Indi berjalan mondar-mandir dikamarnya dengan mulut yang terus mengeluarkan umpatan-umpatan kasar. Tangannya kembali memencet logo hijau bergambar gagang telepon dan mendengar kembali nada sambung yang sama.
Nada sambung
dengan nada monoton memaksa otaknya untuk melamun dan ingatannya langsung
terlempar kekejadian beberapa jam yang lalu. Di kantor.
"Tidak
mungkin!"
Indi masih
menatap heran sosok Reza yang memucat dengan ekspresi seperti orang bingung
atau lebih tepatnya shock.
Merasakan
hembusan dingin AC menerpa kewanitaannya yang sedang terbuka lebar, Indi
langsung tersentak sadar dan langsung menarik kedua pahanya menutup.
Dengan panik dia
mencari-cari roknya dan menemukan benda malang itu tergeletak pasrah dalam
kondisi yang mengenaskan. Indi sangat yakin jika rok kesayangannya itu sudah
memasuki masa pensiun dan tidak bisa dipakai lagi.Indi langsung berdiri dan
merampas jas Reza yang tergeletak asal disandaran kursinya.
"Tidak
mungkin!"
Daritadi kata
itu keluar dari mulut Reza. Kenapa pula dia yang shock. Seharusnya Indi lah
yang kaget dan marah saat ini.
"Apa sih
daritadi- Tidak mungkin. Tidak mungkin!"
Omelnya sambil
mengalungkan jas Reza hingga menutupi pahanya yang terbuka.
Celana dalam?
Indi sudah malas
memikirkan dimana benda segitiga itu berada.
Reza menatap
Indi dengan pandangan yang sulit diartikan. Pria itu mendudukkan dirinya
dikursi dan menatap sedih celana bagian depannya yang masih terasa lembab.
"Ini!"
tunjuk Reza kearah daerah lembab itu dengan emosi tertahan.
Indi menghela
nafas malas, "Itu namanya ejakulasi, Pak. Jika anda lupa."
"Aku
tauuuuu....cantiiiikkk!!!" balas Reza gemas
"Tapi baru
tiga menit foreplay masa aku sudah 'keluar'. Ini tidak mungkin, Indi!
Seharusnya aku bercinta denganmu berjam-jam dan membuatmu mencapai puncak
berkali-kali baru aku 'keluar'!" jelas Reza.
Indi membenarkan
dalam hati secara sudah berkalikali dia mendengar cerita kepuasan
perempuan-perempuan yang berhasil merangkak dengan pasti keatas ranjang Reza.
Lama lama Indi tidak tega juga melihat wajah cintanya ini begitu merana. Yang
anehnya lagi, Indi mendapati jika junior kebanggaan Reza masih setia menonjol
dengan riang gembira. Padahal menurut buku panduan seks yang pernah dia baca
entah untuk apa, penis akan kembali kebentuk semula jika sudah mengeluarkan
sperma. Penasaran Indi mencoba bertanya.
"Memang
tadi Bapak makan apa? Jangan-jangan keracunan, lagi?" tanya Indi asal.
Reza memasang
tampang berfikir yang ‘Oh So Cute’. Ingin sekali Indi menerjang dan berbalik
memperkosa CEO nya itu. Riding Hard Cocky, kedengarannya begitu menggiurkan,
bukan.
Indi berdehem
berusaha mengilangkan nafsu birahi yang hampir mengambil alih otaknya.
"Gimana, Pak? Inget ga?"
"Aku belum
makan dari tadi siang, hanya sarapan saja. Dan aku yakin hal itu tidak
berpengaruh apa-apa" jelas Reza
Indi
manggut-manggut sok tua dan bijaksana.
"...aku
hanya meminta OB untuk membuatkanku secangkir teh..."
Dan kata kata
Reza selanjutnya hilang ditelan kegelapan malam. Indi langsung memu cat
menyadari sesuatu.
Kakak iparnya
adalah biang onar. Selalu berbuat yang tidak lazim. Indi bahkan hampir yakin
jika kakaknya terkena pelet hingga mau menikah dengan sahabatnya itu.
Dengan cepat
Indi memperbaiki pakaiannya dan mengikat ketat jas Reza dipinggang. Malam ini
dia akan pulang naik taksi. Gila aja naik motor malam malam begini, ga pakai
celana dalam lagi. Mau 'kering' sampai rumah.
"Saya
pamit, Pak. Sudah malam."dan Indi langsung beranjak pergi tanpa menunggu
jawaban dari yayangnya.
Padahal Reza
dengan senang hati mengantar Indi pulang. Syukur syukur diajak nginap.
Kembali kesaat
ini.
"Haloooo..."
"Eh Setan!
Lu kasih minuman apa ke gue?!"
"Eh Jablay!
Ga usah pake toa juga kale!"
Akhirnya Indi
hanya bisa menghela nafas pasrah. Kali ini kau menang bocah setan.
