Sabtu, 11 Oktober 2025

03

 "MENYEBALKAAAAAAAN!!!!"

Dengan brutal Indi membanting-bantingkan bantal yang malang itu kekasur dengan sekuat tenaga. Berkali-kali.

"Dasar perempuan-perempuan murahan menjijikan. Berani sekali kalian mendekati Reza-ku sayang. Dasar lalat-lalat busuk..."

Mata Indi menoleh kearah kolong meja. Dengan cepat dia melangkah menuju meja dan bersujud, berusaha menggapai sesuatu dibawah sana. Terdengar suara gesekan lantai dengan benda berbahan kaleng.

Begitu kaleng kotak berukuran 30x30 cm itu berada diatas pangkuannya, mata Indi langsung berbinar cerah. Bahkan terdengar suara tawa kecil dari mulutnya. Sungguh tawa itu terdengar menyeramkan.

"Hehehehe...come to mama, darling!"

Kleng!

Terpampanglah foto seseorang yang bertumpuk-tumpuk didalam kaleng tersebut. Dari mulai foto yang wajar sampai jika si korban melihat dijamin akan mendapat serangan jantung. Entah bagaimana caranya Indi mendapatkan foto-foto itu. Yah, sudah bisa ditebak siapa korban indi yang ada didalam foto-foto itu.

Reza Artha Maheswara.

Bahkan foto Reza yang hanya memakai handuk untuk menutupi daerah pribadinya yang sangat tersohor itu pun ada. Oh, Indi betapa sudah akut nya penyakitmu.

"Sayang~" ucap Indi tersenyum lebar pada foto digenggamannya. Bagai seorang ibu yang menimang bayinya, Indi bergoyang-goyang memeluk foto Reza dengan senyum lebar dan mata terpejam.

"Kenapa sih kamu selalu menyerah merayuku. Kenapa kamu tidak memaksaku. Padahal sekertaris jelekmu yang dulu menolakmu saja sekarang mengejar-ngejarmu bagai anjing kampung. Mana udah jadi istri orang lagi..."

Indi melepaskan foto itu dari pelukan dan membawa 'Reza' bertatap-tatapan dengan matanya. Indi mencium lama foto itu.

"Kenapa kamu tidak memaksaku seperti pada perempuan lain. Aku pasti akan dengan rela menyerahkan diri dan hatiku padamu..." tanpa dia sadari setetes air mengalir dari sudut matanya.

Indi beranjak berdiri dan berjalan pelan menuju kasurnya. Dengan lelah Indi merebahkan tubuhnya. Sekali lagi dia menatap foto itu dan kembali membawa 'Reza' kedalam pelukannya.

"Kenapa...padahal aku begitu mencintaimu..." bisiknya lirih dalam keheningan malam. Sebelum mimpi kembali menjemputnya.

 

Indi bersyukur demi bang toyib yang akhirnya ikut kurban tahun ini. Syukurlah hari ini hari MINGGU. Dan dia tidak perlu pergi ke kantor dengan mata balon alias mata sembab. Semalaman menangis efeknya benar-benar mengerikan. Selain wajahmu sembab seperti habis di face off, kepala pun pusingnya minta ampun seperti dipukuli orang satu provinsi.

Indi masih memijit-mijit kepalanya saat terdengar suara bel. Mulutnya terus mengumpati tamu sangat tidak diundang yang tega-teganya bertamu jam 7 pagi. Namun apa daya, jika dia tidak membuka pintu sialan itu maka tamu yang juga sialan itu akan terus memencet bel apartemennya sampai bolong.

"Iyaaaaa!!! Sebentaaaarr!!!" teriaknya kesal

"Cepatlah! gue buru-buru!" balas suara seorang wanita dari luar pintu.

Indi membuka pintu itu dengan kasar karena jujur dari kekeras kepalaan tamu yang dengan tidak sopannya terus memencet bel, dia bisa menebak siapa yang ada di balik pintu apartemennya.

"Hai, kakak ipar. Bisakan lu ga ngerusak hari libur orang?" tanya indi penuh kesinisan.

Sedangkan wanita didepannya seakan mati rasa malah menerobos masuk kedalam apartemennya.

"Eh, titip ini yah. Susah bawanya, besar banget. Gue mau anter Lila kesekolah dulu, ada latihan drama gitu. Nanti kalo sempat balik gue ambil. Daaaahhh!" setelah meletakkan dua bungkusan besar diatas meja, Ika, mantan sahabat yang beralih fungsi sebagai kakak ipar pergi seenak jidatnya meninggalkan Indi yang terbengong ria. Tapi sebelum Ika menutup pintu dia berteriak,

"Itu teh, kalo mau pake aja, enak lho. Okeeehhh!"

Indi memijit kepalanya yang bertambah pusing. Akhirnya di menghela nafas pasrah. Mau protes juga orangnya sudah pergi.

Indi berjalan mendekati dua bungkus besar yang katanya teh itu diatas meja.

"Banyak banget" Indi menatap takjub jejeran kotak-kotak berisi kantung teh yang dititipkan kakak iparnya. Perlahan senyumnya mengembang.

"Coba satu ah, sekalian sarapan."

Indi melenggang kedapur membawa sekotak teh yang katanya enak itu. Dengan cekatan dia mengambil cangkir dan menyeduh teh yang sekali lagi katanya enak itu.

"Wanginya enak juga..." Indi menghirup dalam-dalam aroma teh yang lumayan mengurangi sakit kepalanya.

Sluruup!

"Enak...padahal belum dikasih gula!" ujar Indi antusias.

Bagai palu godam yang menghantam kesadaran Indi, matanya sontak terbelalak saat menyadari jika dirinya melewatkan sesuatu hal yang sangat penting.

"Astaga! Kenapa gue bisa lupa. Reza-ku sayang kan sangat menggilai teh. Asiiik! Besok akan gue bikinkan teh yang super enak ini untuknya. Dia pasti suka. Tunggu aku yah cintaaaaa...." ujar Indi riang sambil memutar-mutar kotak teh itu bagai sedang berdansa.

Tanpa dia tahu jika sekotak teh yang tidak jelas mereknya itu akan segera merubah jalan hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...