Sabtu, 11 Oktober 2025

02

"Ahn...ah...Pak...iyah...."

Indi memejamkan matanya rapat-rapat. Kepalan tangannya bahkan sudah memutih. Berulang kali dia mengambil dan membuang nafas.

Tarik...Buang...Tarik...Buang

Akhirnya kelopak mata itu terbuka dan menampilkan tatapan yang tajam namun jika dilihat lebih jeli ada siratan luka disana.

Indi menatap jam tangan digitalnya yang masih terus berkedip diangka 23:57. Yah, dia harus lembur malam ini selain karena bos tercintanya telat mengecek laporan keuangan yang disebabkan kasus 'lima jam', masih ada beberapa pengadaan yang lupa dia masukkan dan sialnya si bos tampan masih ingat dengan jelas. Alhasil dia harus menghitung dan merekap ulang laporannya. Dan lebih sial lagi besok laporan itu harus segera dicairkan ke Bank pagi-pagi sekali. Double Shit!

Oh tidak, Triple Shit. Karena Indi harus mendengar desahan dari balik pintu CEO nya. Dan tidak perlu otak jeniusnya untuk menebak apa yang sedang berlangsung didalam sana. Mungkin mereka sedang dalam gaya 'anjing rabies'.

TOK TOK TOK TOK TOK...!

Oh, jangan harap Indi akan berhenti sampai ada kejelasan dari dalam sana.

'Hello! Gue juga butuh istirahat, keleees...!' batin Indi kesal.

Senyuman tersungging dibibir manisnya saat mendengar pekikan perempuan dan suara grasak grusuk tidak jelas dari dalam sana.

"Masuk!"

Ah Reza sayang, suaramu saja sudah hampir membuatku orgasme.

Dan penyakit Indi seketika kambuh. Apapun yang berhubungan dengan Reza Artha Maheswara, akan membuat jiwa lainnya bangkit. Yah, obsesi gilanya pada sang atasan.

"Permisi. Maaf mengganggu." datar. Suaranya sama sekali tidak menunjukkan penyesalan.

Terdengar suara berisik disampingnya. Indi langsung menyesali rasa penasarannya untuk melihat kesamping. Seketika perutnya mual dan hampir muntah ditempat. Indi dapat melihat payudara itu masih menyembul karena bra yang dipakai terburu-buru. Bahkan Indi bisa melihat celana dalam yang masih digenggam perempuan itu. Indi tidak habis pikir perempuan itu tidak memakai apa-apa didalam roknya yang super mini.

"Pulanglah, kau bisa sendiri, kan?"

"I..iya Pak. Permisi.." dan perempuan itu berlari keluar.

Indi langsung mengalihkan pandangannya kearah asal suara yang terdengar agak serak. Dan sekali lagi Indi menyesali tindakannya. Namun bukan dalam arti buruk seperti tadi.

Demi Bang Toyib yang akhirnya pulang kemaren. Kenapa bajuku masih melekat, kenapa aku tidak telanjang saja dan bisa melekatkan dadaku didadamu sayaaaaang...

Indi menelan ludah kering berusaha mengendalikan nafsu bejatnya. Tapi jangan salahkan dia jika berpikiran mesum seperti itu. Semua wanita pasti akan berfikir sama saat dihadapkan pada seorang pria yang aduhai tampannya, dengan kemeja yang tidak terkancing dan perut nasi kotaknya terpampang jelas. Seakan belum cukup, celananya juga tidak terkancing dan Indi yakin jika dia menatap lebih lama lagi maka mimisan akan melanda. Dan rambut acak-acakan itu, bagaimana jika berada diantara kedua pahanya yang terbuka lebar. Oh, pasti nikmat sekali. Tanpa sadar Indi merapatkan kakinya karena kewanitaannya mulai berkedut.

"Pak, ini laporannya sudah saya perbaiki dan besok sudah bisa dicairkan ke Bank." jelas Indi berusaha terlihat normal padahal dia sudah basah di'bawah' sana.

Tanpa memperdulikan penampilan dan efeknya kepada orang lain, Reza menatap lekat-lekat laporan yang berada di tangannya. Indi tersenyum lega saat melihat kepala atasannya manggut-manggut.