"Ka! Gue
mau tanya sama lu. Itu teh yang lu kasih teh apaan? Pasti barang aneh lagi kan!
Ngomong lu!" usaha Indi untuk tidak nyolot gagal total.
"O...oh
i...itu..."
Jelas sudah.
Pasti ada apa-apa. Orang paling nyolot se-Depok ga akan mungkin berubah gugup
seperti ini jika tidak ada apa-apa.
"I. K.
A!!!" tekan Indi penuh ancaman
"Oke..oke!
Gue ketempat lu sekarang. Ga mungkin gue cerita dari telepon, bisa di amuk
abang lu!"
"Cepat!"
dan Indi mematikan sambungan teleponnya dengan gemas.
Hampir dua jam
Indi menunggu, baru saja dia mau menelpon lagi dan mengamuk, terdengar suara
ketukan pintu apartemennya. Dengan setengah berlari, Indi mendekat ke pintu dan
langsung membukanya. Terpampanglah kini wajah tak merasa punya dosa milik Ika.
Perempuan itu malah menambah hiasan cengiran menjijikan di bibirnya. Jika bukan
mengingat di depannya ini adalah sahabat sekaligus kakak iparnya, pasti Indi
sudah menjambak dan menyeret Ika masuk. Sadis memang.
Dan disinilah
sekarang Indi dan Ika. Saling bertatap-tatapan. Sang tersangka menggigiti
bibirnya gugup bersiap menerima tampolan legendaris dari sang adik ipar.
"Jadi...."
Ika langsung
tersentak mendengar nada dingin di depannya. Mampus gue.
"Waktu dan
tempat gue persilahkan buat lu jelasin se-mu-a-nya!" ujar Indi perlahan
menambah efek dramatis
"Sory ya,
Ndi. Emang lu kenapa sama itu teh?" tanya Ika penasaran
"Ga usah
tanya yang ga perlu. Jawab aja pertanyaan gue. Itu teh apa?" desak Indi
mulai emosi. Siasat Ika menunda-nunda persidangan tidak akan berhasil.
Dengan malu-malu
Ika memutar-mutar ujung rambutnya sok manis.
"Itu, Ndi.
Jadi gini, gue sama abang lu kan saling cinta nih trus pake cinta mati kayak
lagunya agn..."
"GA USAH
PANJANG KALI LEBAR! LANGSUNG AJA, CUCUUUUUR!!!!!"
Keluar sudah
panggilan sayang Indi buat sahabatnya ini. Sedangkan Ika sendiri jangan
ditanya, sudah memucat kayak Michael Jekson, abang parkir sekolah mereka dulu.
"Oke-oke!
Jadi, ini sebenarnya rahasia rumah tangga lho tapi ga apa-apa deh gue kasih
tau..." Ika menarik napasnya dalam-dalam dan mulai bercerita.
"Abang lu
itu hiperseks, Ndi."
Dan
terbelalaklah Indi dengan mulut menganga. Ardi, Abang tampan super gantengnya
itu seorang hiperseks.
Ika tersenyum
tulus melihat reaksi Indi.
"Ndi,
bukannya gue tersiksa lho ya. Gue ga keberatan dengan keadaan abang lu. Gue
udah cinta mati sama dia, lagipula dia selalu bercinta dengan sangaaaaat~ lembut.
Tapi tetap aja badan gue remuk. Dan sialnya gue itu ibu rumah tangga yang harus
bangun paling pagi, nyiapin ini itu, nganter anak sekolah, beresin rumah,
masak, paling nyuci dan setrika aja yang ke loundry. Buat cari pembantu aja gue
mikir, gimana kalo mereka risih dengan abang lu yang tangannya selalu kelayapan
di dada sama selangkangan gue. Untung dia bisa nahan didepan Lila..."
Ika meneguk milk
tea botolan yang disuguhi Indi.
"Waktu itu
abis nganter Lila gue mampir ke apotek. Mereka nawarin produk yang sangat gue
butuhin. Produk yang melindungi para istri dari suami-suami yang hiperseks.
Namanya Teh Tsu Chi, teh cina. Kandungannya bikin cowok cepat ejakulasi. Yah
gue pake nya dikit aja secara gue juga seneng di'main'in abang lu..."
ujarnya sambil terkekeh, mau tidak mau Indi tersenyum lega. Sahabatnya ini
bersedia menerima abangnya lahir dan batin. Malah dia berusaha menikmati
hidupnya.
"...tapi
kalo kebanyakan dan pekat, bisa bahaya. Nanti baru disenggol dikit udah muncrat
aja HAHAHAHAHAHHA!"
Dan tawa Ika
berderai membahana diseluruh ruangan dan juga kepala Indi.
Tubuhnya
membeku. Matanya mulai berkunang-kunang dan rasa panik langsung terdorong dari
perut ke jantung, tenggorokan dan memuntahkan jeritan pilu dari mulut Indi.
Untunglah mulutnya masih sanggup dia segel.
Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar