Sabtu, 11 Oktober 2025
02_Janda Labil
“Ini Dok, kopinya…”
“Makasih ya, Cantik.”
Jemari ramah itu dengan berani mengusap pipi yang terlihat semakin merona. Dengan malu-malu diakhiri cekikikan, gadis itu pergi menjauh dengan berlari kecil.
Pria tampan yang ditinggalkan menatap geli dan langsung menyambar kopi yang sudah tergeletak manja diatas meja. Menyerumput sedikit dan menyerngit jelek.
“Ga enak!” ucapnya kesal.
Kecewa dengan kopi buatan perawat bahenol yang dia goda tadi. Kevin langsung mencoret nama perawat tadi dari list calon penghangat ranjangnya.
“Bikin kopi aja gak bisa, payah!”
Dengan kesal Kevin memakai kacamata bacanya, memeriksa laporan kesehatan pasien yang tertumpuk lumayan banyak dimeja. Nasib menjadi dokter tampan yang laris manis. Walau capek tapi bahagia. Rejeki lancar, hati pun senang.
BRAAKK!!
“Astaga!” Kevin mengurut dadanya, kaget.
“Kuntilanak ini, gak pernah ya datang gak banting pintu!”
Tidak peduli dengan kemarahan pemilik ruangan, Yuri berjalan cepat dan langsung meminum kopi gagal yang masih bertengger diatas meja sang dokter. Sampai habis.
Kevin melongo dengan mulut terbuka menatap bagai gerakan lambat saat Yuri mendesah lega dari dahaga, mengusap mulutnya puas dengan punggung tangan.
“Enak!” cengir Yuri dengan acungan jempol bak iklan tivi.
Kevin menggeleng pelan, takjub sekaligus jijik. “Dasar selera rendah!”
Yuri yang terbiasa dengan mulut pedas sahabatnya ini malah nyengir dan duduk bersandar dikursi dengan kaki menyilang lebar. Persis bapak-bapak.
“Ck! Wajar aja diselingkuhi laki, duduk aja masih lebih anggun waria.”
“Mantan, Anying!” maki Yuri bersamaan dengan sepatu yang dilempar.
Sigap karena sudah sering dilempari barang oleh Yuri, Kevin menangkap flat shoes itu dengan sangat akurat.
“Balikin!”
Bahkan sebelum Yuri meminta kembali sepatunya Kevin sudah berjalan pelan dan berjongkok. Memakaikan kembali sepatu Yuri. Bagai seorang pangeran.
“Sepatu lo bau banget sih!”
Namun sayang mulut sambal itu masih belum dicuci.
Kevin berdiri dan memilih duduk disebelah Yuri. Tahu jika sesi curhat sebentar lagi akan dimulai. Kevin menyesal seharusnya tadi dia membeli keripik bumbu micin sebagai pelengkap drama.
“Apalagi sekarang?”
Yuri menoleh dengan wajah merana. Menyesali jika bibir pedas itu harus sepaket dengan wajah adonis didepannya. Andai dia tahu jika semua itu hanya Kevin berlakukan padanya.
“Aldi bilang dia cinta gue.”
Kevin menguap, “Bukannya tiap hari dia bilang begitu?”
Yuri terdiam menatap bunga hiasan diatas meja seakan bunga itu ikut merana bersamanya. “Iya, dan setiap dia melakukan itu jantung gue selalu berdebar….ingin rasanya menjawab jika gue juga mencintainya…tapi…gue takut…”
“Lebay!”
Yuri yang kesal memukul bahu Kevin, “Orang lagi serius dibecandain mulu sih!”
“Siapa yang bercanda. Gue juga serius!”
Kevin menarik tangan kanan Yuri dan menggenggamnya. Hangat itulah yang Yuri rasakan.
“Hubungan kalian ini tidak sehat, Yuri. Kalian harus segera mengambil keputusan mau lanjut atau berakhir. Gak bisa selamanya seperti ini. Dibilang jomblo enggak, pacaran juga enggak!”
Kevin menarik napasnya sebelum melanjutkan, “…akan semakin sakit jika terlalu lama seperti ini. Dan ini berlaku untuk kalian berdua. Gue yakin apa yang dilakukan Aldi dulu murni khilaf tanpa pakai hati. Sebagai laki-laki pemuja wanita gue berani menjamin. Sekarang balik ke elo…mau percaya dia lagi atau berhenti.” Kevin mengusap pelan tangan Yuri yang masih berada digenggamannya, tanpa sadar.
“Laki-laki itu lahir kembar tiga lho.”
Yuri menyerngit heran namun bibirnya mengukir senyuman. Menanti lelucon basi yang biasa diucapkan sahabat tampannya ini.
“Apa aja?” tanya Yuri penasaran.
“Bayi.”
Yuri mengangguk.
“Ari-ari.”
Anggukan lagi.
“dan….Khilaf.”
“ HAHAHAHA!” Pecah sudah tawa Yuri. Air mata bahkan mengintip disudut matanya.
“Dan mantan lo itu baru bertemu dengan kembarannya dua tahun yang lalu, mungkin dari acara tali kasih?” lanjut Kevin mengabaikan jika tawa Yuri semakin berderai parah.
“La…lalu lo gimana? Banyak banget berarti kembaran cowok brengsek seperti dr. Kevin ini?” tanya Yuri disela tawanya.
“Enak aja. Khilaf itu hanya terjadi pada kami laki-laki yang sudah berkomitmen. Sedangkah gue…belum! Kalo gue udah nikah nanti, kembaran ketiga gue itu bakal gue bunuh dan bakar sampai tak bersisa. Jelas?!”
“Hahaha…jelas pak dokter ganteng. Sekarang izinkan hamba yang hina ini buat balik ke habitatnya.”
Yuri beranjak berdiri dan berjalan keluar. “Ah…terima kasih sarannya yah dokter ganteng…hadiah cium khusus dari saya buat anda. Muaaaaaah!”
Suara tawa geli Kevin terhenti saat pintu didepannya sudah tertutup. Matanya menatap lurus dengan tatapan yang sulit diartikan.
Yuri menyempatkan diri membeli gorengan di depan Rumah Sakit tempat sahabatnya bekerja. Buat cemilan wajibnya jam sepuluh nanti.
Kebiasan ini memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari. Mengunjungi Kevin yang bekerja tepat diseberang kantornya. Membeli gorengan dengan Bakwan yang banyak karena tahu jika jam sepuluh nanti dialah yang akan dikunjungi sahabatnya.
Yuri menyeberang setelah yakin jalanan sudah kosong. Dengan berlari kecil wanita itu memasuki pekarangan salah satu kantor, tempatnya bekerja.
“Habis ziarah ke dr.Kevin lagi?”
Yuri terkekeh mendengar candaan nyinyir perempuan disebelahnya. Ayu, salah satu mahluk ciptaan Tuhan selain Kevin yang diberkahi mulut setan.
“Hehehe…iya, Yu! Kapan-kapan lo main juga keseberang dong. Kevin nanyain lo kapan datang bawa serabi lagi?”
“Nanti! Nunggu kuburannya digusur dulu. Maruk amat ya temen lo itu. Ganteng sih ganteng, pake banget lagi. Tapi rakusnya itu bikin semua imajinasi gue buyar!” keluh Ayu mengingat serabi kiriman ibunya dari kampung hanya tinggal remahan sisa. Dan semua itu salah Kevin.
“Berarti nanti lo kabur lagi pas dia datang?” Yuri semakin semangat menggoda. Sepertinya Ayu cocok bersanding dengan sahabatnya. Pasti hidup mereka lucu sekali. Penuh warna. Warna hitam dan merah darah.
“Ih ngapain kabur…gue ada Surat Tugas ke Bogor dong. Bentar lagi juga jalan meninggalkanmu sendiri disini. Nanti makan siang pesen online aja, kasihan lo ga ada temen.”
Yuri menatap haru rekan kerjanya ini. Sesambal-sambal koreknya mulut temannya ini, hatinya benar-benar malaikat.
“Iyah…gampang.”
“Yowes, gue jalan dulu yah. Udah di WA Bu Pudji.”
“Oke.”
Yuri menggeser bungkusan gorengannya kepinggir meja dan mulai membuka berkas-berkas yang harus diselesaikannya sebelum jam istirahat.
