"Ahn...ah...Pak...iyah...."
Indi memejamkan
matanya rapat-rapat. Kepalan tangannya bahkan sudah memutih. Berulang kali dia
mengambil dan membuang nafas.
Tarik...Buang...Tarik...Buang
Akhirnya kelopak
mata itu terbuka dan menampilkan tatapan yang tajam namun jika dilihat lebih
jeli ada siratan luka disana.
Indi menatap jam
tangan digitalnya yang masih terus berkedip diangka 23:57. Yah, dia harus lembur
malam ini selain karena bos tercintanya telat mengecek laporan keuangan yang
disebabkan kasus 'lima jam', masih ada beberapa pengadaan yang lupa dia
masukkan dan sialnya si bos tampan masih ingat dengan jelas. Alhasil dia harus
menghitung dan merekap ulang laporannya. Dan lebih sial lagi besok laporan itu
harus segera dicairkan ke Bank pagi-pagi sekali. Double Shit!
Oh tidak, Triple
Shit. Karena Indi harus mendengar desahan dari balik pintu CEO nya. Dan tidak
perlu otak jeniusnya untuk menebak apa yang sedang berlangsung didalam sana.
Mungkin mereka sedang dalam gaya 'anjing rabies'.
TOK TOK TOK TOK
TOK...!
Oh, jangan harap
Indi akan berhenti sampai ada kejelasan dari dalam sana.
'Hello! Gue juga
butuh istirahat, keleees...!' batin Indi kesal.
Senyuman
tersungging dibibir manisnya saat mendengar pekikan perempuan dan suara grasak
grusuk tidak jelas dari dalam sana.
"Masuk!"
Ah Reza sayang,
suaramu saja sudah hampir membuatku orgasme.
Dan penyakit
Indi seketika kambuh. Apapun yang berhubungan dengan Reza Artha Maheswara, akan
membuat jiwa lainnya bangkit. Yah, obsesi gilanya pada sang atasan.
"Permisi.
Maaf mengganggu." datar. Suaranya sama sekali tidak menunjukkan
penyesalan.
Terdengar suara
berisik disampingnya. Indi langsung menyesali rasa penasarannya untuk melihat
kesamping. Seketika perutnya mual dan hampir muntah ditempat. Indi dapat
melihat payudara itu masih menyembul karena bra yang dipakai terburu-buru.
Bahkan Indi bisa melihat celana dalam yang masih digenggam perempuan itu. Indi
tidak habis pikir perempuan itu tidak memakai apa-apa didalam roknya yang super
mini.
"Pulanglah,
kau bisa sendiri, kan?"
"I..iya Pak.
Permisi.." dan perempuan itu berlari keluar.
Indi langsung
mengalihkan pandangannya kearah asal suara yang terdengar agak serak. Dan
sekali lagi Indi menyesali tindakannya. Namun bukan dalam arti buruk seperti
tadi.
Demi Bang Toyib
yang akhirnya pulang kemaren. Kenapa bajuku masih melekat, kenapa aku tidak
telanjang saja dan bisa melekatkan dadaku didadamu sayaaaaang...
Indi menelan
ludah kering berusaha mengendalikan nafsu bejatnya. Tapi jangan salahkan dia
jika berpikiran mesum seperti itu. Semua wanita pasti akan berfikir sama saat
dihadapkan pada seorang pria yang aduhai tampannya, dengan kemeja yang tidak
terkancing dan perut nasi kotaknya terpampang jelas. Seakan belum cukup,
celananya juga tidak terkancing dan Indi yakin jika dia menatap lebih lama lagi
maka mimisan akan melanda. Dan rambut acak-acakan itu, bagaimana jika berada
diantara kedua pahanya yang terbuka lebar. Oh, pasti nikmat sekali. Tanpa sadar
Indi merapatkan kakinya karena kewanitaannya mulai berkedut.
"Pak, ini
laporannya sudah saya perbaiki dan besok sudah bisa dicairkan ke Bank."
jelas Indi berusaha terlihat normal padahal dia sudah basah di'bawah' sana.
Tanpa
memperdulikan penampilan dan efeknya kepada orang lain, Reza menatap
lekat-lekat laporan yang berada di tangannya. Indi tersenyum lega saat melihat
kepala atasannya manggut-manggut.
