Sabtu, 11 Oktober 2025
03_Janda Labil
Terdengar percakapan beberapa orang didalam rumah berlantai dua itu. Perdebatan demi perdebatan memenuhi ruang tengah yang lumayan besar namun terasa kosong. Kosong karena perdebatan itu hanya ditonton oleh seorang wanita yang sedang melumuri kaki jenjangnya dengan lotion.
“Ish! Nambah lagi episode. Kebiasaan sinetron gak habis-habis. Wajar aja orang pada pindah ke drakor!”
Masih sambil mengusap-usap lotion yang sudah mulai meresap kekulitnya, Yuri terus saja memprotes adegan sinetron yang dia rasa sangat panjang dan jelek namun tetap saja setia menonton. Jika ditanya pasti jawabannya adalah karena penasaran ending-nya atau kasihan nanti gak ada yang nonton.
Beginilah kesehariannya sejak menjadi janda. Tinggal dirumah sendiri karena Aldi pindah ke apartemen. Menonton tivi sambil merawat tubuh. Maklum, sudah janda. Pamor harus dinaikkan.
Kadang jika sendirian begini, Yuri selalu teringat saat-saat mesranya dengan Aldi. Mereka bisa bermesraan dimana saja. Bahkan disofa ini pun pernah. Jujur dia merindukan masa-masa itu.
Nasehat yang tadi dikatakan Kevin mampir dikepalanya. Jika memang masih cinta, kenapa tidak rujuk?
Keinginan itu begitu besar. Mengingat perjuangan Aldi yang terus tanpa lelah meminta maaf darinya. Selalu ada untuknya walau mereka sudah berpisah. Tidak jarang jika malam seperti ini, Aldi membawakannya makan malam dan mereka akan makan bersama sambil bercanda.
Hubungan yang nyaman. Tanpa ikatan. Tanpa rasa sakit. Tidak ada pengkhianatan karena memang tidak pernah memiliki dan dimiliki.
Nyut.
Selalu saja seperti ini. Yuri memegang dadanya yang tiba-tiba sakit. Mencoba menggali masa-masa manis dengan Aldi pasti selalu menarik masa pengkhianatan itu keluar. Saat Aldi berselingkuh dibelakangnya.
“Apa salahku, Al?”
“Tidak ada, Sayang. Semua murni sal…”
“CUKUP! CUKUP!” Yuri menutup telinganya, menolak penjelasan Aldi.
Suaminya itu terdiam berdiri kaku. Menyumpahi dirinya sendiri karena sudah terjerumus dalam kebodohan yang amat sangat. Mengkhianati wanita yang dia cintai hanya karena ego sebagai pria. Hanya karena ingin membuktikan jika dia bisa. Dan dengan alasan konyol itu dia mengingkari janjinya pada Yuri. Untuk membahagiaan wanita itu sampai maut memisahkan.
“Kau bahkan mengatakan sayang padanya…disaat…aku ada disampingmu…” Yuri menggelengkan kepalanya tak percaya. Air mata itu mengalir deras, dari Yuri dan juga Aldi.
BRUK!
Aldi jatuh berlutut. Kesalahan ini terlalu berat untuk mampu dia tanggung. Memaki kebodohannya yang tidak pernah mengunci ponselnya dengan password, hingga Yuri yang curiga berhasil mencari barang bukti untuk penjahat seperti dirinya. Yaitu pesan dari seorang wanita.
“Sayang…maaf..” hanya itu yang mampu dia ucapkan. Tidak ada pembelaan diri karena kesalahan hanya miliknya. Yuri tidak salah. Tidak pernah salah.
“Aku mau cerai!”
Yuri menggelengkan kepalanya. Meraih cangkir berisi teh manis hangat dan langsung meminum cairan itu sampai tandas. Rasa hangat memenuhi dadanya. Hangat dalam arti sebenarnya.
Ting Tong!
Ting Tong!
Yuri menatap jam dinding yang mengarah pada jam sembilan malam. “Perasaan belum giliran ngasih satpam makan…” walau enggan wanita itu tetap menyeret kakinya kearah pintu depan.
Mengintip jendela dan langsung tahu siapa tamu malamnya. Walau wujud tak kelihatan tapi mobil putih itu menjelaskan siapa yang datang. Panjang Umur.
Memasang wajah jutek maksimal, Yuri membuka pintu rumahnya. Seketika aroma musk yang begitu menggoda menggelitik hidungnya.
“Mie Aceh?” tawar Aldi mengangkat bungkusan ditangannya.
“Hm!” pura-pura cuek Yuri berbalik membiarkan tamunya masuk sendiri. Padahal perutnya langsung durhaka mencium aroma mie aceh favoritnya. Dasar Aldi sialan, dia kan masih dalam mode merajuk.
Melihat gelagat mantan istrinya yang jutek tapi menggemaskan, Aldi tersenyum geli. Jangan kira jika pria tampan itu datang dengan kusut dan kumal. Yuri suka pria yang rapi dan wangi. Maka dari itu sepulang kerja dia sempatkan mandi di kantor dan menyemprotkan parfum yang dulu begitu disukai Yuri. Bahkan dulu selalu masuk kedalam pelukannya jika dia memakai parfum ini. Yah, dulu.
Aldi langsung berjalan kedapur, mengambil piring dan mengeluarkan makanan mereka. Aroma nikmat mie aceh langsung menguar keseluruh ruangan.
Yuri hanya mampu menelan kering ludahnya. Bersorak riang dalam hati saat sudut matanya menangkap sosok Aldi yang berjalan mendekat. Mereka akan makan didepan tivi seperti dulu.
“Makan dulu, marahnya lanjut lagi nanti kalau udah kenyang.” Ucap Aldi sambil mengedipkan matanya menggoda.
“Makasih!” jutek tapi mie tetap diambil. Mubazir.
Mereka makan dalam diam. Aldi terus mencuri pandang pada sosok wanita didepannya. Sambil makan bahkan gairah itu bisa datang. Bagaimana tidak jika mantan istri yang masih sangat kau cintai hanya memakai celana rumah yang sangat pendek. Bahkan Aldi bisa melihat pinggir renda celana dalam Yuri yang mengintip. Jakunnya naik turun, menahan hasrat binatangnya. Oh Tuhan! Dia sudah lama puasa.
“UHUK UHUK..Akh!!
Bagai terjebak kebodohannya sendiri, disuapan terakhir Aldi tersedak. Pedasnya cabai menyusup kecelah kerongkongannya dengan kejam. Aldi terbatuk-batuk sampai air matanya keluar.
“Astaga! Kok bisa kesedak sih!” Yuri yang panik berlari ke dapur dan kembali dengan segelas air ditangan. “Minum, cepat!”
Aldi mengambil gelas itu dan menandaskan isinya dengan terburu-buru. Bahkan sampai ada air yang menetes disudut bibirnya.
“HAH…HAH…Makasih…” ucap Aldi masih sesekali menepuk dadanya.
Tanpa sadar Yuri yang duduk disebelah mengusap-usap punggung Aldi. Bibirnya berkedut ingin tertawa.
“Ketawa aja gak usah ditahan…”
“Hehe…baru kali ini liat kamu kesedak heboh begini…emang kenapa? Laper banget?” tanya Yuri disela tawanya.
“Ehm…” Aldi berdehem membersihkan kerongkongannya yang masih tersisa rasa pedas sebelum berkata, “Iyah…lapar mata.”
“Hah?...Eh?!”
Masih bingung dengan perkataan mantan suaminya ini, Yuri harus dikagetkan dengan tangan Aldi yang menarik tubuhnya dan mendudukkan dirinya diatas paha pria itu hingga mereka berhadapan. Wajah Yuri sontak memerah menyadari posisi intim mereka. Dulu sih gak masalah malah dia yang akan menyerang Aldi, tapi sekarang kan….
“Aku lapar…kamu…” serak suara Aldi bagai alarm peringatan dikepala Yuri.
Dengan canggung Yuri beranjak berdiri namun tubuhnya ditahan Aldi. Pinggangnya dipeluk erat.
“Al, lepas!”
“Enggak!”
“Al, lepas! Kita bukan la…”
Yuri terbungkam. Aldi menghentikan dirinya, ucapannya. Pria itu menarik tengkuk Yuri dan melesatkan ciuman yang dalam.
Yuri terlena. Lagi-lagi. Ini ciuman kedua mereka setelah berpisah. Aldi membujuk, membelai Yuri didalam kuluman mereka. Menarik pinggang Yuri semakin merapat. Jantung keduanya berdebar menggila. Hanya satu kata yang bisa menggambarkan perasaan masing-masing.
Nikmat. Dan mereka berdua menyukainya.
Aldi merebahkan tubuh Yuri dan melindungi tubuh mantan istrinya itu dari terangnya silau lampu. Aldi tepat diatasnya, menatapnya dengan mata penuh rindu dan harap.
“Yuri…Sayang. Tolong terima cintaku lagi…kumohon…”
Lagi-lagi Yuri bungkam. Namun kedua telapak wanita itu membingkai wajah tampan Aldi dan menarik mendekat. Mereka kembali berciuman dalam.
Gesekan itu mulai berlabuh. Walau masih terlapisi penghalang namun tetap terasa nikmat. Yuri menerima godaan Aldi dan ikut mendesah. Keduanya terlarut dan semakin jauh bergerak. Mencapai kenikmatan dan kepuasan terbatas mereka. Tekanan itu semakin keras, cepat dan kemudian berakhir.
“Akh!” Aldi menggeram didalam cekungan leher Yuri. Sekali lagi dia menatap sayu mantan istrinya dan mencium bibir itu lembut sebelum beranjak duduk.
Aldi menatap pasrah celana bagian depannya yang sudah basah. “Celanaku masih ada disini gak?”