Hanya suara ketikan dari beberapa komputer yang terdengar diruangan itu. Sesekali terdengar suara semprotan pewangi ruangan otomatis yang selalu sukses membuat Yuri kaget jika harus lembur sampai larut malam.
Drrtt…Drrtt!
Tanpa mengalihkan matanya dari layar komputer, Yuri meraih ponselnya yang diatur dalam mode getar. Namun efeknya sampai menggetarkan seluruh bagian mejanya. Ponsel yang luar biasa.
Al : ‘Maksi bareng yuk, Sayang!’
Lengkungan senyum terbit disisi kanan bibir Yuri. Pesan dari Aldi sangat pas sekali hari ini. Disaat teman makan siangnya tidak ada. Dengan lihai dia menggetikkan pesan balasan.
‘Dimana?’
Bukan pesan balik yang masuk tapi nada panggil yang terdengar. Berdecak sok kesal tapi senang bukan main, Yuri mengangkat panggilan Aldi.
“Kangen...” suara Aldi terdengar manja diseberang sana.
“Kan baru ketemu tadi pagi, kemaren juga nginap kan?” walaupun harus tidur di sofa ruang tamu lanjut batin Yuri.
“Bukan kangen ketemunya…tapi kangen pengen jadi suami kamu lagi...”
Yuri mendesal lelah. “Mulai lagi yah, aku tutup nih!”
Tawa geli terdengar disana. Tanpa Yuri tahu jika Aldi lagi-lagi menahan sakit atas penolakannya.
“Bercanda, Sayang…tapi jadi yuk makan siang bareng. Aku ketemu tempat ngopi bagus kemaren. Cafenya kaca semua…kalo malam pasti bagus banget.”
“Dan hujan…” lanjut Yuri teringat momen saat kencan mereka dulu sebelum menikah dan kemudian bercerai.
“Iyah…hujan…”
Keduanya terdiam cukup lama dengan pemikiran masing-masing, mengabaikan pulsa yang terus menipis.
“Terus aja diam. Abaikan jeritan pilu anak-anak abg pemuja pulsa dan kuota diluar sana.”
Yuri tersentak dan langsung menoleh keseseorang yang sudah duduk dikursi Ayu sambil memakan gorengan Bakwan.
“Eh kapan lo datang? gak denger gue..”
“Siapa?” tanya Aldi penasaran.
Yuri memukul jidatnya melupakan jika dia masih tersambung dengan Aldi.
“Ini ada Kevin.”
Terdengar helaan keras dari Aldi. Yuri sadar jika Aldi tidak suka dengan kedekatan dirinya dengan sang dokter cabul yang sedang asyik membuka-buka majalah milik Ayu.
“Kamu masih ketemuan sama dia? Dia itu pria brengsek, Yuri. Nanti sialnya kamu yang jadi korban!”
Entah kenapa Yuri sedikit kesal jika ada seseorang yang mengata-ngatai sahabatnya. Bagaimanapun Kevin-lah yang dulu membantunya melewati masa-masa sakit walaupun mereka baru saling mengenal. Seperti sudah ada ikatan sejak awal yang tercipta diantara mereka berdua.
“Jika dia brengsek, lalu sebutan untukmu apa?” Yuri melirik kearah Kevin. Yuri tahu walaupun Kevin pura-pura cuek, pasti pria itu sadar jika sedang dibicarakan.
“Aku makan siang dengan teman kantorku hari ini. Ada acara perpisahan pegawai. Jadi hari ini aku tidak bisa menemanimu.” Balas Yuri dingin mengakhiri pembicaraannya dengan Aldi.
“Yuk jalan!” Kevin beranjak berdiri mengabaikan kebingungan Yuri.
“Kemana?”
Menatap Yuri malas, Kevin mengarahkan kepalanya kearah jam yang menunjukkan waktu 11.45. “Istirahat, Kunti.”
“Tapi belum jam 12?” Yuri tidak menyangka waktu berjalan secepat ini. Atau dia yang telponan terlalu lama.
Kevin berdecak kesal. “Lo beres-beres tas sama turun kebawah aja udah 10 menit. Belum lagi ditambah pipis dulu!”
“Hehe..iyah. Tungguin yah…gue pipis dulu. Lo traktir ya!” Yuri berbicara sambil berjalan menjauh.
Kevin hanya tersenyum kecil melihat tingkah sahabatnya. Sadar jika beberapa pasang mata memperhatikan dirinya dan berusaha mencuri perhatian, Kevin menoleh ke segerombolan gadis plus anak PKL yang berkumpul disatu meja.
Dengan satu kedipan mata, teriakan genit dan gatal menggema keseluruh ruangan membuat seorang pria tua dipojok ruangan menggeram kesal. Untung mau istirahat jadi dia bisa segera keluar.
“Yuk, makin lama lo disini makin berisik ini kantor.” Seru Yuri menarik tangan Kevin.
Dadahan dan ucapan sampai jumpa cantik menambah kebisingan diruangan yang akan mereka tinggalkan. Yuri memutar bola matanya kesal.
“Tiap lo kesini pasti berisik. Kalo gak bertengkar sama Ayu, ya godain cewek-cewek sampe jejeritan gak jelas kayak tadi! Sini kunci mobil lo!”
“Ini namanya memanfaatkan ciptaan Tuhan dengan maksimal atau bahasa kerennya mensyukuri.” Jelas Kevin sambil menyodorkan kunci mobilnya.
Sebenarnya Kevin suka-suka saja men-traktir kuntilanak kesayangannya ini namun dia juga tidak menolak jika Yuri ingin menunjukkan perannya sesekali sebagai ajang balas budi. Contohnya sekarang, jadi supir.
Keduanya masuk kemobil Kevin yang didesain untuk orang pelit seperti dirinya. Hanya cukup untuk dua orang saja. Omelan berderai indah memenuhi mobil saat Yuri menginjak pedal gas agak dalam dan membuat mobil berdecit, belum lagi atraksi rem mendadak. Maklum belum pernah bawa mobil bagus semacam Ferrari.
Aldi memukul stir mobilnya dengan keras saat melihat sosok yang dirindukannya malah masuk ke mobil pria lain dan pergi menjauh.
Memacu mobilnya dengan gila karena takut Yuri marah akan komentar buruknya tadi pada Kevin. Aldi ingin minta maaf dan akan berusaha merayu Yuri kembali. Namun apa yang dia lihat barusan begitu membuat hatinya marah dan sakit.
Dia tahu Yuri berbohong tentang acara makan-makan dikantor. Kebiasaan jika wanita yang amat sangat dicintainya itu berbohong adalah berbicara cepat tanpa intonasi. Seperti robot.
“Brengsek!”
Aldi menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Berusaha menetralisir amarahnya agar tidak melakukan hal-hal yang akan merugikan dirinya nanti.
Dua tahun. Dua tahun waktu yang dia butuhkan untuk bisa mendapatkan maaf dari mantan istrinya. Perlahan mendekati dan memenuhi hari-hari wanita itu tanpa jeda. Berharap membuat wanita itu bergantung lagi padanya. Dan baru dua bulan ini hubungan mereka beranjak lebih jauh. Mereka kembali bisa berpelukan bahkan berciuman. Betapa bahagia hati Aldi saat malam dia dimintai tolong oleh Yuri mengangkat galon air karena kebetulan dia sedang mampir. Bersyukur karena Tuhan menurunkan hujan deras dan membuat padam semua lampu. Yuri yang memang takut gelap tanpa kata ingin jika Aldi tidak pergi. Aldi mengerti dengan keterdiaman wanita itu tiba-tiba. Dengan lancang tangan Aldi menarik mantan istrinya kedalam pelukan. Menenangkan wanita itu. Membisikkan kata-kata penenang dari rasa takut. Tapi setelah lampu menyala Aldi harus rela melepaskan kembali dekapannya pada Yuri karena wanita itu menolak tubuhnya. Apa Yuri masih jijik padanya?
Didalam lamunannya bibir Aldi terukir senyuman. Semenjak malam itu tidak ada lagi rasa canggung dihatinya. Tangannya mulai bisa menyentuh, membelai dan menggenggam mantan istrinya. Dan betapa bahagia saat Yuri membiarkan semua tindakannya.
Mengingat ciuman pertama mereka setelah lama tidak bersentuhan membuat senyumnya semakin merekah. Debaran ini lebih terasa daripada saat mereka berpacaran dulu. Lebih menggoda daripada saat Yuri masih menjadi istrinya. Semakin nikmat saat sadar siapa yang telah menggenggam hatimu begitu utuh. Bahkan wanita tercantik pun kini terlihat samar dimatanya. Hanya cintanya yang nyata. Hanya Yuri.
“Yuri…” nama itu meluncur indah dari sela bibir Aldi.
Tok!
Tok!
Aldi tersentak kaget dan langsung membuka mata saat seorang tukang parkir mengetuk. Aldi menurunkan kaca mobilnya.
“Maaf, Pak! Mengganggu tidurnya tapi dijalur ini tidak boleh parkir.” Sapa ramah pria tua yang mengira jika Aldi sedang tidur.
“Oh maaf, Pak. Saya akan pindah.”
Namun bukan pindah tempat parkir seperti yang dia katakan, Aldi malah meluncurkan mobilnya menjauh, pergi.
.
.
“Ketoprak?”
“Dan gado-gado, jangan lupa.” Sambung Kevin santai sambil mengunyah ketoprak pedasnya.
Jika matanya seperti Cyclop, sudah bisa dipastikan pria didepannya ini musnah seketika.
Bukannya sok atau sombong. Bukannya Yuri tidak suka makan dipinggir jalan. Tapi ini makan dipinggir jalan hanya berjarak satu belokan dari kantornya.
‘Ngapain bawa mobiiiiiilllllll?!’ makinya dalam hati. Ingin sekali Yuri menggigit kepala Kevin sampai putus.
“Kalo tau mau makan disini mending jalan aja! Udah nyari parkir susahnya minta ampun! Diliatin orang-orang karena keluar dari mobil pelit lo itu…” dan bla bla bla.
Yuri masih saja mengomel sambil sesekali menyuapkan gado-gado kemulutnya. Sedangkan pria yang menjadi penyebab kemarahannya malah makan dengan tenang dan nikmat.
Omelan demi omelan walaupun dengan suara tertahan tetap saja meluncur mulus dari bibir kecil Yuri. Tanpa dia tahu jika Kevin sudah tertawa terbahak-bahak didalam hati. Senang sekali membuat Yuri kesal. Lagian bukan salah dia juga kok, kan Yuri yang meminta kunci mobilnya. Padahal niat dari awal dia memang ingin jalan kaki.
Kevin mengambil tisu yang berada didekat tangannya. Perlahan tangan itu terangkat hingga sampai menyentuh sudut bibir Yuri. Sontak wanita itu terdiam dari omelannya.
“Cewek tapi makan kok jorok gini yah..” keluh Kevin masih membersihkan bibir Yuri yang ternyata tak hanya kotor disudut namun sudah merambah kebawah bibirnya.
Yuri terdiam kaku ditempat. Baru kali ini ada sentuhan seintim ini yang terjadi antara Kevin dan dirinya. Napas Yuri semakin tertahan saat dengan santai Kevin mengganti tugas si tisu dengan ibu jarinya. Seolah tersadar Yuri menjauhkan kepalanya dan meraih tisu dimeja. Membersihkan bibirnya sendiri.
“Makasih, biar gue aja.” Ucapnya gugup.
Kevin berdehem, menurunkan tangannya dan kembali melanjutkan makan. Menundukkan kepala sampai poni panjang menutupi wajahnya yang bahkan sudah memerah.
‘Barusan gue ngapain sih!’
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Novel Unggulan
01_Janda Labil
Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...
-
Dia yang hanya menggunakan instingnya, menebak kemana Hana pergi setelah sampai ke Jakarta tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Bahkan...
-
“Oh, begitu ya. Padahal mereka berdua terutama Hana sudah sangat membantu di Panti Asuhan. Anak-anak disana juga sudah lengket banget dengan...
-
“Hana, kamu dimana , nak. Kok udah gelap masih belum balik?” Suara khawatir Bibi Yi terdengar dari seberang sana membuat Hana menggigit bibi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar