Sabtu, 11 Oktober 2025

14

 "Trus jadinya gimana?"

"Aku yakin sebelum jam 7 ayah pasti selesai. Dia tidak akan sudi melewatkan makan malam bersama ibu demi apa pun."

Senyum terkembang dibibir Indi saat membayangkan merekalah yang menjadi pemain di kata-kata Reza tadi dan bukan orang tuanya. Pasti setelah itu mereka akan memakan makanan penutup yang tidak lain adalah sex on the table.

"Ini sudah jam 5 kurang...apa aku harus menunggu?" tanya Indi sambil memainkan ujung rambutnya dengan gaya pelacur kelas atas. Dia bahkan terkekeh sendiri melihat tingkahnya dari pantulan cermin.

"Memangnya kau tidak bosan? kenapa tidak pulang saja ke apartementmu nanti aku jemput begitu pembahasan dengan ayahku selesai?...Oh sayang! si sialan Arya mengetuk pintu kamar mandi dan memanggilku, sepertinya aku sudah terlalu lama kabur dari mereka. Nanti aku kabari jika mau menjemputmu, okey! Bye love!"

Baru juga Indi mau membalas perkataan Reza, sudah terdengar suara telpon yang terputus secara sepihak. Walaupun berwajah kesal namun pancaran bahagia tetap mewarnai wajahnya.

Indi menghela napas dan menyapu pandangannya keseluruh ruangan.

"Sejam lagi...ngapain yah biar ga bosan?" Indi berjalan kearah jendela ruangannya dan mengintip keluar, tepatnya kearah bawahannya yang sudah bersiap-siap pulang, berusaha mencari rekomendasi cara membunuh waktu yang baik dan benar. Ada yang berdandan, Indi mendengus memikirkan buat apa gadis-gadis itu berdandan padahal arahnya mau pulang kerumah juga. Pandangannya bergeser ke pegawai pria yang sedang bermain game, dan Indi kembali mendengus mengingat semua game di komputer sudah habis dibabatnya. Namun langkah seseorang yang mendekati pria yang bermain game itu cukup menarik perhatiannya. Pria itu tampak segar dengan rambut yang masih setengah basah. Wajahnya terlihat lebih kering dan putih khas orang yang habis mandi. Dan Indi tersenyum puas saat mendapatkan kunci jawaban dari kebingungannya.

"Benar juga. Kamar mandi dilantai ini kan yang paling bagus dan..." Indi langsung berjalan kearah lemarinya dan membuka salah satu laci.

"Bingo!" Indi menatap dengan mata berbinar tumpukan baju dan celana terlipat rapi didalam lemari kerjanya. Indi memutuskan dia tidak akan pulang dan menunggu Reza selesai dari rapatnya. Dia bisa membersihkan diri saat para karyawan lain sudah pulang. Jika dia kembali ke apartement, kemalasannya pasti akan membawa tubuh lelah itu keatas tempat tidur dan acara kencan pertamanya pun batal. Menyebut makan malam pertama ini dengan kencan bahkan sudah membuat Indi berdebar-debar.

"Hm...biasanya kan yayang Reza setelah makan malam dengan jalang-jalangnya pasti akan 'begituan' yah? Apa kami juga akan...KYAAA! Mama! Indi tidak kuaaaatt!!!" tanpa Indi sadari sekarang dia sudah berguling-guling ke'gatel'an diatas karpet ruangannya. Tidak tahan dengan pikiran mesumnya sendiri.

JDUUUK!

"Aaaaaggghhhh!"

Dan jidat Indi sukses mencium kaki meja kerjanya.

"Aduuuhh..." Indi meringis menahan betapa maknyus-nya efek belaian sang kaki meja kepada jidat imutnya. Ini semua gara-gara Reza. Jika saja kepalanya tidak dipenuhi janji makan malam dengan yayang nya itu, maka dia tidak akan merasakan sakit yang entah kenapa hilangnya lama sekali. Tapi karena yayang Reza tampan dan seksi...jadi adek Indi maafin deh, tawanya dalam hati.

Memang kita sebagai manusia harus dapat mengambil sisi positif dari kesialan apapun yang terjadi. Buktinya sekarang, jika kaki meja itu tidak menjedutkan dirinya kejidat Indi, maka dia tidak akan sadar sudah membuang-buang waktu percuma. Matanya langsung melotot saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore.

"Mampus! Mana belum mandi...trus dandan trus nyatok...hadeeeuuuhhh!!!!" Indi langsung mengambil baju bersih yang akan dia pakai dan langsung keluar dari ruangannya dengan setengah berlari. Indi meringis saat menyadari sudah selama apa dia melamun tadi. Ruangan kantor bahkan sudah sepi seperti kuburan. Bahkan si jablay Sisca sudah kembali kealamnya. Dengan cepat Indi memacu langkahnya kearah toilet perempuan.

 

"Iya sayang, ini juga sudah selesai. Aku pulang sekarang..."

Reza melirik adiknya yang juga melakukan hal yang sama dengannya. Reza menaikkan turunkan alisnya dan melempar bola matanya kearah sang Ayah yang sedang berbicara lewat telpon. Arya mati-matian menahan tawa melihat tingkah Ayahnya yang langsung berubah drastis. Tadi saja sok tegas dan marah-marah pada kedua putra tampannya. Sekarang malah berbicara lembut sambil manggut-manggut. Kedua putra durhaka itu pun menarik kesimpulan jika kepala keluarga mereka adalah sang Ibu.

"Apa! Mau protes! Mau dipecat jadi anak?!" ketus Ayah mereka saat menangkap basah kedua putranya tersenyum-senyum tidak jelas.

Reza dan Arya langsung menggelengkan kepalanya dan memasang tampang anak baik-baik kelas kakap. "Ah, tidak ada apa-apa, Ayah. Percayalah." Reza berusaha tenang. Dan bisa dipastikan ucapan putra pertamanya itu 100% tidak bisa dipercaya.

"Jadi kalian camkan baik-baik apa yang Ayah katakan tadi. Dan untukmu Reza, ambil keputusan yang tepat untuk karir dan hidupmu, kau mengerti?" ucap Pak Mahendra penuh ketegasan.

"Tentu, Ayah." jawab Reza penuh keyakinan.

"Kalau begitu Ayah pulang sekarang dan untukmu Arya, jika kau mendekati seorang perempuan hanya untuk senang-senang, Ayah harap jangan seorang office girl. Hidupnya sudah susah, jangan lagi kau tambah."

Dan Bapak Mahendra yang terhormat pun melangkah pergi meninggalkan kedua putranya dengan tampang yang berbeda-beda. Reza dengan wajah bengong seperti orang bodoh menatap adiknya dan Arya sendiri terdiam membeku ditempatnya dengan wajah seputih kapas.

"Arya..."

"Oh! Diamlah Kak!" potong Arya sebelum kakaknya melontarkan pertanyaan yang akan menjebaknya.

"Kau tau aku tidak akan diam, Ar. Apa benar kata Ayah tadi kalau kau menggoda seorang office girl. Apa kau sudah kehilangan otak warasmu, Dik!" Reza menggeleng tidak percaya pada adik semata wayangnya ini.

"Aku tidak menggoda, Mia. Walaupun aku akui dia memang manis..." bela Arya pada dirinya sendiri.

Yah, ternyata yang dimaksud ayahnya adalah Mia, office girl yang memang mengurus segala keperluan Arya. Gadis yang diakui Reza memang sangat manis, walaupun masih lebih manis Indi.

"...dan lagi dari mana sih Ayah tau! Pasti ada mata-matanya di kantor ini!" tuduh Arya masih tidak terima atas tuduhan Ayahnya.

Reza menghela napas malas. "Semua pegawai disini bisa menjadi mata-matanya, Ar. Apa kau lupa ini kantor siapa? Makanya lain kali main yang cantik sepertiku dan jangan mengganggu para pegawai bawah. Hidup mereka sudah berat, Ar. Kali ini aku setuju dengan Ayah."

"Aku kan tidak main-main padanya..." Arya bergumam ditempatnya namun masih terdengar oleh Reza walaupun tidak jelas. "Apa?" tanyanya

"Tidak ada!" jawab Arya langsung. Setelah itu dia menatap kakaknya tajam.

"Kau sendiri, seperti masalahmu tidak ada saja, Kak?" tanya Arya sinis.

Seakan diingatkan sesuatu, Reza langsung melangkah cepat menarik lacinya, meraih sebuah remote dan memencet tombol. Seketika vertikal blinds didepannya tersingkap dan memaparkan dari jauh ruangan seseorang yang terlihat kosong. Reza tersenyum dan kembali menutup 'tirai penguntit' nya.

"Sepertinya dia sudah pulang.." ucap Reza pada dirinya sendiri dan mengabaikan pertanyaan adiknya. Matanya langsung melirik kearah jam dinding dan tersenyum lega. Dia masih punya waktu setengah jam sebelum menjemput Indi tersayang.

Reza menghempaskan dirinya ke sofa tepat didepan Arya.

"Hei, Kak! Aku bertanya padamu?" desak Arya.

Reza menatap adiknya dengan alis terangkat. "Apa?"

Arya mendesah lelah. Menghadapi kakaknya ini haruslah ekstra sabar.

"Seperti kata Ayah tadi...kau harus mengambil keputusan yang tepat untuk karir dan hidupmu..." suara Arya sengaja dia beratkan agar bisa menyerupai Ayahnya, yang sudah pasti gagal total.

"Itu bukan masalah." jawab Reza santai sambil memejamkan mata dan menyenderkan kepalanya kesandaran sofa.

Terdengar decakan kesal disebelahnya, mau tidak mau Reza tersenyum geli. Dia yang punya masalah tetapi kenapa adiknya ini yang galau.

"Masalahmu bahkan lebih besar dariku, Kak..." Arya menarik napas sebelum melanjutkan.

"Kau sudah mempunyai tunangan dan kalian sudah terikat sejak SMA. Jangan membantah jika kalian juga, saling mencintai." ucap Arya tegas tanpa keraguan.

Dan senyuman yang terbit diwajah Reza langsung meluluh lantakkan perasaan seorang gadis yang mengintip dari celah pintu yang terbuka. Seakan belum cukup menorehkan luka, perkataan Reza selanjutnya berhasil mencabik-cabik hati gadis itu.

"Tunangan, yah? Kau benar, Ar. Aku mencintainya. Bahkan sangat mencintainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...