Tubuhnya dia senderkan dikepala tempat tidur yang sudah dilapisi bantal. Peluh terlihat mengalir mulai dari kening sampai dagunya. Matanya terpejam dengan kepala yang mendongak keatas. Bibirnya yang sedikit terbuka sesekali mengeluarkan desahan lirih. Bahkan ego-nya pun masih tetap dipertahankan di moment yang seperti surga ini. Oh, betapa dia sangat menikmati service menakjubkan dari wanitanya ini. Yah, wanitanya. Sebutan itu bahkan terdengar sangat seksi bila diucapkan.
Perlahan matanya
terbuka sayu. Rasa menggelitik di kedua pahanya menarik atensinya. Pria itu
menurunkan pandangannya ke bawah. Tatapan lembut penuh cinta dia lemparkan pada
seorang wanita, yang sedang sibuk saat ini. Sibuk membahagiakan prianya.
Mata pria itu
seakan terpaku takjub untuk terus memandang seorang wanita yang paling indah
didepannya. Seorang wanita yang sedang bersimpuh dengan wajah tepat berada
diantara kedua paha kekarnya yang terbuka lebar. Kedua mata sayu si pria
mengikuti gerakan kepala wanitanya yang terus bergerak mengabaikan dirinya.
Hei, wanita itu adalah miliknya bukan milik penisnya.
Dengan gemas
dirangkumnya surai lembut bagai tirai penutup itu dan menggenggamnya diatas
kepala siwanita. Kini jelaslah terlihat pemandangan paling erotis yang pernah
dia lihat hingga detik ini. Padahal sudah begitu banyak wanita yang memberinya
pelayanan yang bahkan terasa lebih profesional dari pada wanitanya ini. Namun
sekali lagi, hatilah yang berbicara diantara mereka. Diantara Reza dan Indi.
Senyum Reza
terlukis mengamati kejantanannya timbul tenggelam diantara bibir sang kekasih.
Indi terlihat begitu menikmati, bagaikan seorang anak yang mengemut lolipop
favoritnya. Reza yakin, dari aroma yang menyapa penciumannya, Indi pasti sudah
basah sekali. Ingin mengusili, Reza mengulurkan tangannya kearah pantat mulus
Indi yang menungging dengan begitu menantang dan mencolek kewanitaan Indi yang
merekah lebar. Dan senyumnya semakin tertarik keatas saat wanita itu tersentak
dan bergumam kesal dengan mulutnya yang penuh namun tidak menghentikan kegiatan
manisnya. Sambil terus menghiasi wajah tampannya dengan senyuman, Reza
mengulum, menikmati cairan Indi yang mengumpul basah diujung jarinya.
Tanpa diduga
Indi mengangkat tubuhnya dan otomatis kejantanan Reza terlepas dari bibir
mungil itu. Reza menatap Indi heran dan penuh tanya dengan jari yang masih
berada dimulutnya. Kenapa berhenti, padahal dia juga belum terpuaskan.
Reza sedikit
tersentak saat mendapati Indi menatapnya dengan kesal dan terlihat begitu
kecewa. Mengabaikan kedua payudaranya yang tergantung jelas.
"Menyebalkan!"
Kenapa sayang?
Reza bahkan
tidak bisa mengeluarkan suaranya. Kata-katanya hanya berputar dikepala.
Perlahan tangan
indi terangkat, semakin keatas, menyimpan jarinya dan meninggalkan jari
telunjuk. Indi mengarahkan telunjuknya kebawah dan bagai tersihir Reza
mengikuti.
"Dasar pria
lemah!"
Dan
terpampanglah kebanggaan, atau junior, atau kejantanan, atau penis yang dengan
cepat mengkerut, mengecil dan kemudian....Triiing! Menghilang. Sontak wajah
Reza langsung memucat panik. Semakin pucat saat Indi kembali menyerang dengan
kata,
"Pria
lemah!"
Lemah
Lemah
Lemah
"Tidak,
Indi...Tidak!
Tidak
TIDAAAAA.......
"...AAAAAAAAKKKKKK!!!!!"
"Hah...Hah..."
Napas Reza
memburu. Dengan liar matanya menatap kesekeliling ruangan dan menyadari dia berada
dikamarnya. Sendiri. Tanpa Indi.