Yuri tersenyum geli dan mengangguk. “Bersihin sana, biar kuambilkan yang baru di kamar.”
Yuri meninggalkan Aldi yang masih terduduk lemas di sofa. “Benar-benar hubungan yang berbahaya untukku.” lirih Aldi.
Tangan Yuri mencari-cari disela lipatan baju dilemari, dan menemukan celana sedengkul milik Aldi yang tertinggal. Yuri menatap celana Aldi yang berada digenggamannya.
Ingin. Ingin dia balik pada Aldi. Tertawa bersama. Bercinta bersama dan bahagia bersama lagi. Namun setiap keinginan itu muncul bagai penyakit yang tiba-tiba datang, rasa sakit itu juga muncul. Pengkhianatan Aldi begitu menyakiti hatinya. Begitu menginjak-injak harga dirinya.
Tanpa dia sadari Aldi yang berbalut handuk mendekati Yuri yang terdiam duduk didepan lemari. Aldi bersimpuh tepat dibelangkang punggung kecil Yuri. Perlahan tangan pria itu merangkul, mendekap erat.
“Jangan dipaksa. Biarkan mengalir. Aku akan menunggu sampai selama apapun. Aku tidak ingin kau tersiksa karena perasaanku.” Aldi mengecup samping kepala Yuri.
Yuri mengangguk pelan, menyerahkan celana lama Aldi. Pria itu menerima dan langsung memakainya. Tidak perlu malu. Toh, Yuri pernah melihat dan memiliki seluruh tubuhnya.
Dada Aldi terasa sakit dan sesak saat matanya menelusuri kamar yang dulu menjadi tempat favoritnya. Bekas kamarnya. Yah, bekas karena dia sekarang adalah orang asing dikamar ini. Dan semua karena tingkah bodohnya.
Menarik napasnya dalam karena benar-benar tidak rela pergi. Namun lagi-lagi dia hanya orang asing dirumah ini. Aldi pun pamit pulang.
“Aku pergi yah. Jangan tidur lama-lama dan kunci semua pintu…sampai dua kali.” Ucapnya pelan sambil membelai rambut Yuri.
“Iyah.” Jawab Yuri singkat.
Aldi menatap lekat mata Yuri. “Maafkan kata-kataku tadi siang yah. Aku tau si Kevin itu sahabatmu…aku…aku hanya cemburu..” ucap Aldi yang melirih di akhir.
Yuri menangkup dan menggenggam tangan Aldi yang masih berada dikepalanya. “Aku tau.”
“Dan…Yuri. Aku mencintaimu.” Aldi menunduk, tersenyum lirih. Tidak ada jawaban. Seperti biasa.
.
.
Kening Yuri menyerngit. Aneh.
Apa mungkin perasaan dia saja. Apa Aldi yang menungguinya ini hanya perasaannya saja.
“Ini…udah.” Yuri menyerahkan ponsel suaminya yang tadi dia pinjam untuk menelpon sebentar.
“Oke!” Aldi menerima dan langsung berjalan keteras rumah sambil mata dan jarinya terus menjamah ponselnya.
-Sekali-
“Al…dimana? Kok lama sih, tadi katanya udah dekat?” Yuri meremas ponsel yang tertempel ditelinganya melampiaskan kekesalan.
“Udah dekat kok…tadi gak tau kenapa tiba-tiba macet. Pak ogah kali nih suka sukanya aja ngatur jalan demi duit!”
Yuri mengumpat dalam hati. “Ya udah cepetan yah, udah gak ada orang nih dikantor. Mending tadi aku pulang sendiri aja…” sambung Yuri merajuk.
“Iyah, Sayang…maaf yah bentar lagi sampai kok. Aku tutup dulu yah, susah bawa mobilnya. Oke!”
Tut..Tut..Tut
-Dua kali-
“Lembur? Tumben?” Yuri menatap heran Aldi yang sedang memakai jamnya santai.
“Iyah…tiga hari ini. Dikantor lagi sibuk banget. Jadi kamu bisa kan pulang sendiri…nanti aku bawain makan malam deh.” Jawab Aldi mengecup kening Yuri dan melesat pergi sebelum istrinya itu menjawab.
Hidungnya mencium aroma parfum yang berbeda dari tubuh suaminya. Yuri terdiam kaku ditempat.
-Tiga kali-
-Empat kali-
-Lima kali-
-Kesekian kali….
.
.
.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Novel Unggulan
01_Janda Labil
Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...
-
Dia yang hanya menggunakan instingnya, menebak kemana Hana pergi setelah sampai ke Jakarta tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Bahkan...
-
“Oh, begitu ya. Padahal mereka berdua terutama Hana sudah sangat membantu di Panti Asuhan. Anak-anak disana juga sudah lengket banget dengan...
-
“Hana, kamu dimana , nak. Kok udah gelap masih belum balik?” Suara khawatir Bibi Yi terdengar dari seberang sana membuat Hana menggigit bibi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar