Indi memainkan air embun diluar gelas sodanya. Menunggu penjelasan masuk akal Reza yang entah akan dia percaya atau tidak. Namun apapun itu jujur, rasa cintanya yang hampir menuju ke buta ingin sekali memaafkan apapun salah pria yang dia cintai ini. Tapi jika Reza tidak memilihnya buat apa memaksa, kan?
Atau memaksa
Reza memilihnya. Seringai tipis pun terbit dibibirnya.
“Indi, besok
balik ke kantor ya?” bujuk Reza.
Ini sudah
pertanyaan kesekian yang dilontarkan Reza, namun Indi masih tetap diam.
“…Di..”
“Trus gimana
direksi lain? Apa mereka mau menerima lagi seorang ‘maling’ sepertiku?
Reza yang
akhirnya mendapat respon Indi menghela lega. Akhirnya.
“Makanya besok
ke Kantor ya, Aku akan langsung mengaku dan menjelaskan semua ke Tante Nia dan
Om Joko. Kamu datang siangan juga ga apa-apa kok. Santai aja, ya!”
“…dan…”
“Masalah pacar si
Simba itu, gimana?”
“i…”
“Kamu mau jadi
singa? Punya harem? Istri pertama namanya Nala trus cari lagi istri lain?
“Di…”
“Sorry ya aku ga
mau daftar jadi anggota harem kamu, mending aku nikah sama si Maman!” Indi
terus memotong perkataan Reza.
“Eh, apaan,
kenapa sama si Mamat?! Lagian siapa itu si Mamat?!” Reza langsung melupakan
semua penjelasan yang sudah dia susun dari rumah tadi.
“Maman!
“Terserah!”
jujur Reza kesal plus cemburu. Udah daritadi dicuekin sekarang bawa-bawa nama
cowok lain pula.
“Idih dia boleh
masa aku enggak…” Indi ikutan kesal kan jadinya.
Reza menghela
nafas lelah. Kalau ikutin emosi, masalahnya dengan Indi tidak akan beres-beres.
Hubungan mereka sudah macam dispenser saja, panas…dingin…panas…dingin.
“Please,
Ndi...tolong dengerin penjelasanku dulu, tolong jangan masukkan Maman atau
orang lain ke dalam hubungan kita saat ini, ya? Aku akan jelaskan semua tentang
Nala. Dan aku yakin kamu akan ngerti, ya?” kali ini Reza memelas, menekan
egonya. Saat ini dia akan mengalah tapi tidak nanti, apalagi saat di ranjang.
Benar kata Reza,
kalau terus begini masalah tidak akan selesai. “Maman itu cowok ganteng tapi
galak…”
Mata Reza
melotot. “A…”
“Kamu udah
ketemu dia kok, tadi depan pintu aku. Udah belai-belai dia juga.”
“Hah..”
Krik…krik.
“Jangan bilang
kucing jelek tadi, yang mukanya mirip bapak-bapak.”
Indi mengangguk
sambil melipat bibirnya karena Reza juga melihat sosok bapak-bapak di diri
Maman.
“Astaga, Indi…”
Reza mengusap wajahnya dan menyisir kasar rambutnya keatas dengan tangan. Indi
benar-benar pintar mengaduk-aduk emosinya. Dengan lemas dia menyandarkan
tubuhnya dikursi, mendesah lega.
“Kita ngobrol
diatas aja yuk, aku ga nyaman lama-lama di sini, Di…” Reza membujuk lagi dan
melempar sinyal ke Indi agar gadis itu melihat kearah kiri. Lagi-lagi Indi
melipat bibirnya yang hampir gagal saat mendapati mas-mas kumis tipis mencuri
tatapan penuh janji nikmat dunia menurut versinya kearah Reza.
“Ya udah ayo,
tapi jangan macam-macam ya, banyak stok kecoa di atas, ada yg warna putih juga
lho!”. Dilema antara kecoa dan mas kumis tipis, siapa yang akan Reza pilih.
Dan Reza memilih
kecoa putih. Syukurlah wujudnya belum muncul. Semoga Indi hanya berbohong.
“Nih, minum cuma
ada teh, suka kan?” yah jika kalian menebak ini adalah si ‘teh’ itu jawabannya
adalah benar 100%, walau tingkat kepekatannya sedikit. Jaga-jaga perlu, kan?
Apalagi yang masuk ke rumahnya adalah T-Rex berbulu domba.
“Makasih.” Reza
meneguk sedikit.
“Indi, Aku udah
boleh mulai jelasin?” dan kata ‘Hm’ terdengar dari mulut Indi.
Reza menarik
nafasnya dalam sebelum memulai, berharap tidak ada kesalah pahaman dalam
penjelasannya yang membuat hubungannya dengan Indi rusak lagi.
“Nala itu, teman
kecil Aku, anaknya sahabat Ibu, udah sering dibawa kerumah pas lagi ada arisan
atau apalah Aku juga ga ngerti. Jujur, kami dekat dan ternyata Ibu menangkap
hal yang salah antara Aku dan Nala. Sepertinya Ibu mengira Aku suka dia dan
kami ditunangkan…”
Indi menghela
nafas, tidak sadar jika dari tadi dia menahannya. “Kamu setuju?”
Reza mengangguk
pelan, “Saat itu aku cuma berfikir, yah udah kenal ini tidak apa-apalah. Lagian
selama ini dia juga ga pernah ngurusin hubunganku dengan yang lain…” Reza
hati-hati melirik Indi, menilai responnya saat mengucap kata ‘yang lain’, namun
Indi terlihat biasa saja.
Kali ini Reza
menatap Indi dalam dan melanjutkan, “dan…sebelum Aku ketemu kamu, Indi.” Reza
menatap lembut Indi, tersenyum tanpa sadar. “Kepala Bagian Keuangan yang cantik
tapi jutek banget…” Reza terkekeh pelan. “Aku langsung jatuh cinta dan ingin
memilikinya. Memilikimu, Indi.”
Indi ikut
tersenyum sedikit. Ingat sedikit, kan dia ceritanya masih ngambek. “Lalu
sekarang…dimana pacar si Simba itu?”
Reza tersenyum
geli mendengar julukan Indi ke Nala, “China, lagi bisnis disana. Ga tau kapan
balik, aku juga ga pernah cari tau.”
“Keren
juga…bisnis apa?”
“Produk Teh atau
Kopi, aku juga lupa.”
Kok firasat Indi
ga enak ya,
‘Teh?’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar