Sabtu, 11 Oktober 2025

20

"A...apa...?"

"Menikah denganku...atau kasusmu akan kita perpanjang sampai ke ranah hukum."

Bahkan Indi tidak sadar mulutnya sudah menganga dengan luar biasa. Buyar sudah semua rencana yang dia dan Ika susun tadi malam. Oke! mungkin tidak sepenuhnya hancur. Awalnya hanya ide agar Reza tergila-gila padanya dan dengan kejam mencampakkan tunangan brengseknya itu. Disaat mendekati episode akhir, Indi akan meninggalkan Reza dengan deraian air mata luka. Biar mampus sekalian. Tapi tetap cinta, kok. Mungkin bisa minta rujuk dilain hari tanpa sepengetahuan Ika.

"Menikah? Kau gila ya?"

Reza mendengus kesal. Enak aja ganteng gini dibilang gila, nafsuin...iya. "Menikah denganku dan kau bisa untung banyak. Dapat suami tampan nan setia...serta nama baikmu yang kembali dengan utuh, yah masih ada lah lecet dikit, sayang."

"Lalu bagaimana dengan..."

Tunangan setanmu?

Indi hanya mampu melanjutkan pertanyaannya dalam hati. Mau besar kepala sayangnya ini, berasa diperebutkan dua perempuan. Hanya ada satu perempuan yang boleh ada disamping Reza sampai mati, yaitu dia...hanya Indi. Perempuan lainnya hanyalah kumpulan kecoa.

Ya, kan...Reza sayang?

Indi menggelengkan kepalanya cepat. Ini tidak baik, cetakan dada berotot dibalik kaus itu berusaha menarik si jalang keluar. Sial! Dia harus tetap fokus. Ini harga dirimu Indi, harga dirimu.

"Apa yang aku dapat dari pernikahan ini selain kau...dan nama baik?"

Indi akan menampar mulutnya nanti. Kenapa malah pertanyaan seperti itu yang keluar. Apa tubuhnya sudah tak bisa lagi diatur. Seolah-olah dia sudah...setuju..

Atau memang ini yang dia inginkan...hati kecilnya...

Menikah...dengan Reza...menjadi milik pria itu...Istri...

Tanpa sadar Indi memejamkan matanya. Menikmati lantunan kata Istri didalam kepalanya. Genggaman tangannya mengerat, memutih. Bagaikan obat perangsang, membayangkan menjadi istri dari Reza membuat pusat dirinya memanas tanpa bisa dia cegah.

Apa mereka akan 'melakukan'nya setiap hari...tidak! setiap jam atau malah setiap detik...

Perlahan kelopak itu membuka dengan pandangan yang sudah dipenuhi gairah. Indi menatap langsung kearah Reza yang

Memandang kecoa. Dengan resah. Dan gelisah.

Sial!

Indi berdehem menghempaskan gairahnya pergi. "Reza!"

"Ya, sayang. Tadi kau bilang apa?"

Syukurlah si bodoh tampan ini tidak mendengar perkataannya tadi. "Aku bilang aku tidak mau menikah denganmu!"

Kening Reza mengerut dan mulutnya mengeluarkan decakan kesal. Kenapa kekeras kepalaan Indi harus keluar sekarang.

"Aku tidak menerima bantahan, Indi. Dan tidak akan ada negosiasi apapun. Aku tidak akan bisa melihatmu meringkuk dipenjara..."

"dan semuanya karena KAU!" potong Indi emosi.

Reza menghela napasnya pelan dan melanjutkan, "Iya, aku akui semua salahku, rencanaku tapi semua sudah terjadi dan diketahui oleh seluruh jajaran direksi. Apapun yang aku katakan mereka hanya akan menganggap hal itu sebagai bentuk pembelaanku padamu. Kau mengerti?"

Indi mendengus kasar, "Dan pernikahan bisa membantu? Entah dari sisi yang mana. Kau kira aku bodoh?! Kau cukup memberikan data yang asli pada mereka!"

"Sudah hilang...kehapus." balas Reza dengan cepat.

Mulut Indi yang masih belum tertutup, membeku. mungkin jika diibaratkan gunung, kepala Indi sudah meletus sekarang. Kurang ajar sekali kan mulut sitampan ini.

Apa katanya?  Kehapus...

Reza sedikit khawatir melihat Indi yang terdiam mematung dengan pandangan kosong. Tubuhnya tersentak saat perempuan cantik itu mulai bergerak, menunduk...meraih sesuatu.

Sial!  "I..Indi letakkan..."

Matanya semakin membola. Tidak! Indi sudah gila. "Indi, letakkan itu!" Reza sedikit menegaskan suaranya. Siapa tahu ampuh, ga salah kan dicoba.

Dengan pandangan lurus nanar kedepan, Indi menoleh perlahan kearah Reza. "Kau bilang sudah hilang..." jeda kalimat Indi bagaikan lagu kematian buat Reza. Wajah pria itu bahkan sudah memutih.

"...kehapus..." alis Indi yang terangkat seakan bertanya dan dijawab anggukan pelan oleh si pria pucat.

Gerakan Indi yang manggut-manggut pelan terlihat menyeramkan dimata Reza, dan benar saja...

"Baiklah...maka aku akan menghapus kenyamananmu didunia ini..." tangan Indi mulai menarik tutup toples kerupuk. Barisan keluarga cemara mulai terbentuk dipintu keluar . "Keluarlah teman-temanku...bebasla..."

"JANGAAAAAAAAAN!"

Reza langsung melompat dan memeluk Indi erat, mengabaikan toples kerupuk yang sudah menempel diperutnya. Yang penting tutup itu tidak sampai terbuka.

"Kumohon Indi, jangan begini...jangan yah..." mata Reza mencari-cari manik mata perempuan yang dia cintai.

"Aku mencintaimu, sungguh. Entah apa yang ada dipikiranmu saat ini aku tidak perduli, aku akan membuatmu mencintaiku lagi. Berikan aku kesempatan Indi. Aku hanya...hanya ingin kau jadi istriku..hanya itu walau caraku salah...kumohon percayalah!" Reza menenggelamkan wajahnya kelekukan leher Indi yang mematung. Mengabaikan tatapan membunuh dari dalam toples kerupuknya.

Indi memejamkan matanya dan helaan napas pun terlepas seakan beban sudah mencair. Masalah ini tidak boleh terus berlarut. Kepala Reza sama kerasnya dengan dia.

"Tunangan. Kau punya kan? mau dikemanakan dia kalau kita menikah?"

"Hah?" Reza mengangkat kepalanya dan memandang Indi bingung.

"Ck! Malam itu, malam saat rencana kencan pertama kita aku mendengar obrolan menyebalkanmu dengan Arya." Pelukan Reza yang tiba-tiba mengerat ditubuhnya bagai peringatan awal akan jawaban pria itu. Indi menarik napasnya menguatkan hati. Menunggu.

Hening.

"AHAHAHA! Astaga Indi...HAHAHA...!"

Indi mendorong tubuh Reza, kesal karena pria itu malah tertawa padahal napasnya saja sudah mau berhenti menunggu rasa pahit yang bakal memenuhi hatinya. Dan Reza malah tertawa. Keras lagi. Terus saja tidak berhenti.

"Buka nih toplesnya!"

"Jangan-jangan, sayang...ehm!" Reza menarik napas dalam-dalam berusaha menetralkan rasa gelinya. Sudah jelas semua masalah ini karena Indi cemburu, titik. Dan dia suka, sangat suka. Amin.

"Tolong taruh toplesnya, sayang. Please!" mohon Reza saat wajah keras kepala itu muncul lagi.

Dengan setengah hati Indi meletakkan toples itu kembali keatas meja, dan Reza mampu kembali bernapas lega. Dengan cepat dirampasnya toples itu dan berjalan setengah berlari kearah jendela apartemennya.

"Eh..Eh! Mau dibawa kem..."

BLAM!

"Sudah aman sekarang." Reza menutup jendela, menepuk-nepuk tangannya dan tersenyum lebar.

"Kenapa toplesnya dibuang?!"

Ya. Reza melemparkan toples kerupuk beserta isinya itu jauh-jauh keluar jendela apartementnya dengan sadis, entah bagaimana nasib keluarga kecil didalamnya. Dia tidak mau lagi musuhnya itu menggangu rapat penting dengan pujaan hatinya ini. Merapatkan pikiran dan juga tubuh tentu saja. Memikirkan itu mencetak seringai yang tadi sempat hilang semenjak Indi mengeluarkan 'keluarga cemara' sialan itu.

Indi menatap horor sosok lelaki yang berjalan mendekat. Aura mesum, gairah dan entah apa lagi menguar bebas melingkupi tubuh tegap itu.

Mati Aku!

Namun bagai terhipnotis, dengan kurang ajarnya, tubuh Indi malah bersandar pasrah menunggu dilahap.

Otak dan tubuh benar-benar sudah tidak sinkron. Gila. Walaupun otaknya menolak namun tubuhnya tetap merindu.

Reza yang menyadari tidak ada penolakan mulai beraksi. Kedua tangannya mengkungkung Indi.

Indi sedikit melirik tangan kekar yang berada tepat disisi-sisi kepalanya. Bahkan Indi menyadari jika satu lutut Reza sudah bertumpu disebelah pahanya. Ingin menolak tapi tidak mau Reza berhenti.

Munafik. Ya...itu nama lainnya semenjak berpura-pura tidak tertarik pada atasan liarnya ini.

"Andai saja kau tau seberapa besar yang kutahan sejak kau berdiri didepan pintuku tadi....Indi."

'Ya Tuhan....'

"Sebaiknya aku pulang..." Indi mulai beranjak.

Bruk!

"A..apa yang..." mata Indi melotot tak percaya.

Reza mendorongnya. Tepatnya me...menidurkannya.

Kedua bahu Indi ditekan kuat sampai rebah terlentang diatas sofa. Sedang pria itu sudah menyeringai ganteng tepat diatasnya.

"Lepaskan bahu saya, Pak!" sanking gugupnya cara bicara Indi tiba-tiba berubah formal. Reza menyadari jika wanita dibawahnya ini sudah sangat...sangat gugup. Dan dia suka.

"Andai kau tau...berapa tenaga yang harus kukeluarkan untuk menahan agar tidak melumat bibirmu..." Reza menjilat bibirnya sendiri.

'Brengsek! Kenapa bagian bawahnya jadi panas begini.' umpat Indi dalam hati.

Tanpa menyadari dia semakin membuat Indi gila, Reza malah menekan pusat Indi dengan lututnya.

"...dan 'harta'mu ini sudah memanggil belaianku dari tadi...ya kan?" Reza terus saja bicara, mengabaikan perkataan Indi.

"Emh..."

'Sial!' Indi langsung menutup mulut kurang ajarnya dengan tangan. Apa pula dia mendesah. Matanya lagi-lagi melotot menangkap senyum geli yang tergambar diwajah Reza. Indi dengan cepat memejamkan matanya menahan malu dan berdoa agar Reza tiba-tiba tertimpa plafon dan amnesia.

Namun sesuatu yang basah menekan dahinya. Lama. Penuh perasaan.

Matanya terbuka saat tiba-tiba dengan lembut Reza menarik tubuhnya kembali duduk. Diatas pangkuan pemuda itu. Kedua tangannya memeluk pinggang Indi erat. Wajahnya bahkan sudah tenggelam kelekukan leher Indi.

"Syukurlah....hanya karena itu..."

Indi tersentak dan mendorong tubuh Reza namun gagal, satu senti pun tak bergerak. Namun kepala pria itu terangkat. Memandang Indi dengan senyum tulus.

"Masalah buatku! Bagaimana aku bisa menikahi laki-laki yang sudah ber...bertunangan..." mata Indi mulai mengabur.

"...dan kau..." Indi menatap nanar langsung kemata Reza. Menumpahkan semua rasa sakit dihatinya.

"Mencintainya." sambung Indi.

Lepas sudah semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...