Jumat, 17 Oktober 2025

08_Love



"Enngggg!!!!"

Bahkan gigitan kuat pada kain dimulutnya sama sekali tidak membantu menghilangkan rasa perih yang tak tertahankan. Bahkan airmata Hana sudah mengalir deras menahankan sakit yang teramat menyiksanya. Hana menarik napasnya dalam-dalam, menguatkan diri dan kembali membaluri kewanitaannya yang sudah semakin terluka dan berdarah dengan obat antiseptik.

"Eeeenghh...kkkkhhhh!!!" Hana sampai meringkuk menahankan perih yang terus membakar kewanitaannya. Sekuat tenaga Hana menahan kesadarannya agar tidak menghilang.

Hana melemparkan obat itu dengan asal dan melepaskan kain yang telah berlubang karena gigitannya yang terlampau kuat, bukti jika hal yang barusan dilewati Hana amatlah menyakitkan.

Luka yang bahkan belum sembuh kembali meradang dan membuat Hana berjalan terseok-seok. Hana masih mampu mengucapkan syukur karena ibu pemilik butik bersedia mengantarkan semua pakaian yang dipilih kerumah calon mertuannya. Ya, Tuhan! dia bahkan sudah tidak sanggup berjalan apalagi sambil membawa barang-barang yang ditinggalkan Aryo dengan seenaknya. Hana tidak ingin memikirkan kemana pria itu pergi meninggalkannya sendiri. Bahkan Aryo sepertinya tidak sudi hanya untuk sekedar melihat Hana berbalut gaun pengantin.

Dengan susah payah Hana mendirikan tubuhnya dan berjalan pelan kearah tempat tidur. Menghembuskan napas lega karena berhasil melewati satu lagi harinya dalam kesendirian. Lama Hana hanya terbaring menyamping tanpa ada niatan memejamkan kedua matanya. Hanya menikmati cahaya bulan yang mengintip dari jendela kamarnya.

"Ayah, Ibu...Nenek, apa kalian disana melihatku..." perlahan Hana memejamkan mata dan mengalirkan setetes air yang tersisa dari tangisnya.

"Maaf...Aku mengecewakan kalian..." ucapnya lirih sebelum mengizinkan mimpi menjemputnya.

Mimpi yang mungkin bisa menghibur dan menguatkan hati dari bukti kecintaan Tuhan padanya. Bukti cinta melalui cobaan hidup.



---------------------------------------------------------------

Mulutnya mengeluarkan umpatan yang begitu kasar. Baru juga dia mau memejamkan mata, sekarang sudah harus diganggu dengan suara gedoran kuat dari pintu kamarnya. Oh! jika bukan karena permintaan ibu dia tidak akan mau pulang kerumah setelah menghabiskan malam bersama Valdie di klub langganan mereka. Bocah itu mengatakan jika dua minggu kedepan dia akan sangat sibuk dan hanya kemarinlah waktu luang yang dia punya untuk membayar hutang traktiran pada Aryo.

"Aryo! Ayo temani ibu jogging! Kau jangan tidur saja!" teriak Ika dari balik pintu.

Sungguh Aryo sangat malas membawa tubuh beratnya untuk berdiri dan memenuhi permintaan ibunya.

"Aryo!" Ika kembali berteriak.

"Iya, Ibu sayaaaaang...." dengan malas akhirnya Aryo menyeret kedua kakinya dan membuka kunci pintu kamar. Terpampanglah wajah kesal Ibunya yang sekarang malah mirip dengan Ibunya Nobita. Mau tidak mau Aryo tersenyum dengan pikirannya sendiri.

"Apa senyum-senyum. Sebentar lagi kau sudah mau jadi suami. Yang belajar bangun pagi itu bukan cuma istri tapi juga suami. Semakin sering kau bangun pagi, semakin cepat Ibu punya cucu!"

Apa coba maksud ibu cantiknya ini. Batin Aryo bingung.

Tidak butuh waktu lama untuk Aryo bersiap. Bahkan dia sudah selesai memakai sepatu saat matanya menangkap ibunya masih memoles sunblock keseluruh wajahnya. Aryo menyilangkan tangan dan menyenderkan punggungnya kedinding. Mengamati sang ibu yang masih begitu cantik diusia senjanya. Aryo begitu bersyukur ibunya masih menemaninya sampai sebesar ini. Aryo pasti akan hancur jika dulu ibunya tidak terselamatkan.

"Ayo!" suara Ika membuyarkan lamunan putranya.

Aryo memasang senyum terbaik dan berjalan mendekati Ika. Sungguh sekesal-kesalnya dia tadi, semua langsung hilang saat melihat mata penuh kasih dari ibunya. "Ayo!" balasnya lembut.

Begitu pintu rumah terbuka, Ika langsung menghirup udara sebanyak-banyaknya hingga memenuhi rongga dada. Begitu juga dengan Aryo. Dengan penuh semangat Ika mulai berjalan, namun belum juga langkahnya bertambah matanya menangkap sebuah amplop coklat besar tergeletak manis diteras mereka. Penasaran, Ika mendekati benda itu dan memungutnya. Aryo yang tidak tau apa-apa mengikutinya dari belakang.

"Ada apa, Bu?" tanya Aryo saat sudah sejajar dengan Ibunya.

"Ini amplop apa yah, Ar? Nih, buka! Ibu takut!" Ika buru-buru menyerahkan amplop coklat itu ketangan putranya.

"Ya ampun, Bu. Amplop aja ditakuti. Kalo ini bom juga ga akan setipis ini, Ibuku sayaaang~" ucap Aryo yang gemas dengan tingkah parno ibunya ini. Dengan malas setengah penasaran Aryo membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa kertas dari dalamnya.

Ternyata menahan tawa itu sangatlah sulit. Aryo bahkan sengaja menggigit lidahnya sebagai pengingat agar dia tidak melakukan hal bodoh. Sungguh dia tidak menyangka jika pekerjaan Sena bisa selesai secepat ini. Aryo ingin sekali mengabulkan permintaan sekretarisnya untuk threesome dengan Valdie sebagai hadiah atas pekerjaan yang sempurna ini.

"Apa itu, Ar?" suara Ika membuyarkan lamunan Aryo.

Aryo bahkan tertawa kuat didalam otaknya karena harus memasang tampang shock senatural mungkin didepan ibunya. Bahkan dia ingin muntah dengan tingkahnya sendiri yang menggetarkan tangannya saat menyerahkan amplop coklat beserta foto-foto didalamnya kepada Ika. Dan Aryo bersyukur ibunya sudah mendapatkan jantung baru yang sehat.

"I...Ibu lihat sendiri saja. Aku tidak sanggup." ucap Aryo penuh dengan kepura-puraan.

Bagaikan gerakan lambat dimata Aryo saat ibunya mengeluarkan 'foto-foto' itu dan langsung melemparkan lembaran itu dengan asal dan kasar. Seolah-olah lembaran itu adalah benda yang paling menjijikan yang pernah dia lihat.

"Apa itu?! FOTO APA ITU ARYO?!!" Ika langsung ambruk dan terduduk dikursi terasnya. Sungguh Ika ingin sekali mendengar jika perempuan yang ada didalam foto itu adalah orang lain atau matanya lah yang sedang bermasalah.

Aryo meraih selembar foto dan membawanya mendekat kearah sang ibu yang masih terduduk lemas. Sebenarnya Aryo tidak tega melihat ibunya sekaget ini, bahkan jika bisa Aryo ingin menghentikan airmata yang mulai menggenang itu. Aryo berjongkok dan bersandar pada lutut ibunya.

"Bu...Ibu tau siapa perempuan di foto ini, kan?"

Telapak tangan Ika menutup mulutnya yang mulai mengeluarkan isakan. Kepalanya terus saja menggeleng tidak percaya. Hati dan otaknya benar-benar ingin membantah jika perempuan yang ada difoto itu adalah Hana, calon menantunya.

Yah, Dengan jelas terlihat Hana yang berbaring telanjang dengan dua pria yang menggagahi tubuhnya. Kedua pria dengan wajah yang buram itu dengan santai mengacungkan jempol mereka mengarah ke kamera. Ika benar-benar tidak menyangka Hana akan mengkhianatinya dengan perilaku seperti itu. Dan yang lebih parah Hana melakukannya dengan dua pria. Ya, dua pria sekaligus. Satu pria yang sedang 'memasukinya' dan yang lain tengah menikmati pelayanan oral Hana pada kejantanannya. Ika mati-matian menahan rasa mual yang menyerang perutnya.

"Ibu...ada suratnya..." dan Aryo semakin memuji Sena dengan ide kreatif wanita itu menambahkan 'bumbu' pemanis.



Aku adalah orang yang sangat berhutang budi pada keluarga Dokter Yudha . Dan aku tidak akan tinggal diam jika ada yang berniat merusak nama baik keluarga kalian. Hanya ini bayaran yang bisa aku berikan.

Dariku dengan penuh rasa terima kasih.

"Oh! Ya Tuhan, Hana....cobaan apa ini, Ar...apa salah kita..."

Aryo langsung merengkuh ibunya kedalam pelukan. Membiarkan Ika menangis terisak didadanya. Entah kenapa ada rasa aneh yang menyerang dadanya saat melihat foto yang tergeletak dilantai. Namun Aryo segera menepis perasaan itu.

"...Ibu bersalah, Ar...Ibu bersalah pada Suci..." racau Ika semakin meraung didada putranya.

Aryo mengusap-usap punggung ibunya dengan lembut. "Ibu tidak salah apapun. Mungkin ada orang diluar sana yang ingin melindungi kita. Memperlihatkan jika...Hana bukanlah gadis baik seperti yang kita fikirkan." ucap Aryo membesarkan hati ibunya.

Ika kembali menggelengkan kepalanya. Dan kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Yakin, Ika masih yakin jika dia tidak salah menilai Hana. Pasti ada sesuatu yang salah disini. Pasti. Dan dia akan memastikan sendiri.

"Aryo! Kita kerumah Hana sekarang!" ucap Ika mutlak dan berjalan cepat masuk kembali kedalam rumah mempersiapkan diri dan meninggalkan Aryo yang mengepalkan tangannya. Murka. "Sial! Semoga perempuan jalang itu tidak menyulitkanku!" desis Aryo dengan rahang yang mengeras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...