Sabtu, 11 Oktober 2025

21

Srak!

Srak!

Srak!

Indi menyendokkan tanah organik dengan sekop mininya. Sesekali keningnya tertekuk dan tangannya berhenti namun detik kemudian menyekop lagi. Sadar jika pot benih cabe merahnya sudah hampir penuh, gadis itu melempar sekop mini malang hingga menancap kedalam karung tanah.

"Apa kemarin katanya?" Indi mengingat dan menjilat bibirnya dengan kesal.

"Ooh..itu. Namanya Nala. Kapan-kapan aku kenalin ya?"

Indi memejamkan matanya penuh drama. Kemudian menghembuskan napas kasar.

Malas berpikir, Indi menggelengkan kepala dan mencari benih cabenya.

"Ck! Mana sih tadi...kalo dicari suka banget ilang. Giliran gak dicari nongol aja macam jerawat!"

"Anaknya seru dan manis, kalian pasti cocok..."

"AAAGGGHHRR!!!"

Ingatan bangsat plus benih cabe yang hilang suskes membuat Indi frustasi.

Ditendangnya pot kecil itu hingga terbalik dan tanahnya tumpah bersama benih cabe yang ternyata sudah dia tanam kedalam pot.

Indi terdiam.

"Mati saja kau Reza!"

Indi puas dengan pilihannya kemarin. Menonjok Reza tepat dihidung dan berlari pergi adalah keputusan tepat.

Persetan dengan pernikahan ataupun penjara. Indi punya seorang abang dan sahabat rasa kakak ipar yang pasti akan melindunginya.

Indi tersenyum puas.

 

Tapi itu sebelum Indi tahu jika abang dan kakak Ipar kesayangannya sedang liburan keliling Eropa. Bahkan pasangan gila itu meninggalkan sang putri dirumah neneknya.

"ANJ#%G!"

Malamnya Indi menelpon pasutri laknat yang diam-diam pergi liburan tanpa mengajaknya.

"Emangnya mereka mau aku gangguin bikin anak apa?!

Susah amat nambah satu tiket lagi...dasar pelit!"

Indi menggigit-gigit kukunya kesal karena panggilannya diabaikan pasutri kikir itu.

Tut

Tut

Tut

'Eh!'

Indi menatap ponselnya dengan mulut menganga. Panggilannya dimatikan.

'Mati kau Ika!!!' karena durhaka jika memaki abang gantengnya.

 

"Ha ha ha...astaga, Kak! Indi benar-benar luar biasa!!"

Bukannya marah, Reza malah ikut tersenyum simpul sambil mengusap hidungnya yang membiru.

"Ini pukulan sayang, Ar. Yah, walaupun tetap sakit sih tapi entah kenapa aku malah senang ngeliat wajah cemburunya itu."

Kepala Arya menggeleng takjub. Antara gila dan cinta itu beda tipis. Bahkan istilah budak cinta tidak cukup untuk menggambarkan sosok kakaknya saat ini.

"Dan apa kelanjutannya sekarang, Kak? kalian resmi putus?"

"Enak saja. Setelah semua yang sudah kulakukan..."

" Yah, menjebaknya kedalam masalah korupsi itu cukup brilian." Arya memotong sambil manggut-manggut.

Reza melirik tidak suka, "Kau menyindirku?!"

"Tepat sekali, Kak. Sungguh hanya wanita berhati sinetron yang masih mau menerimamu setelah menyebar fitnah dan mengaku memiliki wanita lain sebagai tunangan."

Reza menatap adiknya dengan ragu-ragu. Apa dia terlalu percaya diri jika cinta Indi sanggup menampung semua tingkahnya dalam wadah bertuliskan 'Aku maafkan'.

"Trus aku harus bagaimana sekarang, Ar?" dan bodohnya Reza baru bertanya sekarang.

"Entahlah. Kakak yang lebih berpengalaman malah nanya ke aku. Urusanku saja ga ada kemajuan sama sekali!"

Yah, kisah cinta cinderella antara putra pemilik perusahaan dan seorang Office Girl sedang dilakoni Arya.

Keduanya sama-sama menghela napas. Asmara itu benar-benar mengalahkan sulitnya ujian STAN.

 

 Selesai juga. Tanaman cabe sudah rapi dan disiram. Rumah sudah disapu dan dipel tiga kali. Piring sudah bersih dan tersusun rapi. Mandi juga sudah.

Tinggal menunggu si Maman, kucing tetangga yang akan minta makan sebentar lagi.

Indi merebahkan tubuhnya diatas sofa depan tv. Tangannya menekuk keatas menutupi mata. Ingin tidur karena malas berpikir. Tepat saat hampir terpejam, suara cakaran dipintu tanda si Maman datang membuat Indi malas-malasan menyeret tubuhnya kearah dapur. Sebungkus makanan kucing dan mangkuk kecil sudah berada ditangannya. Indi membuka pintu dan tertegun melihat seorang dewa seksi sedang mengelus kepala si Maman.

"Minggir!"

Reza menyingkir malu-malu karena bertemu Indi tanpa persiapan dulu. Baru saja dia mau mengetuk pintu, kucing berwajah majikan itu sudah mencakar-cakar pintu apartemen Indi dengan brutal. Lihat saja bekas cakarannya yang sudah seperti  lukisan abstrak.

"Mm...Ndi?"

"..."

"Bisa kita bicara?"

"..."

"Sebentar aja...boleh ya?"

"..."

Indi berdiri setelah Maman hampir menghabiskan setengah makanannya. Entah Indi yang terlalu lama jongkok atau si Maman yang rakus.

"Ke Cafe bawah aja." balas Indi datar dan berjalan meninggalkan Reza dibelakangnya.

Reza yang sudah mempersiapkan kata-kata penolakan dari Indi tersentak kaget. Kepalanya menoleh kekanan kiri antara tubuh Indi yang menjauh dengan pintu apartemen yang masih terbuka. Buru-buru Reza menutupnya dan berlari mengejar Indi.

Akhirnya Reza mampu menyusul dan mereka berjalan beriringan dalam diam sampai duduk di meja cafe.

"Apa kabar, di?"

Indi mengangkat tangannya, memanggil pelayan.

"Mas, mau pesan dong!"

Reza menutup kembali mulut dan menggaruk pipinya asal, dikacangin.

"Di.."

"Makan aja dulu baru ngomong. Sayang makanannya kalau mual duluan."

'Mampus!' , Reza memaki dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...