"Sempurna,
tapi total hitunganmu sedikit meleset. Perbaiki saja sekarang pakai
ini..." Reza meletakkan sebuah tipe-ex di meja dan melanjutkan,
"...ganti dengan nominal yang benar, nanti aku paraf."
Kening Indi
berkerut, padahal dia merasa semua sudah benar. Yah, mungkin dia tidak fokus.
Maklumlah sudah malam.
Indi membuka
aplikasi kalkulatornya dan mulai menghitung ulang. Buset! Jeli banget sayangnya
ini. Apa Pak Reza ikut kumon atau privat sempoa yah, batin Indi mulai melantur.
Mendapatkan
hitungan yang tepat, Indi langsung membubuhkan tipe-ex dan menulis angka yang
benar. Tanpa dia sadari posisinya saat ini sedikit menungging. Dan pria yang
entah sejak kapan sudah berada di belakang Indi, menatapnya dengan lapar.
Jangan bayangkan
jika Indi adalah seorang cupu berkaca mata dan bergigi kawat. Maka kalian salah
besar. Indi bahkan lebih cantik dan sexy diantara semua wanita yang ada
dikantor ini. Namun sikap dinginnya membuat dia tidak memiliki teman dekat baik
wanita ataupun pria. Mau bagaimana lagi jika tidak begitu maka posisinya
sebagai kepala bagian keuangan akan menjadi sasaran empuk para penghutang.
Indi tersenyum
lega, "Selesa...ah!"
Indi terkesiap
kaget saat merasakan suatu yang keras menekan bokongnya. Otomatis dia berbalik
dan menemukan Reza yang tersenyum aneh kepadanya.
"Kau tidak
penasaran dengan rasa 'ini'?" bisik Reza sambil terus memojokkan Indi. Dan
Indi dapat merasakan sesuatu yang keras itu menekan perut bawahnya. Indi
menggigit lidah agar desahan tidak lolos dari mulutnya.
Oh, tentu saja
tampan. Aku bahkan ingin memasukkannya kemulutku dan setelah itu kita bisa
bercinta tidak hanya lima jam tapi tiga hari tiga malam. Perkosa aku
sayaaaaang...
"Tidak Pak,
terima kasih..." balas Indi menekan mati-matian sisi gilanya dan
melanjutkan.
"Saya lebih
ingin bapak segera menandatangani laporan ini dan saya bisa segera
pulang."
Indi bisa
melihat bibir CEO nya berkedut dan detik kemudian tertawa terbahak-bahak.
"HAHAHA!
Kau memang berbeda, Indira! Satu-satunya wanita yang bisa menangkis
pesonaku!" ujar Reza mengacak rambut Indi dan segera membubuhkan
tanda-tangannya pada berkas dimejanya. Reza menutup map itu dan memberikannya
ke Indi.
"Aku antar
kau pulang." ujar Reza tiba-tiba sambil mengancingkan kemeja dan memakai
kembali jas nya.
"Tidak
perlu, Pak." jawab Indi datar
Karena aku bisa
saja memperkosa anda, Pak
"Ini sudah
larut, Indi. Dan jika terjadi apa-apa padamu aku bisa gila. Kau adalah jantung
hatiku, sayang!" jelas Reza.
Oh Rezaku, kau
juga arteri dan vena ku, sayang!
Indi berdecak
dan Reza tersenyum geli melihatnya.
"Biar saya
ralat, Pak. Saya adalah jantung hati kantor ini karena semua masalah keuangan
ada di pundak saya. Jadi yang bapak khawatirkan adalah uang kantor dan bukan
saya." jelas Indi alas kali tinggi.
"HAHAHA!
Aku tidak menyangka memperkerjakan seorang dukun. Kau bahkan bisa membaca isi
kepalaku. Tapi aku juga khawatir padamu, Indi!" sakit sudah perut Reza
tertawa malam ini. Walaupun gagal nge-sex tapi dia dapat hiburan selucu ini
dari kepala bagian keuangannya.
"10%!"
balas Indi ketus
"40%,
sayang. Aku khawatir padamu. Sudah, ayo pulang!" dan Indi hanya bisa
mimisan didalam hati saat Reza menarik tangannya, mengajak pulang.
Oh Reza, aku akan langsung memuaskan diriku malam ini dengan jari yang kau genggam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar