"A...apa...?"
"Menikah
denganku...atau kasusmu akan kita perpanjang sampai ke ranah hukum."
Bahkan Indi
tidak sadar mulutnya sudah menganga dengan luar biasa. Buyar sudah semua
rencana yang dia dan Ika susun tadi malam. Oke! mungkin tidak sepenuhnya
hancur. Awalnya hanya ide agar Reza tergila-gila padanya dan dengan kejam
mencampakkan tunangan brengseknya itu. Disaat mendekati episode akhir, Indi
akan meninggalkan Reza dengan deraian air mata luka. Biar mampus sekalian. Tapi
tetap cinta, kok. Mungkin bisa minta rujuk dilain hari tanpa sepengetahuan Ika.
"Menikah?
Kau gila ya?"
Reza mendengus
kesal. Enak aja ganteng gini dibilang gila, nafsuin...iya. "Menikah
denganku dan kau bisa untung banyak. Dapat suami tampan nan setia...serta nama
baikmu yang kembali dengan utuh, yah masih ada lah lecet dikit, sayang."
"Lalu
bagaimana dengan..."
Tunangan
setanmu?
Indi hanya mampu
melanjutkan pertanyaannya dalam hati. Mau besar kepala sayangnya ini, berasa
diperebutkan dua perempuan. Hanya ada satu perempuan yang boleh ada disamping
Reza sampai mati, yaitu dia...hanya Indi. Perempuan lainnya hanyalah kumpulan
kecoa.
Ya, kan...Reza
sayang?
Indi
menggelengkan kepalanya cepat. Ini tidak baik, cetakan dada berotot dibalik
kaus itu berusaha menarik si jalang keluar. Sial! Dia harus tetap fokus. Ini
harga dirimu Indi, harga dirimu.
"Apa yang
aku dapat dari pernikahan ini selain kau...dan nama baik?"
Indi akan
menampar mulutnya nanti. Kenapa malah pertanyaan seperti itu yang keluar. Apa
tubuhnya sudah tak bisa lagi diatur. Seolah-olah dia sudah...setuju..
Atau memang ini
yang dia inginkan...hati kecilnya...
Menikah...dengan
Reza...menjadi milik pria itu...Istri...
Tanpa sadar Indi
memejamkan matanya. Menikmati lantunan kata Istri didalam kepalanya. Genggaman
tangannya mengerat, memutih. Bagaikan obat perangsang, membayangkan menjadi
istri dari Reza membuat pusat dirinya memanas tanpa bisa dia cegah.
Apa mereka akan
'melakukan'nya setiap hari...tidak! setiap jam atau malah setiap detik...
Perlahan kelopak
itu membuka dengan pandangan yang sudah dipenuhi gairah. Indi menatap langsung
kearah Reza yang
Memandang kecoa.
Dengan resah. Dan gelisah.
Sial!
Indi berdehem
menghempaskan gairahnya pergi. "Reza!"
"Ya,
sayang. Tadi kau bilang apa?"
Syukurlah si
bodoh tampan ini tidak mendengar perkataannya tadi. "Aku bilang aku tidak
mau menikah denganmu!"
Kening Reza
mengerut dan mulutnya mengeluarkan decakan kesal. Kenapa kekeras kepalaan Indi
harus keluar sekarang.
"Aku tidak
menerima bantahan, Indi. Dan tidak akan ada negosiasi apapun. Aku tidak akan
bisa melihatmu meringkuk dipenjara..."
"dan
semuanya karena KAU!" potong Indi emosi.
Reza menghela
napasnya pelan dan melanjutkan, "Iya, aku akui semua salahku, rencanaku
tapi semua sudah terjadi dan diketahui oleh seluruh jajaran direksi. Apapun
yang aku katakan mereka hanya akan menganggap hal itu sebagai bentuk
pembelaanku padamu. Kau mengerti?"
Indi mendengus
kasar, "Dan pernikahan bisa membantu? Entah dari sisi yang mana. Kau kira
aku bodoh?! Kau cukup memberikan data yang asli pada mereka!"
"Sudah
hilang...kehapus." balas Reza dengan cepat.
Mulut Indi yang
masih belum tertutup, membeku. mungkin jika diibaratkan gunung, kepala Indi
sudah meletus sekarang. Kurang ajar sekali kan mulut sitampan ini.
Apa
katanya? Kehapus...
Reza sedikit
khawatir melihat Indi yang terdiam mematung dengan pandangan kosong. Tubuhnya
tersentak saat perempuan cantik itu mulai bergerak, menunduk...meraih sesuatu.
Sial! "I..Indi letakkan..."
Matanya semakin
membola. Tidak! Indi sudah gila. "Indi, letakkan itu!" Reza sedikit
menegaskan suaranya. Siapa tahu ampuh, ga salah kan dicoba.
Dengan pandangan
lurus nanar kedepan, Indi menoleh perlahan kearah Reza. "Kau bilang sudah
hilang..." jeda kalimat Indi bagaikan lagu kematian buat Reza. Wajah pria
itu bahkan sudah memutih.
"...kehapus..."
alis Indi yang terangkat seakan bertanya dan dijawab anggukan pelan oleh si
pria pucat.
Gerakan Indi
yang manggut-manggut pelan terlihat menyeramkan dimata Reza, dan benar saja...
"Baiklah...maka
aku akan menghapus kenyamananmu didunia ini..." tangan Indi mulai menarik
tutup toples kerupuk. Barisan keluarga cemara mulai terbentuk dipintu keluar .
"Keluarlah teman-temanku...bebasla..."
"JANGAAAAAAAAAN!"
Reza langsung
melompat dan memeluk Indi erat, mengabaikan toples kerupuk yang sudah menempel
diperutnya. Yang penting tutup itu tidak sampai terbuka.
"Kumohon
Indi, jangan begini...jangan yah..." mata Reza mencari-cari manik mata
perempuan yang dia cintai.
"Aku
mencintaimu, sungguh. Entah apa yang ada dipikiranmu saat ini aku tidak
perduli, aku akan membuatmu mencintaiku lagi. Berikan aku kesempatan Indi. Aku
hanya...hanya ingin kau jadi istriku..hanya itu walau caraku salah...kumohon
percayalah!" Reza menenggelamkan wajahnya kelekukan leher Indi yang
mematung. Mengabaikan tatapan membunuh dari dalam toples kerupuknya.
Indi memejamkan
matanya dan helaan napas pun terlepas seakan beban sudah mencair. Masalah ini
tidak boleh terus berlarut. Kepala Reza sama kerasnya dengan dia.
"Tunangan. Kau
punya kan? mau dikemanakan dia kalau kita menikah?"
"Hah?"
Reza mengangkat kepalanya dan memandang Indi bingung.
"Ck! Malam
itu, malam saat rencana kencan pertama kita aku mendengar obrolan menyebalkanmu
dengan Arya." Pelukan Reza yang tiba-tiba mengerat ditubuhnya bagai
peringatan awal akan jawaban pria itu. Indi menarik napasnya menguatkan hati.
Menunggu.
Hening.
"AHAHAHA!
Astaga Indi...HAHAHA...!"
Indi mendorong
tubuh Reza, kesal karena pria itu malah tertawa padahal napasnya saja sudah mau
berhenti menunggu rasa pahit yang bakal memenuhi hatinya. Dan Reza malah
tertawa. Keras lagi. Terus saja tidak berhenti.
"Buka nih
toplesnya!"
"Jangan-jangan,
sayang...ehm!" Reza menarik napas dalam-dalam berusaha menetralkan rasa
gelinya. Sudah jelas semua masalah ini karena Indi cemburu, titik. Dan dia
suka, sangat suka. Amin.
"Tolong
taruh toplesnya, sayang. Please!" mohon Reza saat wajah keras kepala itu
muncul lagi.
Dengan setengah
hati Indi meletakkan toples itu kembali keatas meja, dan Reza mampu kembali
bernapas lega. Dengan cepat dirampasnya toples itu dan berjalan setengah
berlari kearah jendela apartemennya.
"Eh..Eh!
Mau dibawa kem..."
BLAM!
"Sudah aman
sekarang." Reza menutup jendela, menepuk-nepuk tangannya dan tersenyum
lebar.
"Kenapa
toplesnya dibuang?!"
Ya. Reza
melemparkan toples kerupuk beserta isinya itu jauh-jauh keluar jendela
apartementnya dengan sadis, entah bagaimana nasib keluarga kecil didalamnya.
Dia tidak mau lagi musuhnya itu menggangu rapat penting dengan pujaan hatinya
ini. Merapatkan pikiran dan juga tubuh tentu saja. Memikirkan itu mencetak
seringai yang tadi sempat hilang semenjak Indi mengeluarkan 'keluarga cemara'
sialan itu.
Indi menatap
horor sosok lelaki yang berjalan mendekat. Aura mesum, gairah dan entah apa
lagi menguar bebas melingkupi tubuh tegap itu.
Mati Aku!
Namun bagai
terhipnotis, dengan kurang ajarnya, tubuh Indi malah bersandar pasrah menunggu
dilahap.
Otak dan tubuh
benar-benar sudah tidak sinkron. Gila. Walaupun otaknya menolak namun tubuhnya
tetap merindu.
Reza yang menyadari
tidak ada penolakan mulai beraksi. Kedua tangannya mengkungkung Indi.
Indi sedikit
melirik tangan kekar yang berada tepat disisi-sisi kepalanya. Bahkan Indi
menyadari jika satu lutut Reza sudah bertumpu disebelah pahanya. Ingin menolak
tapi tidak mau Reza berhenti.
Munafik.
Ya...itu nama lainnya semenjak berpura-pura tidak tertarik pada atasan liarnya
ini.
"Andai saja
kau tau seberapa besar yang kutahan sejak kau berdiri didepan pintuku
tadi....Indi."
'Ya Tuhan....'
"Sebaiknya
aku pulang..." Indi mulai beranjak.
Bruk!
"A..apa
yang..." mata Indi melotot tak percaya.
Reza
mendorongnya. Tepatnya me...menidurkannya.
Kedua bahu Indi
ditekan kuat sampai rebah terlentang diatas sofa. Sedang pria itu sudah
menyeringai ganteng tepat diatasnya.
"Lepaskan
bahu saya, Pak!" sanking gugupnya cara bicara Indi tiba-tiba berubah
formal. Reza menyadari jika wanita dibawahnya ini sudah sangat...sangat gugup.
Dan dia suka.
"Andai kau
tau...berapa tenaga yang harus kukeluarkan untuk menahan agar tidak melumat
bibirmu..." Reza menjilat bibirnya sendiri.
'Brengsek!
Kenapa bagian bawahnya jadi panas begini.' umpat Indi dalam hati.
Tanpa menyadari
dia semakin membuat Indi gila, Reza malah menekan pusat Indi dengan lututnya.
"...dan
'harta'mu ini sudah memanggil belaianku dari tadi...ya kan?" Reza terus
saja bicara, mengabaikan perkataan Indi.
"Emh..."
'Sial!' Indi
langsung menutup mulut kurang ajarnya dengan tangan. Apa pula dia mendesah.
Matanya lagi-lagi melotot menangkap senyum geli yang tergambar diwajah Reza.
Indi dengan cepat memejamkan matanya menahan malu dan berdoa agar Reza
tiba-tiba tertimpa plafon dan amnesia.
Namun sesuatu
yang basah menekan dahinya. Lama. Penuh perasaan.
Matanya terbuka
saat tiba-tiba dengan lembut Reza menarik tubuhnya kembali duduk. Diatas
pangkuan pemuda itu. Kedua tangannya memeluk pinggang Indi erat. Wajahnya
bahkan sudah tenggelam kelekukan leher Indi.
"Syukurlah....hanya
karena itu..."
Indi tersentak
dan mendorong tubuh Reza namun gagal, satu senti pun tak bergerak. Namun kepala
pria itu terangkat. Memandang Indi dengan senyum tulus.
"Masalah
buatku! Bagaimana aku bisa menikahi laki-laki yang sudah
ber...bertunangan..." mata Indi mulai mengabur.
"...dan
kau..." Indi menatap nanar langsung kemata Reza. Menumpahkan semua rasa
sakit dihatinya.
"Mencintainya."
sambung Indi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar