Tidak fokus.
Itulah yang
dirasakan Indi saat ini. Tangannya hanya menusuk-nusuk daging panggang yang
jika tidak dalam suasana hati jelek seperti ini, pasti sudah habis dihajarnya
sejak tadi. Ika merasakan keanehan sikap sahabatnya. Yang ada dikepalanya saat
ini hanyalah masalah Indi yang mungkin belum berkenan diceritakan wanita itu
padanya. Ika hanya perlu menunggu, atau mungkin sedikit berusaha.
"Tumben lu
ngajak keluar, ga nelpon dulu?" tanya Ika sambil terus memasukkan potongan
daging lezat kemulutnya.
"..."
"Ndi!"
Ika memanggil Indi dengan sedikit keras, mengembalikan pikiran wanita itu ke
dunia nyata. Indi langsung tersentak dan untunglah dia cepat menguasai dirinya.
"Ga. Ga ada
alasan khusus. Gue tiba-tiba aja kangen makan diluar bareng lu." jawab
Indi datar dan semakin membuat Ika yakin jika sahabatnya sedang dirundung
masalah. Namun seperti seharusnya, Ika tidak akan memaksa Indi cerita sampai
wanita itu sendiri yang memulai.
Sedangkan Indi
sendiri, memutar kembali kejadian beberapa saat yang lalu.
Mata Indi terus
mengikuti langkah Reza dan jalangnya yang memasuki sebuah ruangan khusus
direstoran mahal ini. Mungkin ruangan VIP. Atau Indi lebih suka jika Reza
membawa jalangnya itu keselokan terdekat.
Sampai saat ini
tidak ada tanda-tanda mereka keluar, hanya beberapa pelayan yang keluar masuk
membawa makanan yang dipesan. Ingin rasanya Indi menghentikan pelayan-pelayan
itu dan menuangkan obat serangga sebanyak-banyaknya kemakanan 'jalang' nya
Reza. Untunglah akal sehatnya masih melindungi.
Ika dan Indi
sama-sama tersentak saat ponsel milik Ika bergetar diatas meja. Buru-buru
wanita itu mengelap mulutnya dengan tisu dan langsung menjawab panggilan yang
Indi yakin dari kakaknya.
"Iya,
sayang. Udah beres kok..." Ika melirik Indi dengan tatapan bertanya dan
langsung dibalas anggukan Indi. Tanpa mendengar pun dia tau pasti kakaknya
bertanya kapan Indi akan mengembalikan istrinya pulang.
"...ini
bentar lagi juga pulang. Oke, tunggu yah. Jangan bobo duyuuu~..."
Sumpah Indi mau
muntah mendengar nada manja yang terlalu berlebihan dari jablay di depannya
ini.
"Love you
too...muaaacchhh!!!" dan Ika memasukkan ponselnya ke tas sambil tersenyum
dengan penuh aura kemesuman.
"Yuk,
cabut!" ujar Ika mulai beranjak
Indi menghela
napas lelah. Percuma saja dia lama-lama disini, malah tambah sakit hati. Niat
mau cari hiburan malah nambah pikiran.
"Duluan
aja. Lu mau ngasih vouchernya, kan. Gue mau ke toilet bentar".
Ika mengangguk
dan mereka berpisah.
Tidak lama waktu
yang dibutuhkan Indi di dalam toilet. Selain karena sepi, sebenarnya dia hanya
ingin melarikan diri. Indi menatap wajahnya sendiri yang terpantul dari cermin.
"Wajar jika
dia tidak melihatmu, Indi. Kau kalah jauh dengan perempuan tadi." Indi
tersenyum miris. Menyadari jika hidupnya sangatlah nyata. Pria sempurna akan
mencari perempuan yang juga sempurna. Mana mungkin Reza mau bersanding dengan
perempuan standart biasa seperti dirinya. Indi menepuk kedua pipinya pelan.
"Sadar,
Indi. Cintanya tidak akan pernah tumbuh untukmu." kekehan lemah terdengar
dari celah bibirnya. Menertawai nasibnya sendiri.
Menyadari jika
dia sudah terlalu lama mengasihani dirinya di toilet umum, Indi kembali melihat
cermin dan merapikan diri sekedarnya. Dengan malas dia membawa langkahnya
keluar.
"Indi?"
Langkah Indi
terhenti. Tidak mungkin kan ada hantu yang tau nama perempuan biasa sepertinya.
Hei! Dia bukan artis.
Namun rasa
penasaran membawa tubuhnya berbalik kebelakang, melihat siapa yang telah iseng
memanggil dirinya yang sedang patah hati ini. Dan rasa penasarannya langsung
beralih kaget. Jangan salahkan Indi, sumpah dia tidak melihat kapan pria ini
datang. Padahal tempat duduknya mengarah ke pintu masuk.
"Pak
Arya?" balas Indi dengan cepat menguasai dirinya. Indi sedikit bingung
melihat kegelisahan wakil CEO nya ini, seperti ada campuran takut, kaget dan
penasaran...mungkin.
"Kau...disini
juga, udah lama?" lanjut Arya ragu.
"Iya...lumayan
lah, ini juga mau pulang." balas Indi sekenanya.
Mata Indi
mengikuti gerakan kepala Arya yang manggut-manggut tidak jelas. Baru juga dia
akan permisi pamit, pertanyaan Arya menahan langkahnya kembali.
"Ah...itu...kau
kesini sendiri atau..."
Indi yang paham
maksud Arya langsung memberi penjelasan yang sejujurnya tidak perlu dia
lakukan. Tapi wajah penasaran Arya mau tidak mau membuatnya iba.
"Dengan
kakak ipar saya, Pak. Dan mungkin sekarang dia sedang marah-marah karena saya
tertahan disini." ujar Indi sedikit menyindir. Oh, sungguh dia ingin
segera pulang, mengistirahatkan tubuh dan juga hatinya. Namun bagai mati rasa,
Arya terus saja berbicara.
"Ah iya.
Kau gabung saja denganku, ada Reza juga..."
Nyut! Jantung
Indi langsung terasa nyeri membayangkan Reza bersama perempuan pilihannya.
"Ya. Tadi
saya melihat Pak Reza datang. Dan saya tidak ingin mengganggu." potong Indi
sedatar mungkin, namun menekankan kata mengganggu yang penuh makna.
Arya tersentak
kaget, mendengar kata yang sengaja ditekankan Indi, membuatnya tersadar akan
sesuatu. Entah kenapa wajahnya memucat. Indi yang melihat itu merasa janggal.
Mulut pria itu membuka dan menutup tanpa suara bagai ikan terdampar di darat.
Mungkin pria itu lupa ingin berkata apa. Indi tidak perduli.
"Kalau
begitu saya pamit, Pak Arya. Selamat malam." tanpa mengharap balasan Arya,
dia langsung berbalik dan melangkah menjauh.
Jangan ditanya
Arya. Selepas Indi pergi dia langsung berjalan cepat, setengah berlari menuju
ruang VIP yang dia pesan.
"Setelah
ini kita kemana lagi, sayang?" tanya manja seorang wanita pada pria
disebelahnya. Reza.
Wanita itu
dengan malas menyenderkan kepalanya ke dada bidang Reza. Tangan pria itu
membelai rambut si wanita dengan lembut. Tangannya yang lain menarik dagu
lancip si wanita dan mengecupnya ringan. Perlahan ciuman itu semakin dalam dan
intens. Baru saja wanita itu hampir terlena, ciuman itu terlepas. Reza mengusap
bibir bawah si wanita yang sedikit basah dan merah hasil perbuatannya.
"Tidak
kemana-mana, manis. Ini adalah pertemuan kita yang terakhir." jawab Reza.
Cemberut
menyerang wajah si wanita. Merasa tidak terima dia pun memeluk erat pinggang Reza
dan malah membuat pria itu terkekeh geli. Bibir yang mengerucut imut itu bagai
magnet menarik bibir Reza semakin mendekat dan mendekat, sampai
BRAAAKKK!!!
"ASTAGA!!!"
Reza langsung terlonjak kaget dari posisinya saat pintu ruangan mereka
terjeblak terbuka dengan paksa.
Arya
menggelengkan kepala melihat betapa intimnya posisi kakaknya saat ini. Arya
bersumpah Reza akan mampus sekarang.
"Tadi Indi
disini, Kak. Dan...melihatmu dengan dia." ucap Arya tanpa basa-basi,
mengarahkan dagunya kearah wanita disebelah Reza.
Mata Reza
langsung membola. Dia langsung berdiri, mengabaikan pekikan seorang perempuan
yang terjerembab kelantai karena gerakannya yang tiba-tiba. Mukanya bahkan
memucat lebih pias daripada kertas. Sama seperti Arya tadi, karena begitu
shocknya, mulut Reza membuka dan melontarkan pertanyaan yang mungkin, sampai
bang toyib pergi lagi masih belum selesai.
"Ba...bagaimana...bu...tadi...aku..."
Reza tergagap,
Arya yang sudah
kesal dengan tingkah kakaknya ini langsung mendorong tubuh Reza keluar.
"Jelaskan
padanya. Dia baru pergi, mungkin masih ada diparkiran."
Dan tanpa
bertanya lagi Reza langsung melesat pergi keluar dan meninggalkan Arya.
"Aduuuhh..."
Mata Arya
langsung menoleh kesamping saat mendengar suara rintihan sakit seorang
perempuan. Yah, perempuan yang menjadi kekasih kakaknya nomor....entahlah, Arya
lupa. Dan kakaknya berniat memutuskan semua kekasihnya malam ini, termasuk
perempuan yang ada didepannya. Arya membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa
lembar uang. Dengan malas dia melemparkan uang itu diatas meja.
"Pulanglah.
Kau dan Reza sudah berakhir." ucap Arya datar. Perempuan itu langsung
menjerit tidak terima. Arya sampai menutup kupingnya yang berdengung sakit.
"TIDAK!
REZA AKAN MENIKAHIKU!" teriak perempuan itu histeris.
Arya menatap
malas kearah perempuan yang sudah berderai air mata. Entahlah, itu palsu atau
tidak Arya benar-benar tidak perduli. Arya menggeser tubuhnya menghadap
perempuan itu dan memandangnya tajam.
"Jangan
merasa spesial. Aku yakin kau sudah tau posisimu sejak awal. Jadi ambil uang
itu, pergi dan jangan lagi mendekati kakakku, karena dia sudah tidak
membutuhkanmu lagi, mengerti?"
Arya yang sudah
lelah sejak pagi karena tingkah kakaknya, berbalik dan melangkah keluar. Dia
ingin segera tidur seperti orang mati di ranjang besarnya. Namun sepertinya
keinginannya masih harus tertunda.
"Aakh!"
Arya meringis, merasakan cakaran kuku yang tiba-tiba menerjangnya.
"Kau
mencakarku?!" kata Arya dengan kesabaran yang sudah semakin tipis.
"HUWAAAAA!!!!
REZAAAA.....JANGAN TINGGALKAN AKU. AKU MENCINTAIMU!!!!"
Arya berusaha,
menarik, meronta melepaskan diri dari perempuan gila warisan kakaknya.
'Nangis yah
nangis aja, ga usap pake nyakar!' batin Arya mulai takut. Siapa sih laki-laki
yang ga takut sama perempuan. Apalagi yang histeris.
"Pak! Mas!
Mba!....tolongin saya!" Arya berteriak memanggil semua yang ada
dipandangannya baik itu satpam ataupun pelayan. Dengan sigap pak satpam dan
pelayan berdatangan menyelamatkan tamu VIP mereka. Acara tarik-tarikan pun
terjadi. Dan sialnya para tamu malah mengabadikan moment itu dengan kamera
mereka.
Arya bersumpah
akan memotong 'junior' kakaknya jika wajahnya tersebar di dunia maya besok.
Arya langsung
mendesah lega saat tangannya yang sudah penuh luka-luka bekas cakaran terlepas
dari genggaman tangan perempuan yang masih menjerit-jerit kesetanan. Tanpa
menunggu lagi, Arya langsung berlari kabur keluar restoran. Masalah tagihan dia
akan membereskannya besok. Yang penting sekarang kabur dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar