

"Apa-apaan pakaianmu itu?!"

"Astgjfhfhhdhs!!!

Betapa kagetnya Indi mendengar suara seseorang dibelakangnya. Dan ini lebih parah dari hantu. Dari suaranya saja Indi sudah tau itu milik siapa. Perlahan dia membalik tubuhnya mengarah ke Reza. Yah, Reza. CEO-nya.

'Ngapain ini si abang sayang disini?' batin Indi

"Bapak sedang apa diruangan saya?" tanya Indi sopan dan berusaha mengalihkan perhatian Reza.

Namun sial, usahanya tidak berhasil sama sekali. Reza malah mendekat dan menarik tangan Indi sampai dada mereka bertubrukan. Bidang bertemu empuk. Bahkan Reza sampai menggeram menahan hasratnya.

"Kenapa pakaianmu seperti ini?!" desak Reza

"Memangnya ada masalah dengan pakaian saya, Pak?" jawab Indi langsung. Lama-lama gerah juga pakaiannya dikomentari.

"Ikut aku!"

Reza langsung menarik tepatnya menyeret tangan Indi menuju keruang eksekusi. Yaitu ruangan Reza yang tertutup rapat dan kedap suara.

Mati aku! Sayang, perkosanya nanti malam aja. Jangan sekarang, belum sarapan.

Indi menggigiti bibirnya selama perjalanan keruangan CEO yang terasa secepat The Flash. Apakah keperawanannya akan direnggut pada jam tujuh pagi.

Lamunannya langsung terhenti saat mendengat bantingan pintu dan

'Ya ampun, apa pintunya dikunci?'

Reza melepaskan cengkeramannya pada Indi. Indi langsung mengusap-usap tangannya. Sakit? sama sekali tidak. Reza memegang tangannya lembut, yang kasar hanya tarikannya tadi. Apakah diatas ranjang, Reza akan seganas itu. Pasti akan sangat menyenangkan, pikir Indi.

Indi mengikuti gerakan Reza yang melangkah cepat kearah sofa. Pria itu mulai mengendurkan ikatan dasi dan dalam sekejap terlepas dari lehernya. Dengan terburu-buru dia mulau membuka kancingnya, namun pada kancing ketiga dia berhenti dan menatap heran kearah Indi yang mematung didepan pintu.

"Apa yang kau lakukan disitu, kemarilah. Kita akan melakukannya lagi..."

Mata Indi langsung membola. Ada campuran perasaan takut namun entah kenapa kakinya malah melangkah perlahan mendekati sosok pria yang menunggu dirinya, Indi menangkap senyuman lembut terpatri di bibir Reza. Tanpa sadar senyuman itu menulari dirinya. Mata Indi mengikuti gerakan tangan Reza yang kembali bergerak membuka kancing kemejanya saat dirasa Indi melangkah mendekat.

Sumpah. Jantung Indi berdebar-debar. Bisa jadi sebentar lagi dadanya retak dan jantung itu akan menerobos keluar karena begitu kencangnya. Tangannya bahkan sudah basah karena gugup.

"Kemarilah, sayang..." rayu Reza yang telah sukses melepaskan kemejanya

Bagai tersihir, Indi berjalan mendekat. Melupakan sepenuhnya jika kali ini Reza tidak meminum sedikitpun teh ramuan cina yang dulu melindunginya.

Reza langsung menangkap tangan Indi saat posisi wanita itu sudah berada dalam jangkauannya. Dalam hitungan detik, dada mereka sudah menempel erat. Keduanya sama-sama menelusuri, mengagumi dalam hati wajah mempesona di depannya. Reza dengan pandangan penuh cinta namun tidak berani mengungkapkan, begitu juga Indi. Mereka berdua bagai orang bodoh yang sebenarnya bisa saling memiliki. Entah alasan apa yang membuat mereka menahan mengucapkan ikrar cinta itu. Hanya mereka berdualah yang tau.

Perlahan senyum Reza merekah dan menunduk. Setengah terkekeh dia menggelengkan kepalanya, Indi menatapnya bingung. Bersumpah akan memukul kepala CEO-nya ini jika berani membatalkan rencana percintaan mereka sekarang. Sudah diujung ini, batin Indi.

 

"Tidak..." ucap Reza

"Apa?" tanya Indi setengah kesal

Namun senyum diwajah Reza dan pelukan yang semakin mengerat di pinggang Indi lumayan meredakan kekesalannya dan malah berbalik membangkitkan nafsunya. Reza menekan 'juniornya' yang mengeras dan sengaja menggoyangkannya sedikit menggoda Indi dibalik batas pakaian mereka. Tanpa sadar desahan keluar dari bibir Indi.

"Walaupun aku sangat ingin menyelesaikan ini sekarang juga, tapi untuk wanita spesial sepertimu...kita akan melakukannya di tempat yang spesial juga. Dan bukan di sini." dengan tidak rela Reza melepaskan pelukannya dan mencuri cepat ciuman dibibir Indi.

Seketika hati Indi menghangat. Merasa jika Reza memperlakukannya berbeda. Senyum manis merekah cepat dibibirnya. Matanya kembali mengikuti gerakan cepat Reza yang memakai kemejanya asal tanpa memasukkannya kecelana. Indi yakin mereka akan melakukannya sekarang. Dia harus menggigit bibirnya sendiri untuk menahan pekikan senang. Namun hal itu malah ditangkap berbeda oleh Reza.

Dengan lembut dia mengelus tangan Indi dan menyatukan jari mereka. Dengan lembut ditariknya tangan Indi mengikuti arah keluar ruangan.

"Simpan godaanmu untuk nanti, sayang. Kita ke apartemenku. Sekarang..." bisik Reza ditelinga Indi. Senyum kembali merekah dibibirnya namun secepat senyuman itu datang secepat itu pula lenyap saat mendengar perkataan Reza selanjutnya.

"...nanti aku pasti berhasil membuatmu orgasme berkali-kali. Selama kau cuti aku telah berhubungan sex dengan berbagai macam perempuan dan aku berhasil. Dulu mungkin karena aku terlalu lelah tapi kali ini..."

Indi langsung menghempaskan tangan Reza yang terpaut dijemarinya sampai terlepas.

Sakit. Itulah yang Indi rasakan sekarang. Indi tersenyum miris meratapi nasibnya. Ternyata dia tetaplah wanita biasa. Tidak ada satupun yang spesial di dirinya.

'Kau bukan siapa-siapa, Indi. Sadarlah.'

"Maaf, Pak. Saya rasa, saya tidak bisa membantu bapak untuk menjadi salah satu 'pelepas' hasrat bapak. Kerjaan saya masih menunggu. Bapak bisa memilih kandidat yang lain. Permisi" ucap Indi dingin.

Sedangkan Reza sendiri memandang sosok yang menghilang dibalik pintu dengan kebingungan yang amat sangat. Padahal dia sudah sangat tidak sabar ingin bercinta, yah bercinta dengan Indi. Bagi Reza semua wanita yang ditidurinya tidak lebih dari pemuas. Namun Indi berbeda.

Dulu, tepat seminggu yang lalu harga dirinya sebagai seorang pria hancur didepan wanita yang dia cintai. Dan itu membuatnya frustasi dan hampir gila. Ditambah lagi harus menunggu seminggu untuk membuktikan jika dia adalah lelaki perkasa didepan Indi. Dan dia berani bersumpah akan bercinta dengan Indi hari ini juga. Namun rencana besarnya yang sudah disusun matang harus gagal dalam kurun waktu satu jam. Sungguh sial nasibnya.

"Apa aku salah bicara...?" ucapnya bingung setengah frustasi.

Tangannya mengusap miris kejantanannya yang telah lama lunglai karena kekecewaan yang melanda.

"Indi...Sial! Kenapa gagal sih!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...