Sabtu, 11 Oktober 2025
07_Janda Labil
Padahal tidurnya terasa baru berjalan sejam tapi kenapa ada gangguan setan sepagi ini. Bukannya langsung bangun karena suara bel memenuhi rumahnya, Yuri malah semakin masuk meringkuk kedalam selimut. Mengabaikan entah siapa yang berada diluar dan tetap menikmati tidur pagi di hari libur. Paham yang dianutnya adalah jam enam pagi dihari libur akan bertahan tanpa bergerak maju selama kurang lebih lima jam, jadi dia tidak perlu bangun pagi-pagi, kan?
Kali ini suara dering ponsel lah yang menjadi pengganggu. Yuri mengumpat karena letak ponselnya lumayan jauh dan dia harus berjalan untuk ‘membunuh’ ponsel itu. Akhirnya wanita itu mengalah karena suara ponsel semakin membuat kepalanya pusing.
“Siapa sih, keras kepala banget. Kalo gak diangkat tau diri dong…berarti orang gak mau ngomong!” Yuri menggerutu dan mengangkat panggilan tanpa melihat siapa yang menghubunginya. Karena pada dasarnya dia ingin melampiaskan kemarahan tadi malam dan barusan kepada sang penelpon.
“HAL…”
“Buka pintu sekarang atau lo gue perkosa dengan status sebagai calon suami!”
Jawaban sarat bentakan Yuri langsung terbungkam suara maskulin penuh ancaman. Kevin ada dibalik pintu rumahnya dan bersiap memperkosanya.
“Mampus!”
Tanpa mematikan panggilan, Yuri berlari keluar kamar dan langsung turun kebawah. Mengabaikan ritual sikat gigi dan menyambut Kevin dengan napas naganya.
Sesampai didepan, Yuri menarik napasnya dan membuka kunci pintu, menyambut pencabut nyawa tampan yang sedang berada dibaliknya.
“Lama!” dengan cuek Kevin masuk melenggang dan duduk santai disofa dengan tangan yang sudah meraih remote tivi.
Yuri yang terdiam kaku pun mengikuti jejak langkah Kevin barusan dan ikut duduk disebelah pria itu. Dengan jarak tentu saja.
“Ngapain pagi-pagi kesini?” tanya Yuri penasaran.
Kevin mengalihkan pandangan malasnya dari tivi ke Yuri, “Mau ngambil mobil yang lo curi.”
Yuri memukul bahu Kevin sampai pria itu mengaduh, “Gue cuma pinjam, pelit! Kan bisa nanti gue balikin!”
Masih meringis, Kevin mengusap bahu malangnya. “Nanti lo itu bisa sampe tahun depan. Laptop gue aja belom balik-balik! Sial, tenaga kuda banget sih lo!”
“Biar! Biar mati sekalian jadi laptop sama mobil lo buat gue!”
Kemarahan Yuri malah membuat geli Kevin. Lucu juga jika setiap hari mereka begini. Kevin sudah bersedia berdamai dengan keadaan. Daripada perempuan lain yang dia tidak kenal, lebih baik janda ini yang jadi istrinya. Toh, mereka bisa merencanakan kedepannya seperti apa, kan?
“Jadi gimana?”
“Apanya?” tanya Yuri bingung.
“Jadi gimana kalau lo sekarang sikat gigi dan gue gak pingsan karena bau mulut lo! Sorry…sorry gue becanda!”
Melihat kepalan tangan Yuri sudah mengambang diudara, Kevin membatalkan niatnya menggoda. Bisa memar bahunya nanti.
Kevin berdehem. Kenapa tiba-tiba dia gugup, ya?
“Jadi gimana…pendapat lo tentang…permintaan Mama tadi malam?”
Yuri menatap Kevin malu. “Menurut lo?”
“Lha…napa malah nanya balik?”
Yuri menghela napasnya lelah. “Yah, emang lo mau sama janda macam gue. Punya pengalaman buruk sama pernikahan yang mungkin akan mengganggu keharmonisan kita kelak…” Mata Yuri menerawang. Pikirannya kembali memutar masa lalu yang begitu menyakitkan.
Kevin yang langsung bisa menangkap sorot kesediahan di mata Yuri, menggeser duduknya dan merangkul tangannya kebahu Yuri dan memeluk erat tubuh yang mulai bergetar menahan tangis. “Ssshh…udah. Maaf karena membuatmu mengingat si brengsek hipersex itu.”
Yuri yang masih merasa lucu karena julukan Kevin buat Aldi pun akhirnya tertawa pelan didada pria itu. Mereka sama-sama tertawa geli. Kevin mengusap-usap kepala Yuri lembut.
“Aku gak masalah nikah sama janda, selama itu kamu. Jujur aku nyaman ketika kita bersama. Berantem, bercanda, makan bareng, nongkrong sambil ngopi…jadi aku rasa seumur hidup melakukannya pun aku sanggup.” Kevin merenggangkan pelukannya dan menangkup pipi Yuri. Menatap mata wanita itu dalam.
“Apa Kamu keberatan menerima barang bekas seperti Aku?” tanya Yuri serius.
Kevin terkekeh sebelum berkata, “Mending Kamu…bekas tapi halal, nah Aku?”
“Hehehe…iya sih Kamu mah tukang ‘nyelup’ sana sini.”
