Sabtu, 11 Oktober 2025

27

Indi membolak balik dokumen yang ada ditangannya, beralih memasukkan data ke komputer dan memberi tanda serta cacatan dipost itu yang kemudian dia tempelkan didokumen tersebut.

“Nanti coba kamu rekap lagi pastiin kode MAP pajaknya sudah benar, jangan sampai salah setor nanti repot kalau harus pemindahbukuan lagi, okey!” Indi menyerahkan dokumen tadi ke Eka.

“Baik, Bu.” balas Eka, matanya melirik seorang pria yang duduk didepan Indi. Jujur pria ‘robot’ itu penasaran kenapa CEO mereka sampai harus datang sendiri ke ruangan Bu Indi dan bersedia menunggu bos-nya selesai mengecek pekerjaan. Sepertinya tidak tahu apa-apa lebih aman. Pria muda itu keluar dan menutup pintu ruangan Indi.

“Di..”

“Bisa nanti aja ngobrolnya, aku lagi banyak kerjaan. Sebentar lagi bulan April, SPT Tahunan.”

Reza lagi-lagi menghela nafas. Sudah dua hari ini dia mencoba bicara dengan Indi namun gadis itu selalu menghidar. Tapi memang Indi terlihat benar-benar sibuk. Memilih mundur dulu, Reza pun mengerti situasi. Dia tidak akan memaksa lagi seperti dulu.

“Ya sudah, kalau sudah tidak sibuk aku tunggu diruangan, ya.”

“Hm!” jawab Indi tanpa melepaskan tatapannya dari monitor.

Selepas kepergian Reza, Indi melepas kaca matanya dan menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Dia bingung harus bagaimana. Pura-pura tidak ada Nala diantara mereka, jujur dia tidak bisa. Gadis itu terlalu manis untuk dibenci. Dia bahkan selalu mengirim pesan ke Indi bertanya ini itu atau hanya menyapa saja.

Tring!

Tuh kan baru juga dibahas, panjang umur.

‘Kak Indi, hari ini main ke hotel aku, ya. Ada Kak Reza dan Arya juga. Kita makan durian. Aku udah beli banyak.’

Indi ingin menolak dengan bilang dia tidak suka durian tapi kemaren waktu di pesta dia makan es durian dan jadi duta durian dadakan, mempromosikan durian ke Nala dan ternyata gadis itu juga suka. Indi ingin menampar mulut sok ramahnya sekarang.

‘Aku usahain ya, kerjaan lagi banyak soalnya.’

‘Ok Kakak cantik. Take your time. Tapi aku tetap berharap kakak datang…hehehe!”

Indi tersenyum dan membalas ‘Ok’. Gadis itu memijit pangkal hidungnya berusaha menghilangkan pusing karena pikiran dan juga lelah karena pekerjaan.

Menarik nafas dalam, Indi kembali memperbaiki duduknya dan memulai kembali pekerjaan. Sesekali dia meminum air dari tumblernya. Entah sudah berapa lama Indi terhanyut dalam pekerjaan dan mendengar suara ketukan pintu.

“Ya, masuk.”

Sosok Mia terlihat setelah pintu dibuka. Gadis manis itu terlihat lebih segar sekarang setelah rambutnya dipotong pendek, saran dari Indi. Hitung-hitung buang sial karena dirundung katanya. Bicara soal perundungan, para pegawai wanita yang dulu membuli Mia sudah diberikan hukuman sesuai kesalahannya. Ada yang diskorsing ada juga yang langsung diberhentikan. Dan pegawai pria yang bernama Rama terbukti mencoba melecehkan Mia dari bukti CCTV pun sudah dipecat dengan tidak hormat. Semua itu dilakukan Indi setelah dia diangkat menjadi Ketua Tim Kepatuhan Internal SDM perusahaan.

“Maaf Bu Indi mengganggu. Saya mau mengembalikan pakaian Ibu yang sudah saya cuci bersih, sudah wangi, Bu…” Mia tersenyum manis malu-malu yang menulari Indi.

“Ya ampun, Mia. Ga usah dibalikin juga ga apa-apa. Itu udah saya kasih buat kamu kok.” Indi berdiri dan menghampiri Mia.

“Jangan Bu. Ibu udah terlalu baik ke saya. Saya jadi tidak enak. Dan ini Bu, saya buatin kue pisang buat Ibu. Mudah-mudahan Ibu suka.” Mia malu-malu memberikan Indi kotak makanan yang berisi kue pisang buatannya sendiri.

“Kue pisang? Kamu bikin sendiri?”

“Iya, Bu.”

“Kamu tau saya suka kue pisang?” Indi tidak bohong. Dia memang menyukai kue manis berisi pisang itu.

“Bu Indi suka? Saya bikin karena memang cuma bisa buat kue ini, Bu. Syukurlah kalau Ibu suka.” pipi Mia bersemu merah. Senang.

Indi meletakkan kotak kertas itu keatas meja dan membukanya. Mengambil satu kue dan memakannya, “Enaaaaakkk….” mood Indi langsung naik setelah memakan segigit kue pisang buatan Mia. Padahal daritadi dia lagi pusing memikirkan pekerjaan dan cerita asmaranya.

“Saya senang kalau Ibu suka.” Mia tidak bisa menahan harunya melihat Indi yang mau memakan kue buatannya. Padahal dulu dia sempat membawakan buat para pegawai dibawah sebagai syukuran adiknya lulus SMP, malah ditatap jijik dan hanya sedikit yang mau memakannya. Itupun karena tidak tahu jika kue itu dari Mia.

“Mia, kalau aku pesan lagi, boleh ya. Ini beneran enak lho. Lembut banget tapi ga lengket. Manisnya juga pas.”

“Bisa Bu, kapan saja Ibu mau saya buatin.”

“Heboh banget lagi makan apa?”

Arya nyelonong saja masuk karena pintu ruangan Indi terbuka lebar dan melihat Mia ada didalam.

“Oh, ini Pak Arya, kue pisang buatan Mia, enak banget! Bapak mau coba?” tawar Indi.

Mia salah tingkah. Sedangkan Arya malah berjalan santai masuk dan mengambil satu kue dari dalam kotak kemudian menggigitnya. “Enak. Manisnya pas…” Arya melirik Mia saat mengatakan itu, dan Indi menyadari ada yang janggal dengan tatapan Arya ke Mia. Bukankah perkataan pegawai pembuli yang dia sidang kemarin mengatakan jika Mia menggoda atasan mereka. Pak Arya, kah?

“Kalau begitu saya permisi dulu, Pak, Bu.” Mia menunduk sopan.

“Iya, makasih ya kuenya, Mia.”

“Sama-sama, Bu.” dan Mia beranjak keluar ruangan.

Indi menatap Arya tidak melepaskan pandangan dari punggung Mia yang menjauh. Jiwa acara gossip Indi meronta-ronta. Dia ingin bertanya pada Arya, tapi kan ga enak.

Arya berdehem, dan berbalik kearah Indi. “Oh iya Indi, Nala mengundang kita ke hotelnya. Mau ngajak makan durian, katanya kamu suka?”

Diingatkan lagi kan, tadi moodnya sudah bagus jadi turun lagi. “Iya pak, tadi Nala juga sudah kirim pesan ke saya, tapi perkejaan saya masih belum selesai, sepertinya saya tidak bisa ikut. Maaf.”

“Ya sudah kalau tidak sempat. Nanti saya yang jelasin ke dia.”

“Baik, Pak. Terima kasih.”

Arya mengangguk dan keluar. Ini sudah jam pulang dan kantor sudah sepi. Arya bukannya kembali ke ruangannya tapi malah berjalan kearah kemana Mia tadi pergi.

 

Dan disinilah Indi. Menatap bangunan hotel yang menjulang didepannya. Mata Indi terpejam lelah dan menyesal karena akhirnya dia menerima ajakan Nala. Ini semua terjadi karena Arya yang tiba-tiba bilang dia tidak bisa datang dan Reza yang tidak mau datang jika Arya dan Indi tidak ada. Nala bingung bagaimana menghabiskan durian yang sudah banyak dia beli. Indi yang tidak tega akhirnya bersedia datang dan Nala terdengar sangat senang dan bersemangat.

“Datang, makan durian trus langsung pulang.” Indi menguatkan niatnya dan berjalan memasuki lobi hotel.

Ternyata Reza telah menunggu Indi di lobi. Pria itu tersenyum manis namun Indi hanya membalas dengan anggukan kecil. “Dilantai berapa?”

“7, yuk.” Tangan Reza hanya menggantung di udara saat Indi berjalan duluan ke arah lift. Pria itu menghela nafas pelan.

Begitu mereka sampai ternyata Nala sudah setengah mabuk, mabuk durian. Indi hanya bisa tersenyum geli. Bagaimana dia bisa membenci gadis manis ini.

“Eh, kalian sudah datang…sini kak Indi duduk dekat aku.” Nala menepuk-nepuk karpet disebelahnya.

“Kamu udah makan berapa banyak, sih. Sampe muka merah begitu!” Reza membereskan kekacauan yang disebabkan Nala. Memasukkan kulit durian dan bijinya kedalam plastik sampah. Mengambil tisu basah dan mengelap tangan dan mulut Nala yang belepotan. Dan Indi melihat itu semua. Dadanya sesak. Apa yang dia tidak tahu. Reza begitu perhatian pada Nala, tunangannya.

“Sepertinya Nala sudah tidak kuat makan durian, dan ini juga sudah malam. Aku rasa sebaiknya aku pulang saja. Kalian lanjutkan saja, aku pamit.” Indi mengambil tas yang tadi dia letakkan dimeja dan beranjak pergi, namun tangannya ditahan Reza.

“Jangan pulang sendiri, aku antar.”

“Eh, aku kenapa?” Nala mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan menggelengkan kepalanya cepat mengusir rasa pusing.

Reza yang melihatnya pun bisa menebak, “Kolesterol kamu tinggi?”

Nala menggaruk kepalanya, “Ga ngerti, aku baru kali ini makan durian sebanyak ini.”

Reza mengusap wajahnya kasar dan Indi malah tersenyum geli. Bisa-bisanya dia cemburu sama bocah kolesterol imut ini.

“Kak Indi, sini yuk duduk sebelah aku, duriannya enak lho, manis-manis.” Nala menarik tangan Indi dan mengajaknya duduk didepan tumpukan durian. Kurang lebih ada 10 buah.

“Aku makan, ya.” Indi memasukkan satu buah durian kemulutnya dan mengulum buah itu beberapa kali. Keluar. Masuk.

Reza yang melihatnya malah jadi gerah dan berdehem beberapa kali. Mencoba menahan gairahnya. Begitu pun Nala.

“Kak Indi…cantik..” Nala menggeser duduknya dan mendekat ke arah Indi. Tangannya mengusap bekas durian yang belepotan disudut bibir Indi.

‘Eh?’ Indi terpaku saat Nala menjilat sudut bibirnya yang barusan dia usap.

“EEEHHHH!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...