Sabtu, 11 Oktober 2025

34

 Indi mondar mandir diapartemennya. Menggigiti kukunya dengan gelisah.

‘Bagaimana ini?’

‘Masa dia jadi adik ipar Reza?’

‘Mau kena azab sinetron kalau mereka selingkuh?’

Indi hari ini izin tidak masuk kantor karena perutnya yang mulas sejak tadi malam. Sakit karena pikiran memang sangat tidak enak. Dan Indi selalu mulas dan diare jika pikirannya dipenuhi masalah. Begitupun saat dia sedang putus dengan Reza dulu, kakinya bahkan sampai lemas karena bolak-balik nongkrong di wc.

“Bagaimana ini…kalau nolak bakal dipecat ga, ya?

“Mana Reza belum ada ngabarin lagi sejak tadi malam?”

Ting! Tong!

Indi tersentak saat bel apatemennya berbunyi, ya kali si Maman bisa pencet bel. Menyeret kaki yang masih pegal karena kelamaan duduk di wc, Indi membuka pintu apartemennya.

Begitu pintu terbuka, sosok Reza langsung menghambur memeluknya erat, “Indi…”.

Eh? Kok basah?

Jangan bilang cowok besar ini menangis.

Dengan cepat Indi melepas pelukan reza dan memegang wajah pria itu memastikan, dan benar air mata Reza sudah bercucuran berapa liter. Bahkan sekarang Reza sudah senggugukan. “Ih, kok nangis?!”

Indi dengan cepat menarik tangan Reza masuk kedalam. Ya kali dibiarin, bisa malu dia punya pacar ganteng tapi cengeng, apa kata tetangga nanti.

“Ini lap airmatanya, ingus juga tuh udah tumpah-tumpah!” Indi menyerngit jijik sambil memberikan tisu ketangan Reza.

“Kamu ga romantis banget sih, kalo pacarnya sedih dihibur dong..” ucap reza sambil membuang ingusnya di tisu.

Dengan wajah tak tega Indi menepuk-nepuk punggung Reza bermaksud menghibur. “Cup cup,,,udah ya nangisnya nanti ditangkap polisi, lho!”

Reza mengabaikan mulut minim perasaan pacarnya ini, mengusap airmatanya sampai kering, menghela nafas lelah, dan memijit keningnya “Kepalaku pusing karena nangis terus.”

“Lagian siapa suruh nangis, aku aja enggak!”

Hening.

Reza masih memijit kepalanya dan Indi masih menepuk-nepuk punggung Reza yang entah apa gunanya.

“Di, jadinya kita gimana? Kamu ga boleh setuju tunangan sama Arya, ya. Tolak aja!”

“Ya maunya sih gitu tapi kan kalo Bu Ratna tersinggung karirku bisa terancam.” Apalagi baru terima tunjangan baru yang lumayan bisa beli tas mahal 3 biji.

“Ga bakalan. Sebenarnya tadi malam aku sudah mengakui hubungan kita ke Ibu…”

“Apa?! Serius? Trus apa kata Bu Ratna?”

“Ga ada. Ibu diem aja.”

Indi mengangkat tangannya keatas dengan frustasi, “Tuh kaaaann, tamat sudah riwayat karirku!”

“Lagian kan kita bisa ngomongin ini pelan-pelan, Za. Arya juga kan pasti bujuk ibumu juga, dia sudah punya wanita yang dia cintai. Arya ga akan diam aja!” Indi gemas bukan main sama pacarnya ini.

“Udah terlanjur. Nanti aku akan bicara lagi ke Ibu. Aku akan terus berusaha buat meyakinkan Ibu untuk merestui hubungan kita.”

“Za..” jadi Indi kan yang kini mau nangis. Tepatnya nangis karena sebal akan Reza yang terburu-buru.

“Enggak, Di. Untuk hubungan kita aku ga akan bersabar. Aku akan terus berusaha meyakinkan Ibu. Kamu duduk manis aja, biar aku yang bereskan, ya?” Reza sudah bertekad dan percuma saja bicara lagi kalau sudah dalam mode kepala batu.

“Ngomong-ngomong kamu ga kerja?”

Indi mengamati penampilan Reza dari atas sampai bawah, “Kamu juga?”

Dan mereka sama-sama tertawa pelan karena tidak tahu jika  satu sama lain tidak masuk kantor tapi tetap bertemu. Seperti sudah ada ikatan batin.

Reza menangkup wajah Indi dan menciumnya lembut, “Untukmu aku tidak akan bersabar, Di. Aku ingin segera bisa memilikimu sebagai istriku.”

Mata Indi berkaca-kaca dan mengangguk pelan saat Reza meminta mereka berjuang bersama.

Dan kedua bibir itu pun kembali bertemu. Menari pelan meluapkan emosi yang bercampur dengan cinta. Saling mengirimkan rasa rindu, pasrah, semangat dan ikatan dalam kulumannya. Indi dan Reza semakin terhanyut akan ciuman mereka sampai,

“APA-APAAN INI!”

“Ar..”

BUGH!

Ardi mendekat dengan cepat dan menghantamkan tonjokannya tepat kewajah Reza. Begitu kuatnya sampai Reza terpental dan menghantam meja kaca sampai pecah.

Indi menjerit ketakutan melihat Ardi yang kembali mendekati Reza dan menendang perut pria itu dengan keras sampai Reza terbatuk keras dan memuntahkan liurnya, Reza meringkuk kesakitan karena menahan rasa sakit diperutnya.

“Abaaang, jangaan!” Indi menahan tangan Ardi yang belum selesai menghajar Reza.

“Bangsat lo, ya! Anjing!” Indi yang menahan malah ikut terseret tubuh Ardi yang jauh lebih besar darinya.

“Ukh, Mas Ar, tunggu…” Reza berusaha berdiri dengan masih memegang perutnya.

“ABANG!” tak tahan Indi membentak Ardi, dan membuat pria itu melihat penuh ke adiknya dengan mata memerah.

“Lo berani bentak gue demi cowok brengsek ini?! Lo tau kalo cowok yang lo bela ini tukang main perempuan, hah!”

Tanpa bisa ditahan, Indi langsung menangis mendengar perkataan Ardi. Hatinya begitu sakit. Baru kali ini abang yang sangat menyayanginya berkata kasar. Bahkan abangnya tidak mau repot-repot menurunkan kuat suara bentakannya.

“Keluar lo!”

“Mas, gue bisa jelask…”

“KELUAR!”

“Ar..”

“KELUAR, BANGSAT!” Ardi melempar vas bunga keramik dan menghantam tepat ketangan Reza.

Reza menatap dalam Indi yang menangis senggugukan disebelah Ardi. Sungguh dia tidak rela meninggalkan Indi yang begitu terlihat rapuh, namun berada disini pun tidak bisa membantu apa-apa. Reza menunduk, mengucap,

“Maaf…” dan berjalan keluar.

Ardi yang masih dilanda emosi menyugar rambutnya keatas dan menolak untuk melihat Indi yang masih menangis. “Siapin baju-bajumu, ikut abang pulang.”

“Bang…”

“Sekarang, Indi.”

Suara tajam Ardi membuat Indi takut, perlahan gadis itu menyeret kakinya dan pergi kekamarnya.

“Sial!” Ardi memaki dirinya sendiri karena sudah membuat adiknya ketakutan dan menangis. Karena terlampau emosi dia tidak bisa menahan tajam lidahnya. Tapi Ardi melakukan ini demi kebaikan Indi. Dia harus tega. Yah, demi kebaikan Indi.

Didalam kamar Indi berkali-kali mengusap airmatanya yang terus mengalir. Pandangannya menjadi buram dan sudut matanya sudah terasa perih, mungkin sekarang sudah memerah. Dengan asal dia memasukkan baju-bajunya. Entah baju yang mana yang dia bawa. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada Reza, hatinya masih terasa sakit karena abangnya. Ardi yang selalu memanjakan Indi selama ini kini membentaknya dengan kasar.

“Abang jahat!”

“Abang jahat!”

Ardi mendengar rajukan Indi dari balik pintu kamar Indi yang setengah terbuka. Hatinya juga sakit melihat Indi yang marah kepadanya. Perlahan pria itu masuk dan membuat adiknya berhenti bicara.

“Di.”

“…”

“Abang minta maaf, ya!”

“…”

“Abang begini demi kebaikanmu.”

Tidak terima Indi menatap tajam abangnya dengan mata yang masih buram karena airmata.

“Kebaikan aku yang mana, Bang? Aku hanya jatuh cinta? Apa itu salah?” Indi marah dan ingin melawan abangnya tapi yang keluar hanya suara yang bergetar dan isakan yang semakin menyayat hati Ardi.

“Orangnya yang salah! Abang sudah dari kuliah kenal dengan Reza, Di! Dan abang tau sepak terjangnya selama ini, dia itu penjahat kelamin, Di! Tukang jajan! Gonta-ganti perempuan!”

Ardi menarik nafasnya sebelum melanjutkan, “Dan kenapa pula kamu bisa jatuh cinta dengan orang seperti itu, Di!”

Ardi mendekat dan bersimpuh didekat kaki Indi yang masih terisak.

“Abang sayaaaang banget sama kamu, Di. Adek kecil abang…” Ardi tersenyum lirih sambil mengusap airmata Indi yang masih setia mengalir.

“Kamu tanggung jawab abang setelah orangtua kita ga ada. Selama ini abang percaya sama kamu, memberimu kebebasan memilih jalan hidup karena abang ga mau kamu merasa abang batasi.”

Indi melihat mata Ardi yang memerah dan membuatnya kembali terisak, kok abangnya ikutan nangis, sih? Kan dia jadi sedih lagi.

“Tapi aku cinta sama Reza, bang. Dia juga sahabat abang kan? Dia udah berubah kok bang!”

Ardi tersenyum mendengar rajukan dan getaran disuara Indi, “Dia memang sahabat abang,Di. Karena itu abang tau Reza luar dalam. Ga secepat itu orang akan merubah kebiasaannya. Kalau bosan dia akan selingkuh didepanmu. Apa kamu yakin kalau dia, cuma penasaran sama kamu?”

Indi terdiam. Hatinya galau. Memang benar ini terlalu cepat bagi Reza untuk berubah. Beberapa bulan yang lalu dia masih bercinta dengan karyawati dikantor, kan.

“Kalau memang dia serius, dia akan datang ke abang, dan abang akan menilai apa dia serius atau tidak denganmu, ya? Sekarang mandi biar abang yang beresin bajumu, ok?” Ardi membelai rambut Indi sayang.

Indi menghapus airmatanya dan mengangguk patuh.

Dalam hati Ardi berucap syukur. Untuk saat ini dia tidak akan berdebat dengan Indi. Dia tahu adiknya pintar dan pasti mempertimbangkan ucapannya. Pelan-pelan dia akan menjauhkan Indi dan Reza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...