Dengan panik dia
menyibak selimut dan langsung menarik boxernya turun . Mendesah lega dalam hati
mengucap syukur saat mendapati juniornya tegang, mengeras, bersemangat
menyambut pagi.
Dengan keras
diusapnya wajahnya dan mengacak-acak rambutnya sampai berantakan.
"Aku pasti
sudah mulai gila"
Dan Reza pun
beranjak, semakin lama dia ditempat tidur semakin dia teringat akan mimpi indah
berubah menjadi kutukan itu.
Reza meminum
kopi yang ada dimeja tanpa permisi kepada si pemilik. Buat apa pikirnya. Si
pemilik bahkan terlalu serius mengamati layar laptop dan tidak menyadari
kedatangannya.
"Sedang
apa, Ar? Hari libur kok kerja?" tanya Reza santai, padahal jantungnya saja
belum berdetak normal akibat mimpi buruknya tadi.
Arya meliriknya
sinis dan kembali menatap laptop. Mengabaikan jika kakaknya sedang menikmati
kopi miliknya.
"Hanya
ingin memastikan jika aku tidak menjadi topik hangat dipagi hari!" balas
Arya ketus.
Reza menggigit
bibirnya, berusaha mati-matian menahan tawa saat melihat jejeran plester luka
tersusun apik dikedua lengan adiknya. Bagaimanapun adiknya ini sudah banyak
berjasa padanya.
Namun sepertinya
tidak berhasil karena sekarang Arya semakin cemberut.
"Tidak usah
tertawakan aku. Tertawakan saja dirimu sendiri, Kak." dan seringai Arya
tercipta saat wajah Reza perlahan berubah suram.
"Hah! Dia
pasti membenciku sekarang. Aku pasti akan semakin buruk dimatanya." bahu
Reza merosot lemas.
"Kau memang
sudah buruk, Kak...hehehe!" ucap Arya sambil terkekeh geli melihat seorang
Reza berubah suram karena wanita.
"Jadi apa
yang terjadi, Kak?" tanya Arya sambil menutup laptopnya, lega karena
wajahnya tidak menghiasi dunia maya.
Dan pikiran Reza
terlempar kekejadian tadi malam.
"Indi...Indi...tunggu!"
Dan sumpah, Reza
yakin sekali jika wanita itu pasti mendengar panggilannya.
Reza semakin
mempercepat laju larinya saat dirasa langkah Indi semakin lama semakin cepat.
Grep!
Dan Reza
berhasil. Tangan Indi sudah ada digenggamannya. Dengan pelan ditariknya tangan
halus itu hingga tubuh Indi menabrak dadanya. Dan Reza berusaha menahan
erangannya, saat menyadari dada empuk nan hangat milik Indi menempel dengan pas
tepat didadanya. Namun kehangatan itu langsung terasa bagai es saat Indi malah
menjauhkan tubuhnya. Memberi jarak.
Tapi jangan
harap Indi bisa lepas darinya. Reza tetap menggenggam kuat pergelangan
wanitanya.
"Bapak ada
perlu dengan saya?" tanya Indi
Hati Reza
mencelos saat merasakan betapa dinginnya nada tanya itu. Indi memang selalu
cuek dan dingin, namun kali ini rasanya begitu berbeda. Sungguh Reza tidak
mengerti.
"Ah,
itu...aku..." Reza bahkan ingin memaki dirinya sendiri karena kehilangan
kata-kata.
Indi terlihat
menghela napas lelah. "Jika ada masalah kerjaan yang ingin Bapak
diskusikan, saya rasa besok adalah waktu yang tepat..."
"Dia bukan
siapa-siapa...wanita yang kau lihat tadi bersamaku...dia..dia sepupuku. Iya,
sepupuku. Jadi kau jangan berfikiran apa-apa dikepala cantikmu itu."
potong Reza sebelum Indi menyelesaikan perkataannya. Dan Reza ingin
kesalahpahaman ini cepat terselesaikan dan mereka bisa menikah besok. Harapnya.
Kening Indi
menyerngit bingung. Lama dia menatap Reza yang terlihat kikuk dan gelisah.
Jujur didasar hatinya terasa kebahagiaan yang begitu hangatnya hingga membakar
jiwa. Tak bisa menahan senyumnya, Indi menundukkan kepala. Namun begitu dia
mengangkat kepalanya, sebuah lukisan manis disudut bibir Reza kembali
memadamkan kebahagiaannya dengan telak. Sepupu tidak akan mencium bibirmu,
bukan?
Indi bahkan
harus menggigit lidahnya, sebagai pengingat untuk tidak menghinakan dirinya
dengan menangis di depan pria brengsek yang begitu dia cintai.
"Kenapa
Bapak mengatakannya pada saya? Seingat saya kita tidak memiliki hubungan
apa-apa..."
Dan....BANG!
Bagai palu godam
menghantam kepalanya, kesadaran Reza memaksa keluar mengambil alih otaknya.
Benar apa kata Indi. Mereka tidak punya status apa apa. ”...dan saya tidak
berada diposisi khusus sehingga Bapak perlu menjelaskan apapun pada saya. Semua
itu hak Pak Reza. Dan jangan khawatir dengan kantor, saya bukan tukang
gosip." lanjut Indi semakin membuat Reza mati kutu.
Indi melihat jam
tangannya, mengirimkan pesan pada Reza jika dia ingin segera menyudahi
pertemuan ini.
Dan Reza tidak
punya cara lain lagi untuk menghentikan kepergian Indi. Kata Arya, wanita didepannya
sudah mau pulang jadi menawarinya makan malam adalah hal bodoh.
"Kalau
begitu saya pamit dulu..." Indi mengulurkan tangannya mengarah tepat
kewajah Reza. Hal itu sukses membuat Reza bingung namun tak ada usaha untuk
menjauhkan wajahnya.
Dan telapak Indi
yang lembut mengusap sudut bibir Reza. Tanpa bisa ditahan, Reza memejamkan
matanya, menikmati. Dan menggeram kesal saat berani-beraninya Indi menghentikan
kegiatan manisnya.
"...maaf
tidak sopan,ada bekas lipstik." Indi mengangguk samar dan membalikkan
tubuhnya pergi menjauh meninggalkan Reza yang terdiam kaku.
"Bodoh!
Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Reza menjeduk-jedukkan kepalanya kemeja makan dan
mengumpat, mengutuk dirinya sendiri. Arya hanya bisa melemparkan tatapan iba
pada kakaknya yang benar bodoh ini.
"Memangnya
kau tidak sadar, itu mulut masih ada bekas lipstik?" tanya Arya usil.
Reza membalas
perkataan adiknya dengan tatapan membunuh. "Memangnya aku sempat
ngaca?!"
Arya
menggeleng-gelengkan kepala, bagai seorang ibu yang kecewa dengan putranya.
"Ya sudah,
Kak. Menyerah saja. Indi sudah diluar jangkauanmu. Kesalahanmu yang sebelumnya
saja belum termaafkan. Eh, sekarang malah nambah lagi." ujar Arya
prihatin. Yah, Reza sudah menceritakan tentang Indi yang tiba-tiba ketus karena
ucapannya. Dan sukses mendapatkan ceramah selama dua jam dari adiknya. Salahnya
sendiri juga sih yang tidak peka. Padahal Reza bermaksud ingin memuji Indi
bukan ingin menyamakannya dengan wanita lain diluar sana.
Mendengar kata
menyerah membuat kuping Reza gatal dan emosinya tersulut.
"Tidak! Aku
tidak akan menyerah. Hati dan tubuhnya hanya milikku. Milikku!" paksa
Reza.
"Dia tidak
tertarik sedikit pun padamu, Kak. Jangan egois!" bujuk Arya takut kakaknya
menjadi gelap mata.
Seringai licik
tercipta diwajah tampan Reza. Yah, ada satu rahasia yang dia simpan rapat-rapat
sampai saat ini. Yaitu kejadian dimalam dia mempermalukan dirinya sendiri
dengan atraksi ejakulasi dini. Malam itu Indi tidak menolaknya, dia sadar itu.
Dan Reza bersumpah akan membuat Indi jujur pada perasaannya sendiri sehingga
mereka bisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar