Sabtu, 11 Oktober 2025

28

“Indi, abang bawain oleh-oleh, nih!”

Indi menyeret kakinya keluar kamar. Abang gantengnya ini memang bebas keluar masuk apartemennya karena tahu pin kamarnya.

“abaaaang…” Indi malas-malas berjalan mendekati Ardi dan menubruk tubuh abangnya itu seperti pohon ditebang.

“Abang lama banget sih perginya…aku kan kesepian!”

“Iki kin kisipiin! Sok imut lo!”

Ternyata ada si mak lampir Ika, Indi melirik sinis dari balik tubuh tinggi abangnya. “Eh, kuyang ngikut juga ternyata.”

Ardi terkekeh melihat interaksi adik dan istrinya yang tidak pernah berubah sejak dulu. Benar-benar menggemaskan. Jadi pengen cubit pipi adiknya dan bercinta dengan istrinya. Eh?

“Kamu ngapain aja selama abang ga ada?” Ardi mengacak rambut Indi yang memang sudah kayak singa.

Indi mulai membuat hitungan dengan jari, “Kerja trus tidur, makan, eek, kerja, makan, eek gitu aja terus…”

“Udah mirip si Maman, lo!” Ika tertawa.

“Siapa Maman?” Ardi mulai waspada. Ada nama cowok didekat adik kesayangannya.

Sebelum suaminya berpikiran macam-macam, Ika langsung mengatakan Maman adalah kucing mujair bermuka om-om senang yang sering minta makan ke Indi. Dan suaminya itupun langsung tenang, dasar posesif.

“Abang ga lama-lama ya, tadi abis dari bandara langsung kesini, Lila lagi tidur dimobil soalnya. Ini ada coklat sama cemilan. Abang balik ya.” Ardi mencium pucuk kepala Indi.

“Dah, jelek. Kakak pulang dulu ya.” Ika tertawa saat Indi pura-pura muntah, namun mereka tetap berpelukan erat.

Sepeninggalan pasutri itu, Indi membuka bungkusan besar yang berisi oleh-oleh dari abangnya. “Wah banyak bangeeett...”

Baguslah sedikit mengusir ingatannya akan kejadian tadi malam. Ingat hanya sedikit. Dan sialnya Indi malah mengingatnya lagi.

 

“Nala?”

“Maaf kak Indi, maaf!” Nala yang baru sadar langsung menjauh dari Indi.

Gadis itu terlihat kebingungan dan wajahnya seperti mau menangis. Indi hanya menatapnya kaget dan akhirnya Reza yang peka pun menengahi.

“Nala, sebaiknya kamu istirahat aja, biar kakak yang beresin sampah disini. Kalau sisa durian kakak kasih ke sekuriti atau orang hotel ga apa-apa kan? Masih banyak gini.” Reza bicara sambil tangannya terus membereskan sampah bekas makan mereka dan memasukkan durian yang masih utuh kedalam karung goni, pembungkus saat beli tadi.

“I..iya kak. Makasih. Kak Indi…maaf ya..” Nala langsung menghindar pergi.

Indi terus menatap kearah Nala tadi pergi, dan tersentak saat Reza menyentuh pundaknya. “Yuk, pulang.”

Dan Reza tidak mengatakan apa-apa setelah itu. Mereka hanya diam sepanjang perjalanan sampai tiba didepan apartemen Indi. Saat Indi turun pun, Reza hanya diam dan menatap kedepan namun Indi melihat cengkraman pria itu menguat dikemudi sampai buku jarinya memutih. Apa yang Reza sembunyikan?

Indi mengacak-acak rambutnya. Dan kenapa pula hari ini tanggal merah. Padahal Indi sudah gatal ingin menginterogasi Reza. Jujur saja dia tidak mau lagi berlama-lama bermasalah dengan sayangnya itu. Semua ini harus cepat diselesaikan, iya harus cepat. Indi merampas ponselnya dan menelpon ke nomor yang sudah dia hapal luar kepala, mengirim pesan terlalu lama, dia tidak bisa sabar lagi. Dan untunglah Indi tidak menunggu lama, pada panggilan ketiga terdengar suara berat menyebut namanya.

“Ya, Di?”

Indi salah tingkah, merapikan rambutnya entah untuk apa.

“Hei, kok suaranya gitu, kamu sakit?”

Terdengar kekehan pelan diseberang sana, “Enggak, Cuma baru bangun aja kok…”

              Indi manggut-manggut, “Ini udah sore, lho. Kok masih tidur…”, Indi menjeda sebelum melanjutkan, “…udah makan?”

              “Belum, ini baru mau mandi trus makan…hehehe!” tiba-tiba Reza tertawa.

              “Kok ketawa?”, Indi ikut tersenyum lebar.

              “Enggak, Cuma seneng aja diperhatiin gini sama pacar. Kangen, Di.”

              “Ya udah, sini main kerumah.” dan Indi langsung menampar bibirnya sendiri. Lupa jika pacarnya ini cowok yang sangat mesum. Domba malah ngundang serigala.

              “Jangan ah…”

              ‘Tumben nolak.’ Kening Indi menyerngit bingung.

              “Aku belum sempat beli kondom.” Jawab Reza sambil tertawa kencang mendengar Indi misuh-misuh.

              “Tuh bener kan, kalo mesum mah pikirannya ga jauh-jauh dari situ! Siapa juga yang ngajakin begituan!” muka Indi sekarang sudah memerah malu. Indi cuma jago teori doang dan otaknya saja yang kotor, kalau pengalaman jelas nol besar.

              “Becanda, sayaaaang…tapi kalo bener juga ga ap…”

              “Tutup nih!”

“Jangan…jangan ditutup dulu!” suara tawa usil Reza masih terdengar ditelinga Indi.

Hening.

“Za…”

“Hm.”

“Kamu…ga ada pengen ngomong apaaa gitu sama aku.”

Agak lama Reza baru membalas, mungkin pria itu sedang menimbang apa yang akan dia katakan pada Indi, “Banyak, Di…banyak.”

“Trus, kok ga cerita?”

“Aku cuma takut kamu masih kaget, dan mending Nala sendiri aja yang cerita, gimana? kamu masih mau ketemu dia? Anaknya dari kemaren murung terus kata Arya.”

Indi tidak tega juga dengan gadis yang kiyowo itu. Kalau dia menolak maka rasa penasarannya tidak akan hilang, walau pura-pura tidak tahu tetap ada yang mengganjal.

“Nanti malam, kalian kerumahku aja, bisa?” tawar Indi.

“Emang boleh? Aku nginap ya…ok..ok jangan ditutup!” hari ini puas sekali Reza mengusili Indi.

“Lagian, becanda lagi langsung aku tutup nih!” ancam Indi sok imut dengan bibir dimanyun-manyunkan. Kalau Ika ada sudah dijambak bibir manisnya ini.

“Ok, aku kabarin Nala ya. Jam 7an gimana?”

“Ok, jam 7 ya, nanti makan malam disini aja. Aku masakin.”

“Uluh-uluh, calon istri aku bener-bener idaman banget deh. Jadi makin cinta, pengen ciuuuumm….”

Indi tertawa geli mendengar rayuan maut kekasihnya ini. “Ya udah aku tunggu ya, Love u!”

“Aku kesana sekarang!”

Indi tertawa lagi, “Ga usah aneh-aneh ya, tinggal balas Love u too aja!”

“Ih pelit banget sih! Love u too too too too…..muaaaaach!” balas Reza walau masih kesal dilarang Indi datang sekarang.

Indi mematikan panggilan setelah membalas ciuman jauh Reza. Gadis itu langsung keluar kamar berjalan cepat kearah kulkas dan mengecek isinya. Isinya lumayan banyak karena kemarin dia baru belanja. “Cukuplah buat tiga orang.”

Indi mulai menyiapkan bahan bahan yang dia perlukan dan mulai memasak. Karena hari sudah sore Indi memilih masakan yang bisa cepat matang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...