Jumat, 17 Oktober 2025

06_Love



"Jangan...ku mohon...jangan...tolong...hentikan..."

Tangan-tangan itu masih dengan sukacita menggerayangi tubuh Hana. Suaranya bahkan sudah serak dan hampir menghilang karena terus menangis dan menjerit. Tidak ada rasa kasihan dan iba akan jeritan pilu Hana yang memohon belas kasih. Hana sadar apa yang dilakukan tangan-tangan itu padanya. Sekarang Hana hanya bisa pasrah, memohon pada siapapun yang ada disini untuk menghentikan semuanya. Rasa nyeri bekas tamparan dan luka karena gigitan bahkan sudah tidak dia perdulikan lagi. Matanya yang tertutup semakin terasa perih karena terus menerus mengeluarkan air mata. Saat hal itu terulang lagi, Hana hanya bisa menggigit bibirnya sampai berdarah. Rasa sakit itu kembali hadir. Tidak ada kenikmatan sama sekali. Hana yakin jika sekarang kewanitaannya yang tetap mengering semakin menimbulkan luka.

Suara desahan nikmat tidak dikenalnya menghiasi seluruh sudut kamar. Pria-pria biadab itu terus dan terus menyetubuhinya tanpa ada niat berhenti.

Kesadaran Hana hampir menghilang saat salah satu tangan kotor itu membuka bibirnya dan memenuhi mulutnya dengan sesuatu yang pasti membuatnya muntah jika kegelapan tidak segera menjemputnya. Hana sempat bersyukur Tuhan masih memberinya kemudahan dengan menarik kesadarannya hilang. Bahkan dia akan lebih bahagia jika nyawanya dicabut detik ini juga.





Valdie meraih handuk yang tergantung didekatkan dan dengan cepat mengeringkan air yang masih menempel ditubuhnya. Rambut yang masih basah itu bahkan hanya dia biarkan saja, yakin jika akan kering begitu dia sampai didepan kantornya. Sekilas dia memandang pantulan wajah tampannya dicermin dan tersenyum bangga sebelum keluar dari kamar mandi dengan handuk yang meliliti pinggang.

Valdie memakai pakaiannya yang telah bersih dan rapi. Jika pegawai hotel telat mengantarkan pakaian bersihnya tadi pagi, mungkin Valdie masih akan bergelung dibalik selimut yang akan membuatnya terlambat datang ke kantor. Alhasil kerjasama yang sudah dia tunggu selama ini akan musnah begitu saja. Sekali lagi pria tampan itu mematut penampilannya dicermin dan langsung menyambar ponselnya yang tergeletak dimeja. Saat akan berbalik matanya menangkap sosok tubuh tanpa tertutupi sehelai benang pun tergeletak lemah diatas tempat tidur. Dengan malas Valdie melangkah mendekati wanita yang kelihatannya masih pingsan itu.

Tangan yang masih terikat dikepala tempat tidur kemudian dilepaskan Valdie. Sumpalan celana dalam dimulut wanita itu dia cabut dan dibuang entah kemana, membiarkan kain hitam yang menutupi penglihatan Hana. Mata Valdi menjelajahi seluruh tubuh Hana yang terlihat sangat buruk. Valdi meringis dalam hati mengakui jika dirinya dan Aryo sudah terlalu liar tadi malam. Jujur inilah pertama kali mereka berdua bercinta dengan hanya satu wanita saja. Buat apa pikirnya jika bahkan lebih dari sepuluh wanita akan bersedia merangkak mendekat begitu mereka menjentikkan jari.

Mengingat Aryo, Valdie menghembuskan napas kesal. Sahabat sialannya itu pulang duluan tanpa membangunkannya. Dan hanya mengirimkan pesan pendek agar dia masih boleh memakai Hana jika mau. Sungguh wanita yang malang.

Valdie mengambil dompetnya dan meraih beberapa lembar uang. Terlalu banyak jika dibandingkan dengan tarif pelacur yang biasa dia pesan. Dengan hina dilemparnya lembaran uang itu ketubuh telanjang Hana. Valdie berbalik pergi tanpa ada rasa iba bahkan untuk menutupi tubuh sang wanita malang.





Aryo tersenyum senang menatap layar ponselnya yang menampilkan gambar kegilaannya dan Valdi tadi malam. Gambar Aryo dan Valdi yang tertawa lebar dengan mengacungkan jempolnya kearah kamera. Sedangkan tubuh Hana yang sedang pingsan dimanfaatkan mereka untuk memfitnah wanita itu.

Puas memandangi foto yang akan dia gunakan sebagai kartu As, Aryo menekan tombol speaker diteleponnya dan memanggil Sena, sekretaris plus-plus nya. Tanpa menunggu lama, Sena mengetuk pintu sekedar basa-basi dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban direkturnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak Aryo?" tanya Sena sengaja mendesah-desahkan nada suaranya.

Aryo tersenyum dan mengisyaratkan dengan tangan agar Sena mendekat. Dengan berlenggak-lenggok wanita itu mendekat dan dengan kurang ajarnya langsung duduk dipangkuan Aryo. Bukannya marah, Aryo malah melingkarkan tangannya dipinggang Sena.

"Aku ingin kau edit foto ini." Aryo menyerahkan ponselnya pada Sena.

Seketika wajah wanita itu cemberut dan memukul bahu Aryo dengan kekesalan yang dibuat-buat. Aryo terkekeh melihat tingkah kekanak-kanakan sekretarisnya.

"Enak sekali perempuan sialan ini, bermain dengan kalian berdua sekaligus. Kapan giliranku?" rajuk Sena.

Aryo yang masih terkekeh, menyusupkan satu tangannya dengan tiba-tiba kedalam kehangatan celana dalam Sena. Wanita itu langsung menggelincang kenikmatan.

"Kau tau kan kalau aku dan Valdie tidak suka threesome." jelas Aryo sambil terus memberikan rangsangan kepada salah satu pelacurnya.

Napas Sena sudah terengah-engah menerima pasrah serangan Aryo.

"Ta..engh...tapi...kenapa...pe..perempuan ini bisaaah?"

"Sudah, tidak usah banyak bertanya. Kau kerjakan saja bagianmu, mengerti?" dan Aryo langsung merebahkan Sena diatas meja kerjanya.





"Oh, ya sudah kalau begitu. Ambil saja buatmu." Valdie langsung memutuskan pembicaraannya.

Keningnya menyerngit bingung. Kata Aryo, perempuan bernama Hana itu adalah perempuan gila harta. Namun tadi manager hotel mengatakan jika banyak lembaran uang tersusun rapi diatas meja. Dan jumlahnya tidak berkurang satu lembar pun. Manager hotel itu juga mengatakan tidak menemukan siapapun didalam kamar. Kamar yang digunakannya bahkan sudah kosong sebelum dibersihkan pegawai hotel. Namun Valdie tidak mau ambil pusing. Mungkin perempuan itu lebih fokus pada selangkangannya yang sakit. Namanya juga perawan. Yah, Valdie cukup kaget saat mendapati tunangan Aryo masih seorang perawan. Padahal wanita itu bisa berduit jika menjual keperawanannya pada lelaki hidung belang.

Lamunan Valdie buyar saat dering ponselnya menggema. 'Brother', kata yang tertulis dilayar ponselnya. Valdie langsung menekan lambang berwarna hijau.

"Yo, Ar!" jawabnya santai

"Gimana? Nambah berapa ronde lagi lo?" tanya Aryo diseberang sana.

Valdie ikut tertawa mendengar kekehan usil sahabatnya diseberang sana.

"Ga sempat, bro. Hilda tadi pagi nelpon gue. Mr. Yim mengubah jadwalnya hari ini karena putrinya sakit, dan dia langsung kembali ke China siang ini." jelas Valdie.

"Whoa! Berarti lo berhasil dapat tender besar itu dong! Gue ga mau tau. Kita harus merayakannya malam ini!" balas Aryo penuh antusias.

"Tenang saja. Kita akan merayakan keberhasilan gue dan menyambut keberhasilan gagalnya pernikahan lo sama wanita ular bernama Hana itu. Klub biasa, malam ini. Gimana?" tawar Valdie tidak kalah antusias.

"Boleh. Oh ya, gue ajak Sena yah. Dia mau 'main' sama lo katanya."

Tawa Valdie berderai. "Silahkan. Dengan senang hati."

Ika berjalan mondar-mandir diruang tamunya. Decakan kesal terus menerus keluar disertai gumaman omelan yang dia tujukan pada putra semata wayangnya.

"Dasar anak nakal. Telepon dari orangtua diangkat dong!" keluh Ika

Yudha sang suami tersenyum dibalik korannya. Dia masih saja merasa geli akan sikap Ika yang begitu me'anak kecil' kan putranya yang bahkan sudah memasuki umur yang pantas untuk menikah. Dan anehnya, Aryo putranya malah senang diperlakukan seperti itu. Seperti belum cukup, sahabat Aryo, Valdie juga lebih manja kepada Ika daripada ibunya sendiri. Valdie selalu mengatakan jika Ika sangat hangat sedangkan ibunya adalah sosok yang kaku. Mungkin pengaruh darah ningrat mereka.

"Mungkin dia sedang rapat, sayang. Sabarlah." Yudha berusaha menenangkan istrinya. Lama-lama jengah juga melihat orang mondar-mandir didepanmu kan.

"Rapat! Aku sudah mengatakan padanya untuk mengosongkan jadwal. Undangan, pakaian pengantin dan dekorasi harus selesai dipastikan hari ini. Dan aku tidak mau menunda lagi, Mas." Ika menatap gemas kesuaminya yang malah membaca koran dengan santainya.

Bagai mendapatkan sebuah ide, Ika langsung mencari nama seseorang dikontak ponselnya. Keningnya menyerngit saat kembali menerima sambungan yang tidak langsung diangkat. Ika mencoba dan mencoba lagi. Senyum lega terpatri saat panggilannya akhirnya dijawab. 

"Hana..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...