Sabtu, 11 Oktober 2025

06_MHB



“Dikelas ini yang namanya Oktober siapa? Keluar lo!”

Okta mendongak dari buku yang dibacanya. Tangannya menaikkan kacamata untuk memperjelas siapa yang memanggil barusan.

Semua mata murid langsung mengarah padanya namun mulut mereka terkunci seolah tidak berani ikut campur. Berharap jika Okta akan mengaku sendiri tanpa harus mereka beritahu.

“Gue. Kenapa?” Okta berdiri dari duduknya.

“Sini lo!” murid bertubuh agak gempal mengacakkan pinggangnya didepan pintu kelas.

Okta tidak bergerak sama sekali. Wajahnya bahkan tetap datar tanpa ada rasa takut padahal yang memanggilnya adalah gerombolan kelas dua yang terkenal preman.

“Kan yang ada urusan ke gue kalian, yah kalian lah yang masuk sini.” Jawaban santai Okta bagai menyiram bensin dalam kobaran api.

‘Menyala Okta-ku!’ jeritan hati teman sekelasnya seakan terdengar jelas.

“Heh! Berani lo ya, ga tau lo gue siapa?!” muka sigempal memerah. Dengan menghentak kaki dia berjalan mendekati Okta dan berdiri tegak dihadapan Okta. Mukanya semakin merah karena emosi saat melihat bibir Okta tertarik keatas.

“Napa lo senyum-senyum? Dah gila?!”

Okta berdehem. “Ga. Gue kira lo tinggi…ternyata…”

“Lo…lo…” Muka sigempal makin memerah. Emosinya semakin menjadi saat suara tawa tertahan terdengar samar disekelilingnya. Sial! Memang dia minta dilahirkan pendek!

“Tarik dia!”

Satu perintah itu membuat tubuh Okta ditarik paksa keluar kelas oleh anak buah sigempal. Okta yang memang malas berdebat hanya pasrah saat diseret keluar. Tepatnya dia hanya berjalan biasa dan yang memeganginya ikut terbawa.

Mereka membawa Okta ke tanah kosong dibelakang sekolah. Tempat itu memang mereka jadikan basecamp untuk nongkrong, merokok atau membuli siswa lain dan para guru tidak ada yang berani menegur.

Sesampainya disana, anak buah sigempal langsung berdiri dibelakang ketuanya. Berusaha mengintimidasi korban seperti biasa.

“Lo tau kenapa diseret kesini!”

Okta menggaruk kepalanya dengan gerakan malas. Tingkahnya membuat sigempal menyerngit kesal dan mulai bermain fisik. Dengan langkah cepat dia mendekati dan menarik kerah baju Okta dengan kasar sampai kancing teratasnya copot.

“Lo tau siapa gue! Berani lo bertingkah kayak gini, hah!”

Okta membiarkan saja kerah bajunya ditarik dan memandang kearah sigempal yang ada dibawah dagunya. “Dari tadi lo nanya mulu. Mending langsung aja ngomong lo siapa dan kenapa bawa gue kesini, selesai kan?”

Rahang sigempal mengeras dan tinjuannya langsung menghantam wajah samping Okta dengan keras.

Bug!

Anak buahnya langsung bersorak heboh saat ketua mereka mulai beraksi. Hal ini sangat jarang terjadi karena biasanya sigempal hanya menonton saja saat anak buahnya membuli siswa lain.

Namun mata sigempal langsung melotot dan sorakan langsung berubah hening.

Kepala Okta sama sekali tidak bergeser seinchi pun dari posisi awalnya. Tubuhnya juga tetap berdiri tegak bagai gapura kecamatan. Hanya kacamatanya saja yang sudah pecah dan terlempar ke tanah.

Cengkeraman sigempal dikerah baju Okta pun perlahan terlepas. Sigempal sepertinya cukup sadar jika sosok didepannya ini bukan orang biasa dan tidak mudah dibuli.

Okta berjongkok mengambil kacamatanya yang terlihat menyedihkan.

“Bakal kena omel lagi, deh…” Okta menggerutu sambil membersihkan sisa-sisa tanah dikacamatanya.

“Lo..lo…kenapa..” sigempal terlihat mundur selangkah.

Okta menghela nafas malas. Dia berdiri dan berjalan mendekati sigempal. Setiap langkah Okta mendekat, sigempal sebenarnya ingin mundur namun terlalu malu dan gengsi dengan anak buahnya dibelakang. Bisa hancur harga dirinya. Namun jangan salahkan dia, sosok Okta saat ini seperti predator yang sudah kenyang dan hanya ingin bermain dengan mangsanya.

Okta berdiri diam mengamati sigempal dari atas sampai bawah.

“Nama lo Ryan, kelas duabelas. Dan lo adalah ketua geng berandalan disekolah ini yang suka membuli murid lain dan alasan lo bawa gue kesini karena kesel cewek incaran lo nembak gue, kan?”

Kepalan Ryan terlihat memutih karena menahan rasa marah. Mulutnya bungkam mendengar perkataan Okta. Benar. Dia marah karena Okta sudah menarik perhatian cewek incarannya.

Perlahan tubuh Okta membungkuk dan berbisik tepat ditelinga Ryan. “Bukan salah dia pilih gue tapi salahkan lo yang diam saja tanpa bisa berbuat apa-apa…”

Okta langsung bereaksi mundur saat tinjuan cepat Ryan mengarah kepadanya. Kali ini dia menghindar, cukup tadi saja dia bersedia jadi samsak dadakan.

“DIAM LO! TAU APA LO, BRENGSEK!”

“Bos…”

“Pergi kalian!”

“Tapi bos, kit…”

“PERGI!”

Dan bentakan Ryan langsung membungkam anak buahnya. Semua langsung bubar dan mulai berpencar pergi ke kelasnya masing-masing. Kini tinggal Ryan dan Okta saja yang masih disana.

Okta menatap datar sosok Ryan dan tertunduk. Geraman terdengar samar dari mulut bocah gempal itu. Memutar bola matanya malas, Okta mulai bicara sambil meneliti kerusakan pada kacamatanya.

“Ini hadiah nyokap gue, tau!”

“…”

Melihat tidak ada reaksi, Okta menghela nafas pelan. “Bentuk badan lo di gym. Lemak lo dah cukup buat bodybuilding. Muka lo juga ga jelek-jelek amat.”

Ryan mendongak mendengar perkataan Okta. Matanya bahkan sudah memerah.

“Lo marah trus sama orang tanpa usaha bagusin penampilan lo…itu namanya kalo ga pemalas ya pengecut!”

“Gue ga pengecut! Mereka..mereka…”

“Mereka yang ga tau kalo lo ga seburuk itu. Cuma salah lo sendiri yang ga mau usaha buat kasih tau mereka.”

Perkataan Okta membungkam Ryan.

Yah. Sebenarnya selama ini Ryan membuli siswa lain yang diam-diam selalu mengejek penampilannya yang gendut. Dan semakin menjadi saat semua murid perempuan menatapnya dengan pandangan jijik seolah dia adalah seekor babi gemuk yang menyedihkan. Padahal ayah dan ibunya selalu menyayanginya, kenapa orang lain tidak bisa seperti mereka.

Namun hari ini Okta seolah tahu kegelisahaannya dan membuka pintu rasa minder pada dirinya.

“Besok pulang sekolah gue tunggu dilapangan olah raga. Itu juga kalo lo mau berubah…” Okta berbalik dan berjalan menjauh dari Ryan yang masih membisu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...