Keduanya tertawa dan kembali berpelukan. Lega dihati masing-masing. Bersyukur karena Tuhan memberikan kesempatan dua orang yang sudah saling mengenal luar dalam, saling memahami dan saling menjaga untuk bersatu didalam ikatan pernikahan. Mungkin saja ikatan mereka jauh lebih kuat daripada orang yang menikah karena berpacaran dulu.
“Trus, kenapa sekarang kita pakai Aku-Kamu?” tanya Kevin heran.
“Lha! Kan lo yang mulai, gue kan cuma ngikut aja!” Yuri yang malu melepaskan pelukan Kevin. Wajahnya memerah.
Hahaha….calon istriku ini lucu banget sih. Udah cantik, seksi, suka manyun...janda lagi…” Kevin semakin semangat menggoda Yuri.
Sedang yang digoda bersiap mengambil bantal untuk memukul kepala Kevin. Berbagai adegan kekerasan sudah tersusun rapi didalam otaknya hanya untuk Kevin tersayang.
“Sialan lo, Kev…!”
Makian Yuri tertahan saat Kevin menahan kedua tangannya dan tersenyum manis. Ketampanannya bahkan naik berkali-kali lipat. Yuri yang mendapat serangan mendadak seperti ini pun berubah kaku seperti es.
“Jangan lo-gue lagi, ya.”
“…”
“Aku-Kamu kedengaran lebih enak…”
Yuri yang masih terdiam, bagai terhipnotis mengangguk patuh. Sialan syndrome janda gatalnya yang kumat pagi ini.
“Jadi…Kita…menikah?”
Yuri menggigit bibirnya dan membuat senyum Kevin semakin melebar.
“Sayangi Aku yah…Istriku!”
Yuri melempar Kevin dengan bantal dan menutup wajahnya yang memerah parah dengan bantal yang lain. “Kevin apaan sih!”
Kevin malah tertawa semakin kencang. Lucu karena mendapati Yuri yang masih malu-malu padahal sudah jadi janda.
“HAHAHA…jadi kamu mau menikahiku kapan, Kunti?” tanya Kevin ditengah tawanya.
“Siapa yang menikah?”
Yuri tak terkecuali Kevin membeku ditempat.
.
.
.
Aldi menatap Kevin yang ada diseberangnya mengintimidasi. Menunggu. Sedang yang ditatap menatap balik sama tajam. Menantang.Tak mendapatkan apa-apa, netranya beralih menyerap sosok Yuri yang menunduk. Menghela napas lelah, Aldi pun menyerah. Ingin sekali dia memukul si dokter maniak didepannya. Namun masih berusaha menjaga sikap didepan Yuri walau dengan susah payah.
“Kev, lo pulang dulu aja, yah…nanti gue telpon.” Bujuk Yuri yang tanpa sadar menyayat hati Kevin. Apa didepan Aldi mereka kembali hanya berstatus sahabat. Kevin tertawa miris sebagai jawaban.
Pakai lo-gue lagi yah?
Dengan kasar dia mendorong meja dengan kakinya, beranjak pergi tanpa berkata apa-apa. Yuri sadar jika telah mengecewakan sahabat atau sekarang telah menjadi tunangannya. Namun semua tindakannya selalu tidak sinkron dengan hati jika sudah berada didepan Aldi. Bagaimanapun perasaannya pada Aldi tidak semudah itu terhapus.
“Yuri…aku menunggu penjelasanmu?” Aldi merubah tatapannya, melemah. Didepan Yuri dia tidak akan menutupi perasaan kalutnya.
“Al..itu…”
Aldi meraih tangan Yuri dan menggenggamnya lembut. “Tak apa, katakan saja.”
Yuri menaikkan wajahnya dan menatap mata Aldi dalam.
“Kevin dan Aku akan menikah.” Jawab Yuri mantap.
Sedangkan Aldi membeku ditempat. Jujur dia sudah bisa menebak setelah mendengar pembicaraan Yuri dan Kevin tadi. Berniat membawakan sarapan nasi uduk kesukaan Yuri namun malah harus mendengar pembicaraan yang sampai mati pun tidak ingin dia dengar. Dan setelah Yuri mengatakan langsung rasanya…sangat menyakitkan.
Aldi tertawa lirih, menunduk dan menggelengkan pelan kepalanya. Sarat kesedihan sangat jelas ditangkap Yuri dari tawa lirih itu. Dan benar saja, saat kembali mengangkat kepala mata mantan suaminya itu sudah memerah.
“Yuri…kau…kau tidak trauma pada pernikahan tapi trauma padaku, kan?”
Aldi mengecup kedua tangan Yuri yang masih ada dalam genggamannya lembut dan lama. Menghirup aroma Yuri sebanyak yang tubuhnya mampu. Menangkup wajahnya sendiri dengan telapak tangan mantan istrinya. Tanpa berkata ataupun menoleh, Aldi segera bangkit dan pergi meninggalkan Yuri yang terduduk diam. Wanita itu mengusap air mata Aldi yang membasahi kedua telapak tangannya.
“Maaf…” dan wanita itu pun terisak pelan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Novel Unggulan
01_Janda Labil
Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...
-
Dia yang hanya menggunakan instingnya, menebak kemana Hana pergi setelah sampai ke Jakarta tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Bahkan...
-
“Oh, begitu ya. Padahal mereka berdua terutama Hana sudah sangat membantu di Panti Asuhan. Anak-anak disana juga sudah lengket banget dengan...
-
“Hana, kamu dimana , nak. Kok udah gelap masih belum balik?” Suara khawatir Bibi Yi terdengar dari seberang sana membuat Hana menggigit bibi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar