Indi membolak balik dokumen yang ada ditangannya, beralih memasukkan data ke komputer dan memberi tanda serta cacatan dipost itu yang kemudian dia tempelkan didokumen tersebut.
“Nanti coba kamu
rekap lagi pastiin kode MAP pajaknya sudah benar, jangan sampai salah setor
nanti repot kalau harus pemindahbukuan lagi, okey!” Indi menyerahkan dokumen
tadi ke Eka.
“Baik, Bu.”
balas Eka, matanya melirik seorang pria yang duduk didepan Indi. Jujur pria
‘robot’ itu penasaran kenapa CEO mereka sampai harus datang sendiri ke ruangan
Bu Indi dan bersedia menunggu bos-nya selesai mengecek pekerjaan. Sepertinya
tidak tahu apa-apa lebih aman. Pria muda itu keluar dan menutup pintu ruangan
Indi.
“Di..”
“Bisa nanti aja
ngobrolnya, aku lagi banyak kerjaan. Sebentar lagi bulan April, SPT Tahunan.”
Reza lagi-lagi
menghela nafas. Sudah dua hari ini dia mencoba bicara dengan Indi namun gadis
itu selalu menghidar. Tapi memang Indi terlihat benar-benar sibuk. Memilih
mundur dulu, Reza pun mengerti situasi. Dia tidak akan memaksa lagi seperti
dulu.
“Ya sudah, kalau
sudah tidak sibuk aku tunggu diruangan, ya.”
“Hm!” jawab Indi
tanpa melepaskan tatapannya dari monitor.
Selepas
kepergian Reza, Indi melepas kaca matanya dan menghempaskan punggung ke
sandaran kursi. Dia bingung harus bagaimana. Pura-pura tidak ada Nala diantara
mereka, jujur dia tidak bisa. Gadis itu terlalu manis untuk dibenci. Dia bahkan
selalu mengirim pesan ke Indi bertanya ini itu atau hanya menyapa saja.
Tring!
Tuh kan baru
juga dibahas, panjang umur.
‘Kak Indi, hari
ini main ke hotel aku, ya. Ada Kak Reza dan Arya juga. Kita makan durian. Aku
udah beli banyak.’
Indi ingin
menolak dengan bilang dia tidak suka durian tapi kemaren waktu di pesta dia
makan es durian dan jadi duta durian dadakan, mempromosikan durian ke Nala dan
ternyata gadis itu juga suka. Indi ingin menampar mulut sok ramahnya sekarang.
‘Aku usahain ya,
kerjaan lagi banyak soalnya.’
‘Ok Kakak
cantik. Take your time. Tapi aku tetap berharap kakak datang…hehehe!”
Indi tersenyum
dan membalas ‘Ok’. Gadis itu memijit pangkal hidungnya berusaha menghilangkan
pusing karena pikiran dan juga lelah karena pekerjaan.
Menarik nafas
dalam, Indi kembali memperbaiki duduknya dan memulai kembali pekerjaan.
Sesekali dia meminum air dari tumblernya. Entah sudah berapa lama Indi
terhanyut dalam pekerjaan dan mendengar suara ketukan pintu.
“Ya, masuk.”
Sosok Mia
terlihat setelah pintu dibuka. Gadis manis itu terlihat lebih segar sekarang
setelah rambutnya dipotong pendek, saran dari Indi. Hitung-hitung buang sial
karena dirundung katanya. Bicara soal perundungan, para pegawai wanita yang
dulu membuli Mia sudah diberikan hukuman sesuai kesalahannya. Ada yang diskorsing
ada juga yang langsung diberhentikan. Dan pegawai pria yang bernama Rama
terbukti mencoba melecehkan Mia dari bukti CCTV pun sudah dipecat dengan tidak
hormat. Semua itu dilakukan Indi setelah dia diangkat menjadi Ketua Tim
Kepatuhan Internal SDM perusahaan.
“Maaf Bu Indi
mengganggu. Saya mau mengembalikan pakaian Ibu yang sudah saya cuci bersih,
sudah wangi, Bu…” Mia tersenyum manis malu-malu yang menulari Indi.
“Ya ampun, Mia.
Ga usah dibalikin juga ga apa-apa. Itu udah saya kasih buat kamu kok.” Indi
berdiri dan menghampiri Mia.
“Jangan Bu. Ibu
udah terlalu baik ke saya. Saya jadi tidak enak. Dan ini Bu, saya buatin kue
pisang buat Ibu. Mudah-mudahan Ibu suka.” Mia malu-malu memberikan Indi kotak
makanan yang berisi kue pisang buatannya sendiri.
“Kue pisang?
Kamu bikin sendiri?”
“Iya, Bu.”
“Kamu tau saya
suka kue pisang?” Indi tidak bohong. Dia memang menyukai kue manis berisi
pisang itu.
“Bu Indi suka?
Saya bikin karena memang cuma bisa buat kue ini, Bu. Syukurlah kalau Ibu suka.”
pipi Mia bersemu merah. Senang.
Indi meletakkan
kotak kertas itu keatas meja dan membukanya. Mengambil satu kue dan memakannya,
“Enaaaaakkk….” mood Indi langsung naik setelah memakan segigit kue pisang
buatan Mia. Padahal daritadi dia lagi pusing memikirkan pekerjaan dan cerita
asmaranya.
“Saya senang
kalau Ibu suka.” Mia tidak bisa menahan harunya melihat Indi yang mau memakan
kue buatannya. Padahal dulu dia sempat membawakan buat para pegawai dibawah
sebagai syukuran adiknya lulus SMP, malah ditatap jijik dan hanya sedikit yang
mau memakannya. Itupun karena tidak tahu jika kue itu dari Mia.
“Mia, kalau aku
pesan lagi, boleh ya. Ini beneran enak lho. Lembut banget tapi ga lengket.
Manisnya juga pas.”
“Bisa Bu, kapan
saja Ibu mau saya buatin.”
“Heboh banget
lagi makan apa?”
Arya nyelonong
saja masuk karena pintu ruangan Indi terbuka lebar dan melihat Mia ada didalam.
“Oh, ini Pak
Arya, kue pisang buatan Mia, enak banget! Bapak mau coba?” tawar Indi.
Mia salah
tingkah. Sedangkan Arya malah berjalan santai masuk dan mengambil satu kue dari
dalam kotak kemudian menggigitnya. “Enak. Manisnya pas…” Arya melirik Mia saat
mengatakan itu, dan Indi menyadari ada yang janggal dengan tatapan Arya ke Mia.
Bukankah perkataan pegawai pembuli yang dia sidang kemarin mengatakan jika Mia
menggoda atasan mereka. Pak Arya, kah?
“Kalau begitu
saya permisi dulu, Pak, Bu.” Mia menunduk sopan.
“Iya, makasih ya
kuenya, Mia.”
“Sama-sama, Bu.”
dan Mia beranjak keluar ruangan.
Indi menatap
Arya tidak melepaskan pandangan dari punggung Mia yang menjauh. Jiwa acara
gossip Indi meronta-ronta. Dia ingin bertanya pada Arya, tapi kan ga enak.
Arya berdehem,
dan berbalik kearah Indi. “Oh iya Indi, Nala mengundang kita ke hotelnya. Mau ngajak
makan durian, katanya kamu suka?”
Diingatkan lagi
kan, tadi moodnya sudah bagus jadi turun lagi. “Iya pak, tadi Nala juga sudah
kirim pesan ke saya, tapi perkejaan saya masih belum selesai, sepertinya saya
tidak bisa ikut. Maaf.”
“Ya sudah kalau
tidak sempat. Nanti saya yang jelasin ke dia.”
“Baik, Pak.
Terima kasih.”
Arya mengangguk
dan keluar. Ini sudah jam pulang dan kantor sudah sepi. Arya bukannya kembali
ke ruangannya tapi malah berjalan kearah kemana Mia tadi pergi.
Dan disinilah
Indi. Menatap bangunan hotel yang menjulang didepannya. Mata Indi terpejam
lelah dan menyesal karena akhirnya dia menerima ajakan Nala. Ini semua terjadi
karena Arya yang tiba-tiba bilang dia tidak bisa datang dan Reza yang tidak mau
datang jika Arya dan Indi tidak ada. Nala bingung bagaimana menghabiskan durian
yang sudah banyak dia beli. Indi yang tidak tega akhirnya bersedia datang dan
Nala terdengar sangat senang dan bersemangat.
“Datang, makan
durian trus langsung pulang.” Indi menguatkan niatnya dan berjalan memasuki
lobi hotel.
Ternyata Reza
telah menunggu Indi di lobi. Pria itu tersenyum manis namun Indi hanya membalas
dengan anggukan kecil. “Dilantai berapa?”
“7, yuk.” Tangan
Reza hanya menggantung di udara saat Indi berjalan duluan ke arah lift. Pria
itu menghela nafas pelan.
Begitu mereka
sampai ternyata Nala sudah setengah mabuk, mabuk durian. Indi hanya bisa
tersenyum geli. Bagaimana dia bisa membenci gadis manis ini.
“Eh, kalian
sudah datang…sini kak Indi duduk dekat aku.” Nala menepuk-nepuk karpet disebelahnya.
“Kamu udah makan
berapa banyak, sih. Sampe muka merah begitu!” Reza membereskan kekacauan yang
disebabkan Nala. Memasukkan kulit durian dan bijinya kedalam plastik sampah.
Mengambil tisu basah dan mengelap tangan dan mulut Nala yang belepotan. Dan Indi
melihat itu semua. Dadanya sesak. Apa yang dia tidak tahu. Reza begitu
perhatian pada Nala, tunangannya.
“Sepertinya Nala
sudah tidak kuat makan durian, dan ini juga sudah malam. Aku rasa sebaiknya aku
pulang saja. Kalian lanjutkan saja, aku pamit.” Indi mengambil tas yang tadi
dia letakkan dimeja dan beranjak pergi, namun tangannya ditahan Reza.
“Jangan pulang
sendiri, aku antar.”
“Eh, aku
kenapa?” Nala mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan menggelengkan kepalanya
cepat mengusir rasa pusing.
Reza yang
melihatnya pun bisa menebak, “Kolesterol kamu tinggi?”
Nala menggaruk
kepalanya, “Ga ngerti, aku baru kali ini makan durian sebanyak ini.”
Reza mengusap
wajahnya kasar dan Indi malah tersenyum geli. Bisa-bisanya dia cemburu sama
bocah kolesterol imut ini.
“Kak Indi, sini
yuk duduk sebelah aku, duriannya enak lho, manis-manis.” Nala menarik tangan
Indi dan mengajaknya duduk didepan tumpukan durian. Kurang lebih ada 10 buah.
“Aku makan, ya.”
Indi memasukkan satu buah durian kemulutnya dan mengulum buah itu beberapa
kali. Keluar. Masuk.
Reza yang
melihatnya malah jadi gerah dan berdehem beberapa kali. Mencoba menahan
gairahnya. Begitu pun Nala.
“Kak
Indi…cantik..” Nala menggeser duduknya dan mendekat ke arah Indi. Tangannya
mengusap bekas durian yang belepotan disudut bibir Indi.
‘Eh?’ Indi
terpaku saat Nala menjilat sudut bibirnya yang barusan dia usap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar