Sabtu, 11 Oktober 2025

12

07.15.

Hari Senin.

Hari yang paling ditunggu-tunggu oleh sang CEO dengan tekad yang kuat. Namun tekad hanya tinggalah tekad semata. Reza mencengkeram bungkusan plastik yang berisikan dua kotak bubur ayam terenak versinya dengan sangat kuat. Buku-buku jarinya bahkan sudah memutih. Sudut matanya menangkap pergerakan Mang Entis yang berjalan kearahnya. Mata merahnya masih terpaku kearah depan saat mulutnya memanggil si OB.

"Mang!"

Tanpa banyak bertanya Mang Entis berjalan dengan cepat mendekati bos besar-nya.

Reza langsung memberikan bungkusan ditangannya kepada si OB. "Terserah mau dimakan atau dibuang!" ujar Reza dingin. Dan berjalan meninggalkan Mang Entis yang tersenyum lebar mendapat sarapan gratis. Dua bungkus lagi.

Mata Reza masih tetap terpaku pada dua sosok yang sedang bercanda diselingi tawa. Langkah kakinya serasa terbakar saat memasuki jarak dimana dia bisa mendengar pembicaraan penuh tawa itu. Apa-apaan gadis itu, bisa-bisanya sekarang dia mengumbar tawa seenak jidat cantiknya. Biasanya juga dia selalu pasang wajah suram pada semua orang. Atau jangan-jangan,

"Gue minta maaf sekali lagi deh yah...gara-gara server ga beres, lu jadi lembur. Padahal sumpah gue sama sekali ga tau masalahnya dimana. Perasaan udah diberesin semua sama anak-anak IT. Paling yang masih gantung perasaan gue ke lu, Ndi. Hahaha!

Dan detik ini juga Reza akan memasukkan nama Kepala Bagian IT nya kedalam list pegawai yang akan dipecat. Dan apa-apaan itu Indi pakai ketawa juga. Mau tebar pesona nih ceritanya, batin Reza mulai curiga.

"Ga apa-apa, Ji..." balas Indi mengabaikan perkataan terakhir Panji. "...Lagian gue seneng-seneng aja kok lembur..." lanjut Indi penuh kejujuran mengingat interaksinya dengan Reza setiap kali dia pulang kemalaman. Namun tawa dan rasa senang Indi hari ini benar-benar dinilai lain oleh Reza.

Dengan langkah pasti, Reza mulai mendekati dua orang yang sudah membuat kupingnya serasa mau terbakar. Yah, tepatnya terbakar api cemburu.

"Ehm! Sepertinya saya tidak menggaji orang-orang yang hanya menghabiskan waktunya dengan mengobrol. Panji bukankah jaringan komputer sedang bermasalah?" tegur Reza tegas dan untungnya Panji menerima sinyal 'Pergi.Kau.Dari. Sini, yang dikirimkan oleh bos besarnya.

"Ah iya, Pak. Saya permisi dulu dan Indi sekali lagi maaf yah." dan Panji berlalu dengan langkah super cepat.

Indi menatap kearah Reza penuh rasa curiga. "Bagaimana bapak bisa tau ada masalah diruang server?"

Reza yang terlanjur kesal dengan tingkah Indi hanya mendengus dan berlalu.

Indi yang teringat sesuatu langsung berlari kearah ruangannya dengan senyum yang masih merekah. Beda halnya dengan Reza langkahnya malah terhenti. "Apa itu laporan keuntungan bulan lalu?"

Mirna yang merasa diajak berbicara langsung mendongak dan tanpa bisa ditahan, pipinya merona. "I..iya, Pak. Ini laporan keuntungan yang sudah diselesaikan Ibu Indi. Sekarang tinggal direkap saja."

Reza menatap angka-angka yang berjejer rapi dilayar monitor. Seringainya pun perlahan tercipta.

"Sudah tutup file-nya dan berikan padaku." perintah Reza mutlak.

Namun Mirna masih mencoba peruntungannya. "Tapi Pak datanya masih belum rapi..."

"Seingatku kau mengajukan pindah ke cabang yang di Sumatera, bukan?" Reza meraih post-it yang tergeletak diatas meja dan menuliskan sesuatu disana, melipatnya dan menyerahkan kepada Mirna. Dengan ragu gadis itu menerimanya.

"Berikan catatanku tadi kepada Pak Arya, dan segera rapikan barang-barangmu. Besok kau sudah mulai bertugas disana." tanpa bisa dicegah senyum lebar merekah dibibir Mirna.

Baru saja dia ingin mengucapka terima kasih, lagi-lagi Reza memotong.

"Tapi aku memindahkanmu kesana bulan tanpa imbalan..." kata-kata Reza yang menggantung seketika membuat Mirna terdiam.

"Aku ingin kau menutup mulutmu serapat-rapatnya. Jangan pernah katakan jika datanya ada padaku, mengerti?" dengan tidak rela Mirna mengangguk, bagaimanapun dia ingin kembali kekampung halamannya. Dengan cepat Mirna menyerahkan flash disk berisikan data yang hampir subuh baru selesai dikerjakan Indi. Reza menerimanya dengan seringai yang semakin melebar. Entah rencana apa yang sekarang tersusun diotak Reza.

Begitu benda mungil itu berada digenggamannya, Reza langsung berlalu kembali keruangannya.

Diruangannya, Indi kembali memoles bibirnya dengan lip gloss. Beberapa kali dia tersenyum didepan cermin dan tertawa kecil saat menyadari tingkah konyolnya. Indi berdiri dan sedikit merapikan bajunya, tepatnya menurunkan sedikit leher blouse-nya Matanya menerawang seperti berfikir dan mengangguk kecil. Senyum usil merekah dibibir manisnya saat tangannya melipat lingkaran pinggang rok mininya dan membuatnya semakin mini. Jadi jalang sekali-kali sepertinya tidak buruk. Lagian Indi kan mau menggoda sang calon penyemai benih di rahimnya, pikir Indi yang telah kembali bersatu dengan iblis kecilnya setelah beberapa hari berpisah.

Setelah merasa menjadi jalang sempurna, Indi meraih dua kotak bekal dan membawanya keruangan Reza.

Dengan iringan lantunan lagu yang mengalun dari celah bibirnya Indi berjalan santai kearah ruangan Sang CEO tercinta dan menemukan Mirna yang terburu-buru membereskan barangnya. Penasaran Indi mendekat dan bertanya. "Mir, lagi ngapain?"

Mirna yang tersentak kaget langsung tergugup didepan Indi. Dan kegugupan itu tidak lepas dari pengamatan Indi.

"itu...permohonan pindah saya ke Medan dikabulkan, Bu." jawab Mirna takut-takut.

Seketika rasa curiga Indi lenyap digantikan raut bahagia. "Benarkah! Syukur deh kalo gitu. Jadi kamu bisa segera menemani ibumu disana. Oh, aku pasti akan merindukanmu dan lontong mie buatan ibumu yang super enak itu." ekspresi wajah Indi yang berubah-ubah dari senang tiba-tiba murung tak pelak menerbitkan senyum diwajah Mirna. Gadis itu menghela napas berat dan meraih tangan Indi yang bebas dari dua kotak bekal. Entah kenapa perasaannya tidak enak melihat tingkah CEO nya tadi.

"Ibu, baik-baik yah disini. Kalau ada masalah itu adalah cobaan karena Tuhan sayang sama kita." dan kata mutiara yang lagi trend saat ini pun keluar dari mulut Mirna. " Semua akan indah pada waktunya."

Indi menyerngit dan mengangguk bingung. Kenapa calon mantan bawahannya ini jadi motivator dadakan. "Tenang saja. Jika maksudmu tentang pekerjaan aku adalah orang yang selalu berhati-hati. Jangan khawatir dan salam buat ibumu, yah!" Indi memeluk tubuh Mirna dan berterima kasih atas bantuan gadis itu selama ini.

Indi menghela napas pelan dan tanpa sadar menggigit bibirnya. Kenapa dia jadi gugup begini. Indi tersenyum miris menatap roknya yang jadi super pendek. Untung saja Sisca sekretaris sialan itu sedang tidak ada. Bisa kembaran mereka nanti. Indi mengetuk pintu kayu itu dan semakin berdebar saat Reza menyuruhnya masuk.

"Em...permisi, Pak."

Suara lembut Indi langsung menarik perhatian Reza namun dia berusaha mati-matian menahan keinginan untuk mendongak dan terus mengurusi lembaran berkas-berkas didepannya.

"Em...itu..." jawab Indi malu-malu badak.

Dengan gaya sok malas tapi dalam hati nafsu luar biasa akhirnya Reza menoleh kearah pintu dan pria mesum itu langsung menelan ludah saat dihidangkan sepasang paha mulus yang menggugah kejantanannya.

Masa bodoh dengan acara ngambeknya.

"Ehm..." Reza membersihkan kerongkongannya yang tiba-tiba serak.

"Ada apa Indi?" tanyanya sok tegas namun gagal total. Dan semakin gagal saat paha itu bergesek-gesekan mendekat kearahnya, tentu saja karena Indi yang sedang berjalan.

"Em, tadi pagi saya bikin nasi goreng dan kalau Bapak berkenan sa..."

"Aku mau!" potong Reza tidak tau malu. Dan pria itu langsung bersyukur memberikan bubur ayamnya tadi pada Mang Entis.

"Tapi kau temani aku makan disini yah." dan iblis di kepala Indi meloncat-loncat kesenangan. Tentu saja dia akan makan disini lagian dia juga sudah membawa bagiannya.

"Duduk disana saja." Reza beranjak dan berjalan mendahului Indi ke sofa. Indi mengambil tempat didepannya. Dan mata Reza semakin membola. Mungkin liurnya pun sudah menetes.

Indi yang semakin jahil menyilangkan kakinya yang otomatis semakin menarik kain roknya keatas.

Jangan ditanya lagi bagaimana Reza. Pria itu bahkan sudah keringat dingin menahan gejolak nafsunya.

Mulus....

Putih....

Manggil-manggil minta dibelai....sangat sekali

Untuk kesekian kalinya hari ini Reza menelan ludahnya. Tangannya bahkan sudah gatal ingin grepe-grepe Indi. Namun logikanya langsung mengirimkan tembok besar penahan.

Sabar, Reza...Sabar.

Dan ketika sendok itu jatuh dengan Indi yang berusaha mengambilnya. Bagai gerakan lambat dimata Reza saat silangan paha itu mulai melepas dan kembali keposisi awal...saat Indi menunduk dan celengan empuk itu terlihat mengintip memanggil remasannya, saat itu juga robohlah dinding beton yang sudah dibangunnya sejak tadi.

PERSETAN DENGAN KESABARAAAN!!!!

GRAAAAOOORRR!!!!'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...