"Sempurna, tapi total hitunganmu sedikit meleset. Perbaiki saja sekarang pakai ini..." Reza meletakkan sebuah tipe-ex di meja dan melanjutkan, "...ganti dengan nominal yang benar, nanti aku paraf."

Kening Indi berkerut, padahal dia merasa semua sudah benar. Yah, mungkin dia tidak fokus. Maklumlah sudah malam.

Indi membuka aplikasi kalkulatornya dan mulai menghitung ulang. Buset! Jeli banget sayangnya ini. Apa Pak Reza ikut kumon atau privat sempoa yah, batin Indi mulai melantur.

Mendapatkan hitungan yang tepat, Indi langsung membubuhkan tipe-ex dan menulis angka yang benar. Tanpa dia sadari posisinya saat ini sedikit menungging. Dan pria yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Indi, menatapnya dengan lapar.

Jangan bayangkan jika Indi adalah seorang cupu berkaca mata dan bergigi kawat. Maka kalian salah besar. Indi bahkan lebih cantik dan sexy diantara semua wanita yang ada dikantor ini. Namun sikap dinginnya membuat dia tidak memiliki teman dekat baik wanita ataupun pria. Mau bagaimana lagi jika tidak begitu maka posisinya sebagai kepala bagian keuangan akan menjadi sasaran empuk para penghutang.

Indi tersenyum lega, "Selesa...ah!"

Indi terkesiap kaget saat merasakan suatu yang keras menekan bokongnya. Otomatis dia berbalik dan menemukan Reza yang tersenyum aneh kepadanya.

"Kau tidak penasaran dengan rasa 'ini'?" bisik Reza sambil terus memojokkan Indi. Dan Indi dapat merasakan sesuatu yang keras itu menekan perut bawahnya. Indi menggigit lidah agar desahan tidak lolos dari mulutnya.

Oh, tentu saja tampan. Aku bahkan ingin memasukkannya kemulutku dan setelah itu kita bisa bercinta tidak hanya lima jam tapi tiga hari tiga malam. Perkosa aku sayaaaaang...

"Tidak Pak, terima kasih..." balas Indi menekan mati-matian sisi gilanya dan melanjutkan.

"Saya lebih ingin bapak segera menandatangani laporan ini dan saya bisa segera pulang."

Indi bisa melihat bibir CEO nya berkedut dan detik kemudian tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHA! Kau memang berbeda, Indira! Satu-satunya wanita yang bisa menangkis pesonaku!" ujar Reza mengacak rambut Indi dan segera membubuhkan tanda-tangannya pada berkas dimejanya. Reza menutup map itu dan memberikannya ke Indi.

"Aku antar kau pulang." ujar Reza tiba-tiba sambil mengancingkan kemeja dan memakai kembali jas nya.

"Tidak perlu, Pak." jawab Indi datar

Karena aku bisa saja memperkosa anda, Pak

"Ini sudah larut, Indi. Dan jika terjadi apa-apa padamu aku bisa gila. Kau adalah jantung hatiku, sayang!" jelas Reza.

Oh Rezaku, kau juga arteri dan vena ku, sayang!

Indi berdecak dan Reza tersenyum geli melihatnya.

"Biar saya ralat, Pak. Saya adalah jantung hati kantor ini karena semua masalah keuangan ada di pundak saya. Jadi yang bapak khawatirkan adalah uang kantor dan bukan saya." jelas Indi alas kali tinggi.

"HAHAHA! Aku tidak menyangka memperkerjakan seorang dukun. Kau bahkan bisa membaca isi kepalaku. Tapi aku juga khawatir padamu, Indi!" sakit sudah perut Reza tertawa malam ini. Walaupun gagal nge-sex tapi dia dapat hiburan selucu ini dari kepala bagian keuangannya.

"10%!" balas Indi ketus

"40%, sayang. Aku khawatir padamu. Sudah, ayo pulang!" dan Indi hanya bisa mimisan didalam hati saat Reza menarik tangannya, mengajak pulang.

Oh Reza, aku akan langsung memuaskan diriku malam ini dengan jari yang kau genggam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...