Indi sengaja memundurkan pantatnya perlahan, dan Reza mengikuti terus bagai kerbau yang hidungnya dicucuk pakai linggis.
'Oh! Kemarilah
sayang, eat me...'
Kali ini iblis
kecil dalam otak Indi bergerak seirama dengan logikanya. Dia tidak bisa
menampik lagi jika telah sangat menantikan moment dimana selubung kewanitaannya
didatangi tamu yang selama ini hanya ada dimimpinya. ‘Indi’ kecil sudah tidak
sabar untuk memeluk si ‘Reza’ kecil.
Mata Reza sudah
membesar sempurna. Tidak ada lagi yang bisa dipancarkan bola mata hitam itu
kecuali nafsu. Apalagi saat kaki Indi sedikit tertekuk, dan penghalang berwarna
pink yang membatasi pandangannya ke surga dunia mengintip sedikit dari
sela-sela paha mulus itu.
"Pak...bagaimana
jika ada yang masuk?" tanya Indi dengan suara se sensual mungkin. Dengan
gaya pemain film porno profesional, Indi menggigit ujung bibirnya sendiri.
Reza menundukkan
kepalanya dan menghela napas berat. Indi benar, bagaimana jika ada orang yang
membuka pintu dan memergoki mereka, terutama adik gantengnya yang sering
melupakan tata krama. Reza beranjak dan berdiri tegak. Indi langsung memaki
dirinya sendiri karena mulutnya terlalu sok beretika tinggi.
'Dasar mulut
durhaka' maki Indi pada dirinya sendiri.
"Tapi tidak
masalah jika dikunci kan?" dan seringai Reza langsung menular ke Indi.
Hampir saja pekikan senang khas seorang jalang meluncur dari mulutnya saat
melihat Reza yang melesat bagai The Flash menuju pintu dan langsung memutar
kunci pintu ruangannya sebanyak dua kali. Terlalu bersemangat mungkin, padahal
satu kali putaran saja sudah cukup menahan siapapun yang mau masuk
keruangannya.
Reza berbalik
dan berjalan cepat kearah Indi yang sudah menaikkan kedua kakinya ke sofa,
menyambut sang kekasih hati. Reza berhenti, menahan otak gilanya yang
memaksanya menerjang Indi dan mendaratkan wajahnya di belahan dada Indi yang
begitu 'unyu'.
"Give
'them' to me!" perintah Reza mutlak.
"Give...What?"
dan sumpah kali ini Indi tidak bisa mengikuti maksud yayang super gantengnya
ini.
Seringai Reza
semakin melebar. Bagai seekor predator dia mendekati Indi yang menatapnya
dengan wajah bingung. Matanya mulai menjalar dari kaki, betis, paha, perut dan
dada Indi. Tanpa bisa ditahan tonjolan dipangkal celananya semakin melesak
kedepan. Si pria mesum itu bahkan sampai menjilat bibirnya sendiri. Reza
menurunkan tubuhnya dan menumpukan kedua tangannya dikanan kiri paha Indi
seperti merangkak namun kedua kakinya masih menginjak lantai. Sedangkan Indi
sendiri semakin bergerak tidak nyaman didudukannya. Panas, basah dan rasa
menggelitik terus menerus menyiksa pusat gairah Indi. Apalagi ditatap bagai
domba yang akan dimangsa.
"Them..."
jawaban Reza akan pertanyaannya mengembalikan fokus Indi. Indi mengikuti arah
pandangan Reza dan menemukan jika maksud yayang ganteng itu adalah dua
bongkahan payudaranya. "Give them to me...your sweeties milks!"
Apa katanya,
'milk'? Memangnya Indi seekor sapi perah bertetek enam apa?! atau delapan? Indi
menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran absurdnya. Namun tak pelak
perkataan Reza tadi membuat Indi semakin merasakan becek di kewanitaannya.
Apalagi sekarang yayang gantengnya sudah menumpukan satu lututnya disofa dan
tak menunggu lama yang satu lagi juga ikut bergabung. Sempurna. Perlahan tapi
pasti Reza sudah merangkak tepat diatas kedua kaki Indi. Bahkan kini Indi dapat
merasakan hembusan napas Reza didada bagian atasnya.
Baiklah. Jika
Reza ingin sedikit bermain, akan gadis itu layani.
Indi menangkup
payudara bagian bawahnya, sedikit meremas dan mendorong bongkahan itu sampai
menyembul keatas. Semakin menunjukkan aset yang paling dia banggakan. "You
mean...?" Indi melirikan bola matanya seakan bertanya kearah payudaranya
dan kembali menatap Reza dengan tatapan menantang sebelum melanjutkan, "
So go get 'them'!"
"With my
pleasure!"
Namun bukannya
kearah payudara Indi, Reza malah melumat bibir Indi. Serangan tiba-tiba yang
tidak diprediksi Indi benar-benar membuatnya kalang kabut.
"Mmm..."
decakan ciuman mereka malah semakin menambah gairah keduanya. Tangan Indi yang
tadi menumpu tubuhnya sekarang melingkari leher Reza. Memberi keleluasaan pria
itu untuk semakin mendorong tubuhnya kebawah, berbaring dengan Reza diatasnya.
Reza baru akan semakin memperdalam ciumannya saat tangan-tangan kecil Indi
mendorong tubuh pria itu agak keras. Dengan tidak rela Reza memutuskan ciuman
itu, namun sempat menjilat bibir Indi yang basah dan sedikit membengkak.
"Apa kau
akan menyamakanku dengan para wanitamu yang lain?" tanya Indi langsung
tanpa basa-basi, walaupun napasnya belum stabil.
Reza menjawab pertanyaannya
dengan senyuman manis. Senyuman yang berbeda yang pernah Indi lihat darinya.
Tidak ada sirat senyum mesum atau usil seperti biasa. Yah, walaupun aneh tapi
senyum Reza kali ini seperti menenangkan hati Indi.
Reza kembali
mencuri satu ciuman dibibir Indi sebelum berkata,
"Indira
Khairina, Kepala Bagian Keuanganku sayang. Apa kau percaya jika aku
katakan...Aku mencintaimu!" ucap Reza tepat diatas bibir Indi.
Sedangkan Indi
sendiri jangan ditanya, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Tidak usah ditanya,
tentu saja Indi percaya. Sebagai seorang yang bahkan bisa mendapatkan foto Reza
dengan pose yang sangat pribadi, tentu saja gadis itu tau jika Reza tidak
pernah mengatakan suka pada semua wanita-wanitanya. Paling pria ini hanya
mengatakan cantik, sexy atau ranjang.
Indi bahkan
sampai menutup wajahnya dengan tangan yang tadi melingkari leher Reza. Dia
bahagia sekaligus malu. Siapa yang tidak bahagia jika penantianmu, kegilaanmu,
perjuanganmu menyingkirkan semua wanita dibalas dengan sebuah pernyataan cinta.
Terdengar
kekehan yang Indi yakin itu suara yayang gantengnya. Dengan lembut Reza menarik
tangan Indi yang menutupi wajah cantik gadis itu.
"Kau
percaya kan?" dan Indi menjawab dengan sebuah anggukan. Tanpa menunggu
lagi Reza kembali menarikan bibirnya diatas bibir gadisnya. Merasa tidak puas,
pria itu menarik dagu Indi hingga terbuka dan langsung melesakkan lidahnya.
Indi begitu
terbuai dengan belaian, pijatan, hisapan yang begitu memabukkan diseluruh
rongga mulutnya. Indi sudah sangat siap dan dengan senang hati jika Reza
berniat memiliki tubuhnya disini, pagi ini sekarang juga.
"Eengghh..."
Indi tidak bisa menahan lenguhannya saat Reza mulai menurunkan ciumannya mulai
dari dagu, rahang sampai keleher mulus Indi. Semakin jauh kebawah dan Indi
hanya bisa menggigit bibirnya saat lidah dan bibir Reza sudah membasahi dada
bagian atasnya. Tangan Indi meremas rambut Reza gemas dan membuat pria itu
terkekeh disela cumbuannya.
Jemari nakal
Reza menarik leher blouse Indi yang syukurlah kain itu berbahan lentur sehingga
mempermudah jalannya untuk 'menyusu'. Untuk kesekian kali Reza menjilati
bibirnya karena liurnya akan benar-benar menetes menghadapi serangan payudara
montok Indi. Apalagi gadis itu sudah berbaring pasrah. Reza berharap jantung
dan penisnya kuat untuk saat ini.
"Buatku
yah?" Reza bertanya dengan usil pada Indi dan gadis yang sudah terbuai itu
hanya mengangguk samar, malas untuk membalas godaan CEO nya. Memangnya kalau
dia bilang tidak, bosnya ini mau nerima.
"Ya sudah
kalau kau memaksa. Selamat nyusuuu..."
Tok Tok Tok!
"Pak Reza,
ada tamu yang ingin bertemu.." ketukan pintu diiringi suara sijalang Sisca
benar-benar sudah merusak mood kedua sejoli baru jadi itu.
Reza bahkan
memaki dengan suara tertahan. Baru juga giginya mau menarik turun bra Indi sudah
harus diganggu oleh sekretarisnya.
"Abaikan..."
Reza kembali menenggelamkan dirinya dalam pesona Indi dan lagi-lagi harus
dikacaukan suara sialan itu. Lama-lama dipecatnya juga si Sisca ini.
Tok Tok Tok
"Pak Reza,
ada tamu. Ada Pak Mahendra ingin bertemu anda, Pak." terdengar suara kenop
pintu yang bergerak-gerak.
"Apa kau
selalu membiarkan si Sisca itu membuka pintu tanpa izin dulu!" Indi
memasang tampang cemberut yang begitu imut dimata Reza. Lelaki itu hanya
membalas perkataan Indi dengan cengiran.
"Dulu.
Besok-besok tidak lagi. Aku janji. Jadi jangan cemburu lagi, yah!" balas
Reza sambil menjawil ujung hidung Indi.
Tok Tok...
"Reza! Jika
dalam satu menit kau membiarkan aku berdiri disini! Kau akan kupecat sebagai
pegawai dan anak sekaligus!" kali ini bukan suara Sisca yang terdengar,
tetapi suara besar seorang laki-laki...seperti suara...
"AYAH!"
"ASTAGA!"
Reza dan Indi
berteriak berbarengan. Dengan panik keduanya berdiri dan hanya bengong, terlalu
kaget dan terlalu bingung.
Mampus! batin
Reza
"Bagaimana
ini?!" tanya Indi panik sambil membetulkan kembali pakaiannya. Reza hanya
menjawab dengan gelengan cepat.
"Reza! Buka
pintunya! Ayah tau kau di dalam!" teriakan kesal itu terdengar lagi.
Bagai dapat
pencerahan kedua sejoli didalam ruangan itu kompak menjentikkan jari.
"Buka pintu!" seru keduanya.
Reza dan Indi
langsung berjalan cepat kearah pintu, namun sebuah pemikiran langsung
menghentikan langkah Reza. Dengan pelan ditahannya tangan Indi yang telah
berjalan mendahului.
"Tunggu,
Indi!"
"Eeehhh!!!!"
betapa kagetnya Indi saat Reza dengan cepat menangkup dan meremas kedua
payudaranya. Apa CEO nya ini sudah begitu depresinya karena gagal terus. Namun
perkataan Reza selanjutnya sukses membuat Indi menganga.
"Kasian,
nanti mereka ngambek karena ga jadi dimanja...Cup! Cup!" Reza mengecup
ringan kulit payudara Indi yang masih terlihat mengintip malu-malu. Dengan
tatapan sayang, Reza tersenyum kepada bongkahan empuk itu seperti tatapan
seorang ayah pada anaknya. "Kalian berdua, cepat besar yah.." dan
Indi hanya bisa menggeleng takjub dengan tingkah Reza yang sudah luput dari
pengamatannya selama ini.
"Makan
malam denganku dan jangan berani menolak. Aku ingin menembakmu dengan cara yang
lebih baik." dan Indi hanya bisa mengangguk dengan rona merah menghiasi
pipinya.
Dan Reza kembali
menarik tangan Indi berjalan ke pintu. Saat mau membuka pintu, sudut mata Reza
menangkap gerakan Indi yang menurunkan panjang roknya keposisi normal. Tak
pelak membuatnya terkekeh.
'Dasar gadis
nakal'.
Begitu pintu
terbuka, terpampanglah raut kesal dari Bapak Mahendra Prawira Maheswara yang
terhormat. Pemilik seluruh kekayaan keluarga Maheswara. Pemilik kedua pemuda
tampan yang melamar lowongan menjadi putranya. Pria yang keras namun hangat
disaat yang bersamaan. Dan dibuktikan dengan ucapannya setelah ini.
"Dasar anak
kurang ajar! Kau membiarkan aku menunggumu diluar seperti orang bodoh!"
ketus Sang Raja yang membuat Pangeran menciut.
Mata Pak
Mahendra melirik kesebelah Reza dan menyadari jika sosok itu adalah salah satu
pegawai unggulannya. Pria paruh baya itu berdecak kesal dan langsung berjalan
masuk kedalam.
"Indira,
kau terlalu bagus untuk bersanding dengan putraku, sadarlah!"
Dan perkataan
bos besarnya langsung menerbitkan senyum diwajah Indi dan cemberut diwajah
putranya.
"Saya dan
Pak Reza hanya membahas pekerjaan, Pak." jawab Indi sesopan mungkin.
Pak Mahendra
menghela napas pelan. "Mambahas pekerjaan tidak perlu sampai mengunci
pintu dan memberi corak abstrak pada lehermu kan?"
Oh! Bagaimana
bisa mereka melupakan jika Bapak Mahendra yang terhormat ini bahkan masa
lalunya jauh lebih parah dari putra-putranya. Dan syukurlah pria itu cepat
bertemu dengan sang belahan hati. Nyonya Chintya Maheswara yang begitu cantik
dan baik.
Merah pada wajah
Indi tak terbendung lagi. Ya Tuhan! dia malu sekali. Indi langsung menarik
geraian rambutnya kedepan dengan terburu-buru.
"Ka...kalau
begitu saya permisi dulu, Pak Mahendra, Pak Reza." seru Indi gugup.
Dan Sang Raja
hanya bisa mendengus saat melihat putra mahkotanya melemparkan ciuman jauh pada
si gadis Kepala Bagian Keuangannya.
Indi tak bisa
menghilangkan senyumannya saat berada diluar. Jujur dia sangat malu, tapi kalau
ditelaah lebih dalam, tidak ada rasa ketidaksukaan Pak Mahendra padanya. Bahkan
rasa bahagia itu membuat ejekan Sisca padanya terdengar bagai lantunan nada
yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar