Sabtu, 11 Oktober 2025

11

 "Ini yang terakhir, Bu."

Indi memejamkan matanya rapat-rapat. Berteriak dan melempar meja kerjanya hanya dikepala saja. Bagaimanapun Mirna, staff-nya ini hanya menjalankan tugas saja. Dan Indi tidak pantas melampiaskan kekesalannya pada gadis manis ini.

"Kau yakin?" tanya Indi

Mirna terlihat ragu. Bola matanya terlempar kesana-kemari. Tidak fokus.

"Sepertinya...begitu, Bu." jawab Mirna pelan namun dalam batas masih bisa didengar.

Indi menyenderkan keras tubuhnya kesandaran kursi. Tangannya memijit-mijit pangkal hidungnya. Pintar sih pintar. Tapi kalau disuguhi angka yang selalu berubah-ubah dari pagi dan selalu tidak tetap, lama-lama muntah juga.

"Kau pulanglah. Ini sudah larut..." ujar Indi sambil mengibaskan tangannya. Matanya masih tetap terpejam.

"Tapi, Bu. Laporannya masih belum selesai. Mana mungkim saya meninggalkan Ibu sendiri." jawab Mirna tulus.

Perlahan Indi mengangkat kepalanya dan tersenyum kepada Mirna. Hanya kepada gadis ini sajalah Indi selalu tanpa sadar melepaskan topeng kekakuannya dan bersikap wajar.

"Kalau aku membiarkanmu lembur, nanti ibumu tidak akan memberi aku lontong mie buatannya yang super enak itu lagi...Stop! Jangan membantah lagi. Bereskan tasmu dan pulanglah. Ini perintah." potong Indi saat melihat gelagat gadis itu ingin menolak. Dan Mirna hanya bisa pasrah jika Indi sudah mengeluarkan kewenangannya.

"Baiklah, Bu. Jika ada masalah segera kabari saya nanti saya akan langsung balik kesini." pinta Mirna yang merasa berat meninggalkan atasan dan pekerjaan yang masih jauh dari kata selesai.

"Ya...ya...ya! aku tau. Sudah sana pulanglah." perintah Indi dan kembali fokus pada jejeran angka yang menghiasi layar komputernya. "Bicara sekali lagi kupecat kau!" potong Indi.

Mirna langsung menutup mulutnya rapat. Dengan anggukan kecil gadis itu mundur dan berbalik keluar.

Begitu pintu tertutup, Indi kembali menghempaskan punggungnya kesandaran kursi. Lelah. Dia sudah lelah maksimal saat ini.

"Besok aku akan memaki orang-orang IT. Bagaimana bisa data keuntungan bulan lalu selalu berubah tiap 10 menit. Demi Bang Toyib...kepalaku sudah mau pecah!!!" Indi mengacak-acak rambutnya frustasi.

Sesuatu yang menerobos masuk keotaknya malah semakin membuatnya pusing. "Sial! kenapa ga minta softcopy-nya tadi!" Dengan brutal Indi memencet ponselnya, mencari kontak Mirna. Dan syukurlah seperti janji Mirna, gadis itu dengan cepat menjawab panggilan Indi.

"Hallo, Mirna...tidak-tidak, aku hanya ingin menanyakan password komputermu. Oh begitu...jadi datanya ada di flashdisk, diatas tumpukan buku. Baiklah, terima kasih." Indi semakin memuji bawahan kesayangannya itu, walaupun Mirna lupa memberikan data itu padanya tapi ternyata gadis itu sudah menyimpannya. Wajar jika jam segini orang jadi linglung, seharusnya mereka tidur bukannya kerja.

Dengan malas Indi beranjak dari kursi dan berjalan keluar ruangan, kearah meja kerja Mirna. Menghela napas lega karena matanya langsung menangkap benda kecil berwarna merah yang tergeletak manis diatas tumpukan buku yang tersusun rapi, jadi Indi tidak perlu repot mencari. Satu nilai plus lagi diberikan Indi kepada Mirna. Baru juga Indi mau berbalik kembali keruangan saat,

"Aaaaakkkhhhhhh!!!!!!!!!"

jeritan seseorang mengagetkannya.

 

Disisi lain pada waktu yang bersamaan.

"Sudah cukup, Ar. Thank's."

Seringai Reza semakin lebar. Matanya bahkan tidak berkedip memandang Indi yang mengacak-acak rambutnya sendiri. Pasti gadisnya itu sudah sangat frustasi sekarang. Dan bagaimana Reza tau? jawabannya hanya satu. Semua masalah yang menimpa Indi hari ini sepenuhnya adalah ulahnya dan sang adik tercinta yang sekarang mengotak-atik jaringan diruang server.

"Kali ini kita akan mengulangi malam panas yang sempat tertunda, Indi sayang. Dan aku sendiri yang akan memastikan kita berdua sama-sama mencapai finish." matanya melirik tempat sampah yang berisikan banyak pecahan kulit telur ayam kampung. Entah berapa butir yang sudah dimasukkan Reza kedalam perutnya.

Seeerrr...

Kening Reza mengerut mendengar suara yang sepertinya tidak asing. Lama menanti dan tidak ada apapun yang terjadi, Reza mengedikkan bahu dan berjalan kearah pintu.

Seeerrr...

Dengan cepat Reza kembali memutar tubuhnya dan melemparkan pandangan keseluruh sudut ruangan. Seketika wajahnya memucat saat aroma yang paling menakutkan diseluruh dunia menyapa penciumannya.

"Tidak mungkin..." lirihnya sambil terus mengawasi setiap sudut ruangan. Saat aroma itu perlahan menghilang, Reza menghela napas lega. Namun saat dia berbalik

Weeeeerrrrr.....

Mungil, coklat kehitaman, bau dan bersayap melesat cepat menerjang kearahnya. Sontak Reza langsung berbalik arah dan berlari sekencangnya.

"Aaaaakkkhhhhhh!!!!!!!!!".

 

BRAAAAKKK!!!!!

"ADA AP..."

"PERGI! PERGI! PERGI!"

Indi tidak bisa lagi menahan untuk tidak mengangakan mulutnya selebar mungkin. Siapa yang tidak shock.  Reza. Seorang CEO muda terkaya. Sang Cassanova kelas kakap, sedang berdiri diatas meja, berteriak-teriak seperti ibu-ibu menang arisan dan melemparkan semua benda di dekatnya kearah bawah. Tepatnya kearah seekor kecoa imut. Kecoa yang sepertinya tau jika manusia didepannya takut padanya. Dengan sengaja, mungkin, kecoa itu mengepak-epakkan sayapnya seperti mengancam.

Gue terbang ke lo nih...gue terbang nih...

"INDI! BUNUH KECOA ITU! BUNUH!"

Teriakan Reza membuyarkan Indi dari lamunan absurd nya. Dengan malas dia membuka sepatu dan berjalan ke arah kecoa malang yang sebentar lagi akan mati. Indi mengangkat tangannya keudara dan

PLAAAAK!

Weeerrr! Gagal! Kecoa itu terbang kearah Reza.

"KYAAAAAAAAA!"

'Oh astaga jangan katakan teriakan cewek itu keluar dari mulut yayangnya?!" batin Indi tidak percaya.

"Pfffftttt....Hahahahaha!!!!" Indi tidak tahan lagi. Lepas sudah. Tawanya langsung pecah melihat Reza meloncat-loncat dan berteriak panik saat kecoa imut itu hinggap didadanya. Dasar kecoa usil.

"Indi! Tolong aku! Tolong!!!" teriak Reza dengan brutal mengibaskan tangannya asal.

PLAAAK!

Dan Reza langsung sumringah menatap sadis bangkai kecoa malang yang sudah hancur itu. "MAMPUS!!!"

Sedang Indi kembali  memakai sepatunya. Masih setengah tertawa dia menatap geli Reza yang menginjak-injak bangkai kecoa dengan kejam. Mati aja baru berani.

"Sudah Pak, kasihan. Entar keluarganya balas dendam loh..." goda Indi dan tertawa geli saat melihat muka Reza langsung kembali memucat.

"Ma..mana ada kecoa berkeluarga!" balas Reza mencoba peruntungannya.

"Ih, ga percaya. Ini kecoa kan baunya kan sengit nih, nanti akan sampailah baunya keteman dan keluarganya. Paling bentar lagi datang..." ucap Indi sambil berpura-pura melihat kesekeliling.

"Jangan coba-coba menipuku, Indi. Aku tau kamu yang mau balas dendam, bukannya kecoa! Dan berhentilah membahas kecoa dan semua kerabatnya!" cecar Reza begitu tajam namun kembali naik keatas meja. Bibir Indi berkedut menahan tawa.

"Oke-oke. Maafkan saya. Kalau begitu saya kembali dulu, masih ada kerjaan."

Perkataan Indi mengenai kerjaan langsung menyadarkan Reza akan misi terselubungnya.

"Jangan pergi dulu. Bagaimana kalau ada kecoa yang mau balas dendam padaku. Kau tetap disini. Jangan pergi, titik!" ujar Reza penuh pemaksaan.

Indi menghela napasnya lelah. Anak manja berulah lagi. "Trus, bagaimana dengan pekerjaan saya, Bapak Reza yang terhormat."

Reza terdiam. Bingung sendiri harus berkata apa. Tidak mungkin kan dia bilang jika semua data sebenarnya baik-baik saja. Dan data yang benar sudah berada sejak lama di komputer adiknya.

"Jika tidak ada urusan lagi, lebih baik saya kembali bekerja dan..."

"Pulang saja. Kita pulang saja. Aku akan mengantarmu sekarang. Dan jika kau membantah aku akan memecat seluruh divisi keuangan karena telah lalai dalam bekerja. Mengerti! Sekarang bereskan barang-barangmu, aku tunggu disini." dan Reza langsung berbalik membelakangi Indi yang menatapnya tidak percaya.

Lama keheningan menyelimuti keduanya dan akhirnya suara pintu tertutup memberi tanda salah satunya telah keluar.

"Bodooooooh!!! dasar otak dungu! selalu saja berbuat salah!" Begitu dia telah sendiri, Reza langsung memaki dirinya. Selalu saja salah tingkah jika berada didepan Indi. Dan bukannya berhasil menaklukan, dia malah menambah list kebencian Indi padanya.

Selama perjalanan, Indi total mendiamkan Reza. Apapun yang dikomentari Reza sepanjang jalan hanya dijawab 'hm' saja. Berhubung si pria untuk kali ini menyadari kesalahannya hanya bisa menghela napas pasrah.

Bagai beribu tahun berlalu dalam kecanggungan, akhirnya mereka tiba didepan bangunan apartement Indi. Keduanya sama-sama menghela napas dengan pikiran yang berbeda-beda.

"Mm...kalau begitu saya...turun dulu, Pak. Terima kasih atas tumpangannya." tangan Indi terangkat ingin membuka pintu namun tertahan suara lelaki disebelahnya.

"Tunggu, Indi! Ada yang ingin aku katakan..."

Indi tidak menjawab namun tidak juga beranjak. Menunggu. Dan kali ini Reza tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi.

"Aku...ehm, ingin minta maaf atas kejadian kemarin dan kemarinnya lagi...tidak-tidak! dengarkan aku dulu." pinta Reza saat melihat Indi ingin bicara. Dan gadis itu kembali menutup mulutnya.

"Aku sadar...gadis yang baik-baik dan lurus sepertimu pasti tidak menyukai pria serampangan sepertiku. Kau pasti risih...ya kan?" Reza menatap lurus kedalam mata Indi. Berbalik menunggu jawaban gadis itu.

Sadar jika sebenarnya Reza juga tidak sepenuhnya salah. Hellooooow! pria itu juga tidak tau jika Indi suka padanya, kan?. Menyadari sikapnya yang terlalu kekanakan akhirnya Indi tersenyum kecil namun Reza yakin itu tulus.

"Tidak, Pak. Saya tidak membenci Bapak, kok. Memang saya yang terlalu berlebihan."

Reza langsung memberikan jari kelingkingnya kearah Indi. "Berdamai lagi!"

Kening Indi menyerngit bingung, "Tapi...kita memang tidak pernah bertengkar kan?"

"Ayolah...terima kelingking gantengku ini." rayu Reza yang mau tidak mau membuat Indi tersenyum geli. Apa maksudnya dengan kelingking ganteng.

"Baiklah." Baru juga Indi mengangkat tangannya, Reza langsung mengaitkan jari kelingking mereka berdua dan menarik kelingking Indi untuk hinggap didepan bibirnya. Yah, Reza mengecup ringan jari kelingking Indi. Kali ini gadis itulah yang membeku, terlalu kaget dengan tindakan Reza yang begitu tiba-tiba. Tanpa bisa dicegah, rona merah memenuhi permukaan pipi mulusnya. Untunglah kegelapan didalam mobil menyembunyikannya.

"Mau kuantar ke depan kamarmu?" tawar Reza penuh makna.

Indi langsung menggeleng cepat dan berusaha mengendalikan sisi liarnya yang kembali muncul setelah sekian lama mati suri.

"Tidak perlu. Terima kasih dan Selamat malam!" Indi langsung melesat keluar dengan terburu-buru. Meninggalkan Reza yang terkekeh dibelakangnya.

Reza tak bisa lagi menyembunyikan tawa bahagianya. "Pelan-pelan, Reza. Pelan-pelan saja."

Semenjak untuk pertama kalinya Reza mendengar tawa lepas dan bebas dari gadisnya, Dia bersumpah akan membuat Indi selalu tertawa sebebas itu dan akan menjaga tawa itu agar tetap ada. Karena bagi Reza, Indi beribu-ribu kali lipat semakin cantik saat tertawa lepas. Walaupun dengan mempermalukan dirinya untuk kesekian kali didepan Indi. Mau tidak mau Reza harus tetap berterima kasih pada penyebab phobianya itu, sikecoa yang menjijikan.

Dan Reza yakin malam ini dia akan bermimpi indah, bersama Indi tentunya.

Indi terus berjalan cepat memasuki kamarnya. Matanya menatap sedih jejeran foto-foto Reza yang berserakan dilantai kamarnya yang dingin. Perlahan tubuhnya merendah dan bersimpuh dilantai. Tangannya terulur mengutipi foto-foto itu satu persatu.

"Maaf yah aku terlalu emosi...kalian pasti kedinginan..."

Setelah foto-foto Reza terkumpul semua, gadis itu beranjak berjalan kearah tempat tidur dan memeluk 'Reza' dengan erat didadanya.

"Aku akan menghangatkanmu lagi..." lirihnya pelan

Drrreeet Drreeet

Indi tersentak saat sebuah pesan masuk keponselnya. Dengan malas dia membaca pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Jangan pikirkan pekerjaan. Ini perintah dari atasanmu dan jangan membantah. Tidur yang nyenyak yah...

-Reza-

Dan Indi tidak bisa menghentikan senyumannya sampai dewi mimpi menyapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...