Sabtu, 11 Oktober 2025

15

 Praaakk!!!

Reza membanting ponselnya dengan kasar keatas meja kerjanya. Telapaknya mengusap kasar wajah yang terlihat sangat kusut itu. Jelas saja kusut, semalaman dia tidak tidur. Jika tidak dipaksa Arya mungkin dia tidak akan pulang dan mandi. Sarapan yang di suruh Arya untuk dibeli Mang Entis pun masih tergeletak di atas meja tamunya.

'Kemana dia? Kemana gadis itu?'

Reza membatin penuh kekeselan dan tidak dipungkiri jika dia juga sangat khawatir.

Berjam-jam dia menunggu Indi didepan apartement gadis itu. Berpuluh-puluh panggilan tidak terjawab dia sambungkan kenomor gadis itu. Bahkan jempolnya sampai kram karena mengetik pesan-pesan. Dan hasilnya semua Nol Besar.

Bagai alien yang kembali ke planetnya. Indi menghilang tanpa jejak. Meninggalkan dirinya yang kalut seperti ini.

Terdengar kembali helaan napas dari mulutnya. Matanya melirik kearah jam dinding.

10.15

Dan batang hidung cantik gadis itu masih belum terlihat.

Reza meraih cangkir dan mengumpat, saat teh dicangkir itu sudah habis diteguknya sampai tetes terakhir.

Dengan malas diangkatnya tubuhnya dan berjalan pelan kearah pintu.

Matanya menangkap keantusiasan Sisca saar melihat atasan tampannya berjalan mendekati mejanya. Apa Reza akan mengajaknya Short time sex sekarang. Bukankah sudah lama mereka absen, batin Sisca riang.

"Pagi Pak. Ad..."

"Suruh Mang Entis membuatkan teh lagi. Sekarang." potong Reza datar yang langsung menerbitkan kekecewaan dihati si sekretaris jalang.

"Baik, Pak."

Bukan tanpa alasan Reza keluar dari ruangannya hanya untuk secangkir teh. Dia bisa saja menyuruh sekretarisnya itu melalui telpon. Tapi dia tau jika Indi tidak suka dengan kehadiran Sisca disekitarnya, bahkan tadi malam dia sempat berpikir akan mengganti sekretarisnya itu jika Indi meminta. Toh, kerjaannya juga tidak bagus-bagus amat.

Namun alasan yang paling utama adalah Reza ingin melihat langsung ruangan Indi yang masih kosong secara langsung. Seolah kaca penguntitnya hanya memberikan gambaran palsu sedaritadi. Dan benar saja, rahangnya langsung mengeras saat menangkap Indi yang baru keluar dari lift, bersama si sialan Panji sambil tertawa lepas. Apa sekarang gadisnya itu sudah berubah menjadi ibu peri pembawa keceriaan. Apa dia tidak tau jika sejak tadi malam pria ini galau memikirkannya.

Dan apa pula tangan si sialan itu berani-berani menyentuh pundak cantik kekasihnya. Mau mati dia?

Reza mendata semua keburukan Panji sebagai alasan pemecatan pria malang itu. Namun sekali lagi kesialan memilih bersekutu dengannya. Lebih banyak prestasi yang diberikan kepala bagian IT nya itu daripada kegagalan.

Sial! Sial! Sial!

Begitu kedua muda mudi yang sedang asik bercengkerama itu melintas melewati Reza yang berdiri disamping tembok, tersembunyi bagai seorang ninja, langsung saja sang CEO menunjukkan kembali taring kekuasaannya.

"Panji!"

Yang dipanggil langsung tersentak kaget dan berbalik kebelakang. Matanya langsung membesar saat mendapati sang atasan lagi-lagi menatapnya tajam.

Apa salahnya, Panji membatin.

"Iya, Pak." jawab Panji dengan intonasi senormal mungkin. Padahal jantungnya udah mau keluar dari mulut.

"Kembali keruanganmu. Sekarang!"

HAH???

Indi dan Panji sukses bengong ditempat dengan mulut yang menganga lebar. Apa-apaan ini, memangnya Panji anak kencil yang mau disuruh tidur siang apa?

"Ehm...maksudnya apa yah, Pak?" tanya Panji sekali lagi memastikan pendengarannya.

Reza mendecak tidak suka dengan pertanyaan yang tidak bermutu. Padahal disini yang tidak bermutu sama sekali adalah perintahnya.

"Yah, kamu! Sudah sana kembali keruangan dan kerja yang rajin. Aku tidak menaikkan gaji kalian dengan cuma-cuma..."

Baru juga Panji akan mengatakan sesuatu saat suara tajam Reza lagi-lagi mengalun.

"...dan kau Indira, ke ruanganku. Sekarang!"

Reza langsung berjalan cepat kembali keruangannya dan langsung merampas cangkir berisi teh panas yang akan diantarkan Sisca keruangannya. Sisca menggigit bibirnya kesal karena lagi-lagi gagal modus.

"Gimana ini Indi, padahal kan gue mau ke toilet secara toilet dibawah lagi rusak...kalo gue pipis dicelana gimana dong?"

Suara Panji yang memelas menarik kepala Indi untuk menoleh kesamping. Melihat wajah merana Panji benar-benar membuatnya iba. Dasar CEO sadis, seenaknya saja menyuruh bawahannya dengan perintah yang aneh-aneh.

Indi menghela napasnya pelan. Kepalanya bahkan masih pusing karena semalaman menangis sekarang sudah harus menghadapi tingkah kekanakan CEO nya ini.

"Sudahlah. Kau pergi saja sana ke toilet. Toh, dia tidak akan tau." ucap Indi malas.

"Benar juga. Mau ikut, Ndi?" Panji menaik turunkan alisnya, menggoda Indi.

"Ikut kepalamu!" dan Indi meninggalkan Panji yang terkekeh dibelakangnya.

Sisca menyilangkan tangan didadanya yang super besar itu, dan membuat gumpalan palsu itu semakin menonjol kedepan.

"Udah ditunggu tuh sama Reza. Ngomong-ngomong lu pake guna-guna apa buat Reza, sampe mau sama cewek ga jelas macam lu?" Sisca terus menatap tajam kearah Indi yang membalasnya dengan tatapan malas.

"Guna-guna istri muda." jawab Indi santai sambil terus melangkah keruangan CEO nya.

Indi menarik napas dalam-dalam dan mulai mengetuk pintu yang tadi malam menjadi saksi bisu dia terisak tanpa suara. Menangisi sang kekasih yang mungkin sekarang sudah menjadi mantan kekasih dalam kurun waktu kurang dari sehari.

Tok! Tok! Tok!

Suara Reza yang menyuruhnya masuk mengalun dari dalam ruangan, membelai manis kekupingnya. Sungguh malangnya nasibmu Indi yang masih merasakan debaran dari lelaki yang sudah menghancurkan hatimu berkeping-keping.

"Permisi, Pak." ujar Indi sedatar dan seformal mungkin, membuka pintu ruangan itu pelan.

Namun bagai setan ditelan bumi, sejauh matanya memandang Indi hanya mendapati ruangan kosong tanpa ada siapapun didalam. Apa sekarang mantan yayangnya ini sedang dalam mode tuyul dan mencuri uang dibrangkas yang ada diruangannya.

Grep!

"ASTAGANAGA!!!!"

Indi langsung terlonjak kaget saat merasakan pelukan erat seseorang dibelakangnya. Hembusan napas yang beratdan memburu menderu telinga kanannya. Tanpa bisa dicegah serangan tiba-tiba ini membuat sekujur tubuh Indi panas dingin. Sekuat sisa-sisa tenaga Indi yang tidak terlena, mencoba menahan tangan-tangan yang mulai menjalari seluruh bagian perutnya dengan terburu-buru. Namun tangan-tangan liar itu malah menepis genggamannya dan dengan kasar menarik bajunya paksa sampai terbuka. Bahkan Indi bisa mendengar suara kancing-kancing bajunya mulai berjatuhan.

Tidak! Dia tidak ingin diperlakukan seperti ini!

Dengan tenaganya yang tersisa, Indi menarik tangan-tangan itu hingga terlepas.

"Hentikan!" gadis itu langsung berlari kedepan dan berbalik. Tangannya menarik kemejanya dan menutupi dadanya yang terbuka. Tanpa sadar, Indi menangis.

Jujur dia sangat takut dengan tatapan frustasi pria didepannya. Mata yang merah itu menatap tajam. Indi langsung beranjak mundur saat langkah pria itu mulai bergerak maju.

"Jangan mendekat! Berhenti!" namun seolah tuli, pria itu malah semakin mendekat.

"Berhenti melecehkanku, Reza!"

Kata-kata itu sukses menghentikan langkah-langkah kaki sang pria. Tatapan tajam dan frustasi itu perlahan berubah sendu dan melembut. Sungguh hatinya tidak tega melihat tubuh Indi yang gemetar ketakutan.

"Kau kekasihku. Aku hanya ingin bermesraan denganmu, Indi. Apa salah? Semalaman aku menunggumu di apartement. Telepon dan pesanku pun tidak terjawab. Kau tidak tau sekhawatir apa aku? Dan sekarang kau datang sambil tertawa-tawa dengan si brengsek Panji itu!" keluar semua apa yang mengganjal dihati Reza. Ekspresinya berubah-ubah seiring perkataannya. Dari mulai senyuman miris, takut, marah, emosi semua menumpuk dikepalanya.

Mengingat malam itu kembali memunculkan rasa perih dihati Indi. Sekuat tenaga dia menahan untuk tidak meneriaki sang atasan tepat diwajahnya. Bagaimanapun dia sedang berada dikantor dalam posisi seorang bawahan yang baik. Indi memejamkan matanya yang mulai memanas. Kata-kata 'jangan menangis' terus dia lantunkan dikepala bagai sebuah mantera. Tangan yang menggenggam bajunya yang terbuka semakin mencengkeram kuat, sampai kepalan itu memutih.

"Aku bukan kekasih siapapun." ucap Indi begitu dingin. Menegakkan tubuhnya disisa-sisa tenaganya. Alis Reza langsung menyerngit bingung, namun pria itu hanya diam menunggu.

"Kejadian kemarin hanya sebuah kesalahan. Saya sudah terlalu tidak sopan kepada anda selaku atasan saya..."

"Kau mengatakan kesalahan. Apa bagimu ungkapan perasaanku adalah...kesalahan?" potong Reza dengan rahang yang mengeras. Oh, jika saja Indi tau seberapa marahnya pria itu.

Indi menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras. "Ya."

Plok Plok Plok!

Indi memandang Reza yang bertepuk tangan dalam diam. Tidak pernah sekalipun dia melihat Reza memasang wajah seperti ini. Jangan katanya rasa sakit yang Indi rasakan setara dengan pria ini. Indi terus mengingatkan dirinya jika dia hanyalah salah satu persinggahan sementara. Dan akhirnya pria tampan ini tetap akan menikahi tunangan yang sangat dia cintai. Mengingat Reza yang sudah bertunangan membuat hatinya semakin sakit.

"Hebat, Indi. Jadi semua ini hanyalah permainan. Sepertinya aku terkena karma, yah?" Reza memandang Indi dengan mata yang mulai memburam. Oh! apa sekarang dia akan menjadi pria yang cengeng.

Indi hanya terdiam dengan kata-kata penuh sindiran itu. Tubuhnya tersentak dan beringsut mundur saat Reza kembali mendekat.

Tumpah sudah. Airmata itu sudah tidak tertahan lagi saat Reza menutupi tubuh Indi dengan jas nya. Indi menundukkan wajah agar rambutnya tergerai dan menyembunyikan wajah penuh duka itu.

"Maaf." sebelum hatinya luluh dan menyerahkan harga dirinya yang terakhir untuk Reza injak-injak. Indi langsung melesat pergi setelah meminta maaf entah untuk apa.

Bantingan pintu sama sekali tidak membuat Reza beranjak dari tempatnya. Matanya masih terpejam rapat. Perlahan kepalan tangan yang memutih itu mulai mengendur. Reza menyeret tubuh lelahnya kekursi dan langsung menjatuhkan dirinya.

Indi memutusnya.

Gadis itu menolak cintanya.

Apa salahnya? Apa dia terlalu bergerak cepat?

Tidak. Reza yakin seyakin-yakinnya jika Indi memiliki perasaan yang sama dengannya. Gadis itu juga mengatakan mencintainya bukan? atau dia yang salah dengar.

Rasa sedih itu perlahan berubah menjadi amarah. Tidak ada satupun perempuan yang boleh menolaknya. Hanya dia disini yang berhak mencampakkan perempuan yang tidak dia inginkan, bukan sebaliknya. Dan disaat dia serius, perempuan yang dia inginkan malah mempermainkan perasaannya. Tidak bisa Indi, tidak bisa. Kau tidak akan pernah lepas dariku.

Dengan kasar Reza menarik laci mejanya dan meraih benda kecil yang tidak lain adalah sebuah flashdisk. Flashdisk berisikan data laporan keuntungan perusahaan yang dikira Indi sudah sampai ketangan ayahnya. Yah, data ini tetap akan sampai ketangan ayahnya, namun dengan sedikit modifikasi. Reza tidak bisa menahan seringainya.

"Kau akan jadi milikku, Indi. Suka atau tidak!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...