Sabtu, 11 Oktober 2025

09

 Tidak fokus.

Itulah yang dirasakan Indi saat ini. Tangannya hanya menusuk-nusuk daging panggang yang jika tidak dalam suasana hati jelek seperti ini, pasti sudah habis dihajarnya sejak tadi. Ika merasakan keanehan sikap sahabatnya. Yang ada dikepalanya saat ini hanyalah masalah Indi yang mungkin belum berkenan diceritakan wanita itu padanya. Ika hanya perlu menunggu, atau mungkin sedikit berusaha.

"Tumben lu ngajak keluar, ga nelpon dulu?" tanya Ika sambil terus memasukkan potongan daging lezat kemulutnya.

"..."

"Ndi!" Ika memanggil Indi dengan sedikit keras, mengembalikan pikiran wanita itu ke dunia nyata. Indi langsung tersentak dan untunglah dia cepat menguasai dirinya.

"Ga. Ga ada alasan khusus. Gue tiba-tiba aja kangen makan diluar bareng lu." jawab Indi datar dan semakin membuat Ika yakin jika sahabatnya sedang dirundung masalah. Namun seperti seharusnya, Ika tidak akan memaksa Indi cerita sampai wanita itu sendiri yang memulai.

Sedangkan Indi sendiri, memutar kembali kejadian beberapa saat yang lalu.

Mata Indi terus mengikuti langkah Reza dan jalangnya yang memasuki sebuah ruangan khusus direstoran mahal ini. Mungkin ruangan VIP. Atau Indi lebih suka jika Reza membawa jalangnya itu keselokan terdekat.

Sampai saat ini tidak ada tanda-tanda mereka keluar, hanya beberapa pelayan yang keluar masuk membawa makanan yang dipesan. Ingin rasanya Indi menghentikan pelayan-pelayan itu dan menuangkan obat serangga sebanyak-banyaknya kemakanan 'jalang' nya Reza. Untunglah akal sehatnya masih melindungi.

Ika dan Indi sama-sama tersentak saat ponsel milik Ika bergetar diatas meja. Buru-buru wanita itu mengelap mulutnya dengan tisu dan langsung menjawab panggilan yang Indi yakin dari kakaknya.

"Iya, sayang. Udah beres kok..." Ika melirik Indi dengan tatapan bertanya dan langsung dibalas anggukan Indi. Tanpa mendengar pun dia tau pasti kakaknya bertanya kapan Indi akan mengembalikan istrinya pulang.

"...ini bentar lagi juga pulang. Oke, tunggu yah. Jangan bobo duyuuu~..."

Sumpah Indi mau muntah mendengar nada manja yang terlalu berlebihan dari jablay di depannya ini.

"Love you too...muaaacchhh!!!" dan Ika memasukkan ponselnya ke tas sambil tersenyum dengan penuh aura kemesuman.

"Yuk, cabut!" ujar Ika mulai beranjak

Indi menghela napas lelah. Percuma saja dia lama-lama disini, malah tambah sakit hati. Niat mau cari hiburan malah nambah pikiran.

"Duluan aja. Lu mau ngasih vouchernya, kan. Gue mau ke toilet bentar".

Ika mengangguk dan mereka berpisah.

Tidak lama waktu yang dibutuhkan Indi di dalam toilet. Selain karena sepi, sebenarnya dia hanya ingin melarikan diri. Indi menatap wajahnya sendiri yang terpantul dari cermin.

"Wajar jika dia tidak melihatmu, Indi. Kau kalah jauh dengan perempuan tadi." Indi tersenyum miris. Menyadari jika hidupnya sangatlah nyata. Pria sempurna akan mencari perempuan yang juga sempurna. Mana mungkin Reza mau bersanding dengan perempuan standart biasa seperti dirinya. Indi menepuk kedua pipinya pelan.

"Sadar, Indi. Cintanya tidak akan pernah tumbuh untukmu." kekehan lemah terdengar dari celah bibirnya. Menertawai nasibnya sendiri.

Menyadari jika dia sudah terlalu lama mengasihani dirinya di toilet umum, Indi kembali melihat cermin dan merapikan diri sekedarnya. Dengan malas dia membawa langkahnya keluar.

"Indi?"

Langkah Indi terhenti. Tidak mungkin kan ada hantu yang tau nama perempuan biasa sepertinya. Hei! Dia bukan artis.

Namun rasa penasaran membawa tubuhnya berbalik kebelakang, melihat siapa yang telah iseng memanggil dirinya yang sedang patah hati ini. Dan rasa penasarannya langsung beralih kaget. Jangan salahkan Indi, sumpah dia tidak melihat kapan pria ini datang. Padahal tempat duduknya mengarah ke pintu masuk.

"Pak Arya?" balas Indi dengan cepat menguasai dirinya. Indi sedikit bingung melihat kegelisahan wakil CEO nya ini, seperti ada campuran takut, kaget dan penasaran...mungkin.

"Kau...disini juga, udah lama?" lanjut Arya ragu.

"Iya...lumayan lah, ini juga mau pulang." balas Indi sekenanya.

Mata Indi mengikuti gerakan kepala Arya yang manggut-manggut tidak jelas. Baru juga dia akan permisi pamit, pertanyaan Arya menahan langkahnya kembali.

"Ah...itu...kau kesini sendiri atau..."

Indi yang paham maksud Arya langsung memberi penjelasan yang sejujurnya tidak perlu dia lakukan. Tapi wajah penasaran Arya mau tidak mau membuatnya iba.

"Dengan kakak ipar saya, Pak. Dan mungkin sekarang dia sedang marah-marah karena saya tertahan disini." ujar Indi sedikit menyindir. Oh, sungguh dia ingin segera pulang, mengistirahatkan tubuh dan juga hatinya. Namun bagai mati rasa, Arya terus saja berbicara.

"Ah iya. Kau gabung saja denganku, ada Reza juga..."

Nyut! Jantung Indi langsung terasa nyeri membayangkan Reza bersama perempuan pilihannya.

"Ya. Tadi saya melihat Pak Reza datang. Dan saya tidak ingin mengganggu." potong Indi sedatar mungkin, namun menekankan kata mengganggu yang penuh makna.

Arya tersentak kaget, mendengar kata yang sengaja ditekankan Indi, membuatnya tersadar akan sesuatu. Entah kenapa wajahnya memucat. Indi yang melihat itu merasa janggal. Mulut pria itu membuka dan menutup tanpa suara bagai ikan terdampar di darat. Mungkin pria itu lupa ingin berkata apa. Indi tidak perduli.

"Kalau begitu saya pamit, Pak Arya. Selamat malam." tanpa mengharap balasan Arya, dia langsung berbalik dan melangkah menjauh.

Jangan ditanya Arya. Selepas Indi pergi dia langsung berjalan cepat, setengah berlari menuju ruang VIP yang dia pesan.

 

"Setelah ini kita kemana lagi, sayang?" tanya manja seorang wanita pada pria disebelahnya. Reza.

Wanita itu dengan malas menyenderkan kepalanya ke dada bidang Reza. Tangan pria itu membelai rambut si wanita dengan lembut. Tangannya yang lain menarik dagu lancip si wanita dan mengecupnya ringan. Perlahan ciuman itu semakin dalam dan intens. Baru saja wanita itu hampir terlena, ciuman itu terlepas. Reza mengusap bibir bawah si wanita yang sedikit basah dan merah hasil perbuatannya.

"Tidak kemana-mana, manis. Ini adalah pertemuan kita yang terakhir." jawab Reza.

Cemberut menyerang wajah si wanita. Merasa tidak terima dia pun memeluk erat pinggang Reza dan malah membuat pria itu terkekeh geli. Bibir yang mengerucut imut itu bagai magnet menarik bibir Reza semakin mendekat dan mendekat, sampai

BRAAAKKK!!!

"ASTAGA!!!" Reza langsung terlonjak kaget dari posisinya saat pintu ruangan mereka terjeblak terbuka dengan paksa.

Arya menggelengkan kepala melihat betapa intimnya posisi kakaknya saat ini. Arya bersumpah Reza akan mampus sekarang.

"Tadi Indi disini, Kak. Dan...melihatmu dengan dia." ucap Arya tanpa basa-basi, mengarahkan dagunya kearah wanita disebelah Reza.

Mata Reza langsung membola. Dia langsung berdiri, mengabaikan pekikan seorang perempuan yang terjerembab kelantai karena gerakannya yang tiba-tiba. Mukanya bahkan memucat lebih pias daripada kertas. Sama seperti Arya tadi, karena begitu shocknya, mulut Reza membuka dan melontarkan pertanyaan yang mungkin, sampai bang toyib pergi lagi masih belum selesai.

"Ba...bagaimana...bu...tadi...aku..." Reza tergagap,

Arya yang sudah kesal dengan tingkah kakaknya ini langsung mendorong tubuh Reza keluar.

"Jelaskan padanya. Dia baru pergi, mungkin masih ada diparkiran."

Dan tanpa bertanya lagi Reza langsung melesat pergi keluar dan meninggalkan Arya.

"Aduuuhh..."

Mata Arya langsung menoleh kesamping saat mendengar suara rintihan sakit seorang perempuan. Yah, perempuan yang menjadi kekasih kakaknya nomor....entahlah, Arya lupa. Dan kakaknya berniat memutuskan semua kekasihnya malam ini, termasuk perempuan yang ada didepannya. Arya membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Dengan malas dia melemparkan uang itu diatas meja.

"Pulanglah. Kau dan Reza sudah berakhir." ucap Arya datar. Perempuan itu langsung menjerit tidak terima. Arya sampai menutup kupingnya yang berdengung sakit.

"TIDAK! REZA AKAN MENIKAHIKU!" teriak perempuan itu histeris.

Arya menatap malas kearah perempuan yang sudah berderai air mata. Entahlah, itu palsu atau tidak Arya benar-benar tidak perduli. Arya menggeser tubuhnya menghadap perempuan itu dan memandangnya tajam.

"Jangan merasa spesial. Aku yakin kau sudah tau posisimu sejak awal. Jadi ambil uang itu, pergi dan jangan lagi mendekati kakakku, karena dia sudah tidak membutuhkanmu lagi, mengerti?"

Arya yang sudah lelah sejak pagi karena tingkah kakaknya, berbalik dan melangkah keluar. Dia ingin segera tidur seperti orang mati di ranjang besarnya. Namun sepertinya keinginannya masih harus tertunda.

"Aakh!" Arya meringis, merasakan cakaran kuku yang tiba-tiba menerjangnya.

"Kau mencakarku?!" kata Arya dengan kesabaran yang sudah semakin tipis.

"HUWAAAAA!!!! REZAAAA.....JANGAN TINGGALKAN AKU. AKU MENCINTAIMU!!!!"

Arya berusaha, menarik, meronta melepaskan diri dari perempuan gila warisan kakaknya.

'Nangis yah nangis aja, ga usap pake nyakar!' batin Arya mulai takut. Siapa sih laki-laki yang ga takut sama perempuan. Apalagi yang histeris.

"Pak! Mas! Mba!....tolongin saya!" Arya berteriak memanggil semua yang ada dipandangannya baik itu satpam ataupun pelayan. Dengan sigap pak satpam dan pelayan berdatangan menyelamatkan tamu VIP mereka. Acara tarik-tarikan pun terjadi. Dan sialnya para tamu malah mengabadikan moment itu dengan kamera mereka.

Arya bersumpah akan memotong 'junior' kakaknya jika wajahnya tersebar di dunia maya besok.

Arya langsung mendesah lega saat tangannya yang sudah penuh luka-luka bekas cakaran terlepas dari genggaman tangan perempuan yang masih menjerit-jerit kesetanan. Tanpa menunggu lagi, Arya langsung berlari kabur keluar restoran. Masalah tagihan dia akan membereskannya besok. Yang penting sekarang kabur dulu.

"Brengsek kau, Kak!!!!" teriak Arya sambil berlari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...