Tanpa mereka sadar sudah ada yang senyum-senyum mesum di ruangannya. Pria itu sudah mengambil beberapa foto dari jarak dekat, menengah dan jauh. Pas sekali jika digunakan untuk mengancam adiknya jika macam-macam. Yah, Reza sedang mengintip drama percintaan adiknya dari kaca yang biasa dia gunakan untuk mengawasi kekasihnya.
Awalnya sih
tidak sengaja. Dia yang baru masuk ruangan setelah rapat langsung melihat
kearah ruangan Indi, dan bukannya mendapati Indi yang sudah datang tapi malah
adiknya yang sedang mencium seorang gadis yang tidak lain adalah office girl di
kantor ini. Jika ibu mereka tahu bisa-bisa sakit migrainnya kumat.
“Arya,
hehehe…ternyata nafsuan juga ya!”
Telepon
dimejanya bordering. Reza tidak langsung menerimanya malah sibuk melihat-lihat
foto Arya yang dia ambil tadi sambil senyum-senyum. Setelah deringan keempat
barulah dia menekan tombol sambungan. “Ya, ada apa?”
“Pak, Anda
diminta hadir keruangan Pak Mahendra.” suara Sisca yang sengaja
diberat-beratkan agar terdengar seksi langsung terdengar. Dulu suara ini memang
membuatnya bergairah tapi sekarang malah terdengar aneh. Apa dia ganti
sekertaris saja ya?
“Ya.” Reza hanya
membalas pendek dan bergegas.
“Pak, ini apa?”
“Jadi begini,
Indi..” Pak Joko mengambil alih penjelasan. “Ini adalah Surat Keputusan Dewan
Direksi dan sudah ditanda tangani oleh Saya, Pak Mahendra dan Bu Nia.
“Dari lubuk hati
terdalam, kami mewakili perusahaan, ingin meminta maaf karena sudah meragukan
integritas dan loyalitasmu untuk perusahaan. Seharusnya perusahaan bisa lebih
memiliki sistem penilaian kinerja yang lebih baik sehingga semua keputusan
menyangkut kinerja baik reward dan punishment bisa lebih jelas dan bertahap.
Tidak hanya berasal dari keputusan sepihak dari dewan direksi.”
Pak Mahendra
mengangguk menyetujui perkataan Pak Joko dan melanjutkan, “Seharusnya
perusahaan memberikan kesempatan pegawai untuk mengajukan keberatan dan
mengajukan bukti. Oleh karena itu kami dewan direksi sepakat untuk mengangkat
kamu, Indi sebagai Ketua Tim Kepatuhan Internal SDM yang sebelumnya dijabat
oleh Pak Joko. Dan tentunya kamu juga akan mendapatkan tambahan tunjangan
jabatan.”
Tunjangan
jabatan = Uang tambahan.
Hell yeah!,
tentu saja dia mau. Siapa juga yang mau nolak rejeki. Anggap saja penebusan
dosa setelah mereka memfitnahnya.
Indi tersenyum
sopan dan mengangguk. “Siap, Pak. Saya bersedia demi kebaikan perusahaan.”
Jawab Indi sedikit menjilat.
Pak Mahendra
bertepuk tangan bangga dan Pak Joko tersenyum tulus. “Memang keberadaanmu di
perusahaan ini adalah sebuah berkah.
“Oh iya selain
itu ada yang ingin saya sampaikan..” Pak Joko teringat tujuan lain memanggil
Indi.
“Bulan depan
saya akan menikahkan anak saya, jadi saya berharap kamu bersedia menjadi bagian
dari penerima tamu. Selain kamu ada juga Ana sekretarisnya Bu Nia dan Sisca
sekertarisnya Reza, bagaimana Indi, apa kamu bersedia?” tawar Pak Joko sebelum
melanjutkan, “dan sebenarnya istri saya sudah menyiapkan bahan seragam kebaya
buat kamu.” Menutup celah penolakan Indi.
Indi yang pintar
menangkap sinyal itu. “Tentu saja saya bersedia, Pak.” Enak saja si Sisca
jablay itu mau tampil sendiri.
Tok! Tok!
“Masuk!” Pak
Mahendra sudah tahu siapa yang datang.
Reza membuka
pintu dan langsung menemukan Indi yang duduk di sofa. Cantik sekali kekasihnya
ini. Reza tersenyum lebar dan langsung mendudukkan dirinya di sebelah Indi,
dekat.
Pak Joko
tersenyum geli melirik kearah kakak sepupunya yang menatap malas putranya. Ayah
dan Anak benar-benar satu server. Server mesum. Untung saja Nia tidak ada
disini, bisa ngomel sampai besok sepupu juteknya itu.
“Kalau begitu
saya pamit dulu, masih ada rapat setelah ini. Dan Indi sekali lagi terima
kasih.” Pak Joko tersenyum tulus dan langsung beranjak keluar ruangan.
Pak Mahendra
menatap Reza yang menatap Indi. Dirinya benar-benar merasa dikacangi. Dasar
anak durhaka.
“Reza!”
“Iya!” Reza
tersentak kaget, otomatis mengalihkan pandangannya kearah ayahnya.
“Bagaimana
kelanjutan kasus Indi? Kau yang bertanggung jawab, kan?
Reza berdehem
dan memperbaiki duduknya. “Soal itu sudah diselesaikan. Panji sebagai Kepala
Bagian IT sudah memperbaiki data dan sebagai pertanggung jawaban, dia sudah
dimutasi.”
Indi menatap
horor kearah Reza. Apa-apaan ini siapa yang salah dan siapa yang harus
dikorbankan. Kenapa jadi orang lain yang menanggung semua kesalahan. Inikan
perbuatan Reza dan Arya.
“Panji sudah
dipindahkan ke Kantor Cabang di Semarang. Namun karena kinerjanya yang sangat
baik dia dipromosikan sebagai Wakil Kepala Cabang disana.” Reza melanjutkan
saat merasakan tatapan laser dari sebelahnya.
“Baguslah kalau
sudah selesai. Kalau begitu kalian sudah bisa kembali bekerja. Dan Indi terima
kasih karena sudah bersedia kembali ke perusahaan.”
“Sudah
seharusnya, Pak.” Indi mengangguk, berdiri dan pamit keluar.
“Reza tunggu!”
Pak Mahendra memanggil Reza yang mengekori Indi dari belakang.
Reza menatap
kesal ke ayahnya karena menahan. Memandang Indi yang hilang di balik pintu
dengan tidak rela.
“Nala akan
datang saat acara pernikahan Bima. Ibumu mengundangnya.”
“Apa? Kenapa Ibu
tidak bilang apa-apa padaku?!” rahang Reza mengeras.
Pak Mahendra
menggeleng pelan, “Ayah juga baru tau saat mendengar Ibumu berbicara dengan
Nala ditelpon kemarin.”
“Dan apakah Nala
bilang dia akan datang?” Reza memastikan. Baru juga dia dan Indi berbaikan
sudah ada masalah lagi saja.
“Kalau melihat
antusias ibumu sepertinya dia mendapat kabar baik. Tapi ayah belum memastikan.”
“Semoga saja
tidak..” harap Reza. “…kalau begitu aku pamit ke ruangan, Yah.”
“Ya sudah, Ayah
hanya mau sampaikan itu.”
Reza kembali
keruangannya dengan muka masam. Kenapa Ibu dan Nala tidak bilang apa-apa
padanya. Bagaimana kalau Nala berulah dan membuat Indi kembali menjauh. Semoga
saja semua berjalan lancar sesuai rencananya.
Melihat pintu
berwarna putih sedikit terbuka di depan membuat mood Reza kembali naik.
Berjalan dengan tenang mendekati meja seorang pemuda yang fokusnya tak pernah
lepas dari layar komputer.
“Eka, Sampaikan
ke Bu Indi saya memanggilnya ke ruangan.”
“Baik, Pak. Akan
saya sampaikan.”
Reza berbalik
kembali ke ruangannya dengan senandung kecil. Eka yang mendengar hanya diam
saja tidak perduli. Pria ‘robot’ itu berjalan tenang menuju ruangan Indi.
Greb!
Belum juga pintu
tertutup sempurna, Reza sudah menarik Indi dalam pelukannya. Reza langsung
menyambar dan melumat bibir Indi. Indi yang diserang tiba-tiba langsung
mendorong tubuh Reza. Bukannya dia menolak tapi sebelum dicium tadi dia baru
saja bernafas mengosongkan udara dari paru-parunya. Dan sekarang rasanya sesak
seperti tercekik.
“Hah…hah! Mati
aku!” Indi terengah-engah. Sedangkan pelaku hanya cengar cengir didepannya.
“Kangen…”.
“Kangen ya
kangen aja, ga usah sampe ngebunuh juga!” Indi yang kesal sudah melupakan
posisi CEO kekasihnya. Hilang sudah kesopanan terhadap atasan, padahal mereka
masih di kantor.
Reza terkekeh
geli. Niat romantis tapi malah diomelin. “Kan romantis, Yang. Diserang
tiba-tiba kayak di drama korea atau webtoon, gitu.”
“Hah, tumben
pake Yang?! Sayang, Peyang atau Kayang?” Indi protes tapi tangannya membalas
pelukan Reza.
“Kuyang.”
Indi tertawa
sambil memukul pelan dada Reza. Sok imut. “Dasar!”
Reza memeluk
Indi sambil bergoyang pelan. Mereka menikmati kebersamaan ini. Reza rindu pada
Indi dan begitu juga sebaliknya. Namun itu berlaku hanya beberapa detik dan
sekarang tangan pria itu sudah bergeser turun kebawah. Tangan yang tadi
dipinggang Indi sekarang menangkup dan meremas pantat Indi, menekannya sampai
menempel rapat kekejantanannya yang sudah mulai mengeras.
“Aah..” Indi
mendesah, rasa geli yang menggoda menjalar dari perut sampai pahanya.
Reza menempelkan
samar bibirnya diatas bibir Indi, lidahnya membelai bibir bagian Indi yang
terbuka, menarik sedikit dengan giginya. Matanya menatap Indi melihat reaksi
gadis itu. Indi menatapnya lurus namun sayu, membuat Reza terbakar. Pria itu
menggeram dan melumat bibir Indi dalam. Dan nakalnya pinggul Indi malah
bergerak-gerak menantang.
“Indi…” Reza
mendongak sedikit keatas menikmati rayuan Indi di bawah sana. Melihat jakun
Reza yang bergerak gelisah karena pria itu terus menelan ludah menahan gairah
membuat Indi gemas. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Leher
yang selama ini hanya bisa dia lihat dari foto stalkingnya kini ada didepan
mata, menunggu dijamah.
“Mmm…” Indi
menjilat dan menciumi leher Reza, membuat pria itu sedikit kaget namun tidak
menahan. Reza menikmati ini. Sangat.
“Indi…di sofa..”
Indi terpekik
saat tubuhnya tiba-tiba terangkat dan Reza membawanya ke sofa. Reza langsung
merebahkan Indi dan menarik cepat celana dalam gadis itu.
“Eh…celanaku?”
“Pas sekali hari
ini kau pakai rok.” Reza menjilat bibirnya.
Dan hal itu pun
terjadi, tepatnya terulang kembali. Reza yang sudah lama menahan, membelai Indi
dibawah sana dengan lidahnya. Indi menutup mulutnya agar tidak berteriak dan
didengar orang diluar sana.
“Oh, ya ampun…Reza…aahh…”
Reza terus
memanjakan Indi dengan lidahnya, berputar, menekan, begitu gemasnya meremas
bongkahan pantat Indi sampai terangkat keatas. Reza terus menikmatinya,
menikmati cairan cinta Indi. Akhirnya dia bisa merasakannya lagi.
“Indi, kau
sangat…enak..Akh! aku sudah tidak tahan!” Reza melepas ikat pinggangnya,
menurunkan semua batasan.
“Oh, ini nikmat
sekali…” Reza menggesekkan kejantanannya yang masih terhalang boxer tepat
diatas surga dunia Indi. Versi kecil mereka terus bercengkerama intim hingga
Indi pun ikut menggoyangkan pinggulnya menjemput klimaks itu. Dan mereka
menggeram bersamaan. Reza ambruk diatas Indi dan wajahnya terbenam dibahu gadis
itu. Sedang Indi mengatur nafasnya sambil menatap langit-langit ruangan menikmati
turunnya sisa-sisa ledakan itu.
“Kita sudah
gila…”Indi terkekeh dan Reza pun sama. “…bagaimana kalau ada yang datang.”
“Untungnya
tidak.” Reza mengecup kening Indi sebelum beranjak dan membantu gadis itu
berdiri.
Reza mengambil
celana dalam Indi dan menyimpannya disaku. “Untukku.”
“Dasar mesum!”
Pria itu menatap
penampilan Indi yang ‘Oh sangat seksi sekali’. Sebelum dia ‘bangun’ lagi dan
itu berbahaya karena mereka masih berada dikantor. Reza membantu Indi merapikan
pakaian. Tepatnya meraba-raba bagian tertentu.
“Hentikan. Sudah
sana ganti celana!” Indi mengusir Reza sambil tertawa geli. Dan pria itu
mencium pipi Indi ringan sebelum beranjak ke kamarnya yang ada disamping
ruangan kerja. Ngomong-ngomong Indi belum pernah masuk kesana. Seperti apa
dalamnya?
Indi yang merasa
sudah rapi pun pergi keluar tanpa memberitahu Reza. Dia tidak nyaman dengan
penampilannya yang tidak bercelana dalam dan becek dibawah sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar