Sabtu, 11 Oktober 2025

35

Bu Ratna dan Pak Mahendra terkejut saat pintu kamar mereka terbuka tiba-tiba. Untuk tidak sedang aneh-aneh. Dan lebih terkejut lagi melihat memar disudut bibir Reza.

“Reza?”

Pak Mahendra menegur putra tertuanya yang berjalan tertatih mendekati mereka seperti zombie yang mengincar otak.

“Yah, aku pinjam ibu.” tanpa menunggu jawaban ayahnya, Reza langsung menghambur bersimpuh memeluk pinggang Ibunya, pipinya dia sandarkan dipaha Ibunya.

Melihat itu ayahnya ingin bicara namun telunjuk istrinya kini berada dibibir wanita itu dan memejamkan matanya mengirim kode agar suaminya memberi waktu ibu dan anak deep talk.

Pak Mahendra tersenyum dan perlahan keluar kamar, menutup pintu.

“Kamu kenapa, Nak?” Bu Ratna memulai pembicaraan. Tangannya membelai bayi besarnya yang saat ini terlihat begitu rapuh dan kesakitan.

“Ardi tadi mukul aku..”

Bukannya marah, Bu Ratna malah mengulum senyum geli. “Kenapa?”

“Ketauan cium Indi, tadi diapartemennya.”

“Hah! Kamu tadi ketempat Indi, pantesan dipanggil sarapan ga nongol.”

“Bu! Bukannya kasihan, ibunya malah bahas sarapan.

Bu Ratna terkekeh pelan, “Kalau ibu jadi Ardi juga pasti mukul kamu, Za. Karena berani-berani cium adiknya.”

“Tapi kan...kami sahabatan. Harusnya dia dukung dan kasih restu ke aku dong bukan malah marah-marah.” Reza tak terima, lupa jika buku kumpulan dosa-dosanya sudah dihapal Ardi luar kepala.

“Ya, kamu jangan nyerah dong. Jujur Ibu senang kamu kali ini serius menjalin hubungan, benar-benar mencintai seorang wanita. Apalagi itu Indi, bahagia Ibu jadi dobel!”

“Trus aku harus gimana, Bu. Hati aku sakit banget waktu lihat Indi tadi nangis.” Reza menenggelamkan wajahnya dipaha sang ibu.

“Ya perjuangkan. Kamu tunjukkan jika kamu memang serius dengan Indi. Tunjukan ke Ardi kalau kamu sudah berubah. Saran Ibu kamu temui Ardi dengan jantan dan minta Indi secara resmi padanya.”

“Kalau…dipukul lagi?”

“Yah, sudah resiko. Siapa suruh bandel jadi laki-laki!”

Reza mengangkat kepalanya dan menatap ibunya dengan kesal, “Bu, ini masih sakit, lho!” Reza menunjuk biru lebam disudut bibirnya. “Masa mau ditambah lagi!”

“RE.SI.KO.MU!”

“Udah sana keluar, Ibu udah ngantuk!” Bu Ratna membuat gerakan mengusir ayam dan mendorong-dorong tubuh besar anaknya.

“Ibu kandung rasa ibu tiri ya gini!” sambil menggerutu Reza menyeret kakinya keluar kamar.

Begitu pintu kamar tertutup, Reza bertekad akan mendatangi Ardi dan bersikap jantan menghadapi calon abang ipar sialannya itu. Tangannya sudah terkepal didepan dada menunjukkan jika tekadnya sudah bulat.

“Jangan halangin pintu bisa? Ayah ga bisa masuk!” Pak Mahendra mendorong tubuh Reza yang menutupi jalan. Dan dengan santai masuk kekamar, membanting pintu kamar didepan hidung putranya.

“Ck, bapak tiri!”

 

Tarik…buang…tarik…buang…

Reza menatap horor bangunan yang berdiri kokoh didepannya seperti gambaran neraka. Padahal dari rumah dia sudah menumpuk tekat penuh bahkan sampai luber-luber tapi begitu sampai didepan kantor Ardi, nyalinya malah ciut.

Baru kali ini dia merasa jika Ardi itu menakutkan. Ternyata rumor dikampus dulu benar jika Ardi itu menyeramkan kalau marah. Karena mereka berteman jadi Reza tidak pernah ambil pusing.

“Permisi, Pak. Ada yang bisa dibantu. Dari tadi saya lihat bapak berdiri disini terus. Apa bapak mau nawarin barang jualan ke pegawai sini?” sapa ramah seorang sekuriti.

Hah?

Jualan?

Emang dia sales?

“Oh enggak, Pak. Saya mau bertemu dengan Pak Ardi.”

Sekuriti itu manggut-manggut semangat, “Oh Pak Ardi baru aja masuk. Bapak bisa bertanya resepsionis di lobi untuk diantarkan.”

“Iya, Pak, diantarkan ke neraka..”

“Kenapa, Pak?”

“Oh, enggak Pak, kalau gitu saya masuk dulu. Permisi.” Reza bernafas lega. Untung saja sekuriti itu tidak mendengar gumamannya.

 

Dan dengan cepat Reza sudah diarahkan kelantai dimana ruangan Ardi berada. Catat diantarkan. Ternyata wajah tampan banyak gunanya.

“Silahkan, Pak. Pak Ardi sudah menunggu didalam.”

“Terima kasih” tanpa basa basi Reza langsung berjalan keruangan yang ditunjuk mbak-mbak modus tadi.

Tarik…buang…Tarik…buang….

Merasa siap fisik dan mental, Reza mengetuk pintu.

“Masuk!” dan suara besar Ardi kembali menyiutkan nyalinya. Namun kalau tidak masuk, gengsinya bisa hancur.

“Permisi.”

 

 

Dan disanalah sosok calon abang iparnya itu, duduk dengan mata setajam elang menatap padanya seperti melobangi keningnya.

“Ar…”

“Berani juga lo kesini, salut gue.”

Reza yakin itu adalah sindiran bukan pujian.

“Gue…gue…”

Ardi tidak ada niatan menyuruh Reza duduk. Dia harus bisa membuat Reza tahu diri dan mundur dengan sendirinya.

“Lo cinta sama adek gue?”

“Sangat. Satu-satunya.” Jawab Reza mantap.

Ardi mencibir, “Huh satu-satunya…”

“…”

“Sejak kapan lo suka Indi?”

“Sejak pertama dia menginjakkan kakinya di perusahaan gue.”

Ardi manggut-manggut, “Kapan terakhir lo ‘main’ sama perempuan?”

Reza memucat. Dia terdiam.

Ardi yang sudah bisa menebak tertawa sinis. “Reza..Reza, gue tau tabiat lo. Padahal cewek yang lo bilang sangat lo cintai, cuma berjarak beberapa meter. Tapi lo masih bisa ngeseks sama cewek lain kan? Bantah gue kalo salah?”

Perkataan Ardi sontak membungkam mulut Reza. Dalam hati dia memaki dirinya sendiri yang memiliki nafsu seperti setan.

“Sekarang lo keluar dan jangan pernah lagi temuin Indi. Gue akan ngurus permohonan resign Indi sama Om Mahendra. Gue masih bisa cariin dia kerjaan lain yang lebih bersih.” Ardi kembali menekuni berkas dimejanya seakan tidak ada seseorang diruangan itu selain dirinya.

Reza masih terdiam. Shock. Marah. Kesal karena tidak mampu membela diri. Ya, dia memang kotor. Indi bersih. Dan gadis itu berhak memiliki pasangan yang sama bersih dengannya. Perlahan Reza pun melangkah dengan gontai dan keluar dari ruangan Ardi.

Sepeninggalan Reza, Ardi membanting berkas ditangannya dengan kesal. dia benar-benar dilema kalau Reza anak baik-baik pasti dia dengan senang hati menerima pria itu atau malah dia jodohkan dengan adiknya. Tapi ini, walaupun sahabat tapi Ardi tetap ingin yang terbaik untuk adiknya. Cowok baik-baik dan bukan penjahat kelamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...