Jumat, 17 Oktober 2025

15_Love



'Oh, Brengsek! siapa yang menyalakan alarm'

Valdie yang memang sudah bangun memaki alarm yang dia setel sendiri diponsel. Dengan kesal dibukanya mata dan langsung duduk. Detik berikut mulut kotornya mengumpat lagi saat rasa pusing menyerang karena bangun tiba-tiba.

Valdie memijat pangkal hidungnya berharap tindakannya mampu menghilangkan rasa pusing.

"Hei..~!"

Suara manja disertai belaian mesra pada punggung telanjangnya membuat Valdie berhenti memijat. Pria itu menghela napas malas saat tangan mungil itu semakin berani memeluknya dari belakang dan mulai membelai perut ratanya.

'Ternyata Jalang ini belum pergi.'

Valdie menepis tangan wanita itu dan beranjak berdiri. Pria itu kembali memakai celananya yang tertumpuk dengan baju lain disamping ranjang, tanpa rasa malu memperlihatkan tubuh telanjangnya.

Mata wanita itu mengikuti gerakan Valdie yang mengambil beberapa helai uang dari dalam dompet. Tanpa sadar wanita itu menggigit bibirnya menahan rasa sakit. Setelah keperawanannya lenyap apakah sekarang dia diperlakukan bagai pelacur. Dimana pria romantis dan lembut tadi malam. Apa pria itu sejak awal memang hanya ingin tubuhnya. Dan isakan itu lolos saat Valdie melempar lembaran uang yang tidak sedikit keatas tempat tidur. Dekat dengan wanita itu.

"Pergilah. Itu buatmu." ucap Valdie datar.

Dengan gemetar wanita itu memungut uang yang dilemparkan Valdie. Sadar jika dirinya hanya menjadi teman satu malam dari pria yang sudah menghilang dibalik pintu kamar mandi. Berharap jika hidupnya yang hanya sebagai pelayan restoran hotel kecil bisa mendapat cinta dari pria kaya dan tampan. Bagai cerita-cerita di novel. Dan wanita yang sadar diri itupun pergi sebelum Valdie selesai dari mandinya.

.

.

"Bunda...Adek gak mau pakai itu!" telunjuk mungil itu menunjuk ikan goreng yang menjadi lauk makannya.

Hana menatap Yuri dengan pandangan kesal bercampur gemas. Sudah tiga kali puteri cantiknya ini mengganti lauk makannya. Setelah nugget dilempar kekucing dan telur dadar hanya dimakan seujung kuku dan sekarang ikan goreng yang dia minta pun kembali ditolak.

Hana menarik napas dalam-dalam, berusaha agar terus sabar dan tersenyum manis. Ini cobaan.

"Dek, sayang...tadi kan adek Yuri yang minta Bunda gorengin ikan lele, kok sekarang bilang gak mau.."

Yuri bungkam. Melihat pipi gembul itu semakin membulat mau tak mau Hana tersenyum dan memeluk puteri kesayangannya. Syukurlah Yuri tidak menolak.

"Masih belum mau makan?" Bibi Yi yang baru datang, duduk disebelah Yuri yang masih dalam pelukan Hana.

Hana mengangguk dengan wajah minta pertolongan.

Bibi Yi membelai rambut Yuri, "Dek..Bunda kemarin pulang malam karena menolong orang yang kelaparan, kasihan dia. Kalau nanti mati gimana?"

Bukan hanya Yuri yang kaget tapi Hana juga. Siapa yang kelaparan? pakai mati segala.

"Eh! Siapa yang lapal, Oma?!" tanya Yuri.

Bibi Yi tersenyum geli saat melihat wajah bingung ibu dan anak itu. Mirip.

"Seseorang yang akan mati jika tidak segera memakan kue kacang terenak buatan Bunda Hana. Kemarin dia terlambat datang jadi Bunda Hana harus menunggunya, kalau tidak dia bisa mati kelaparan. Kasihan kan?"

Dengan wajah sedih Yuri mengangguk dan berbalik menatap Hana. Dengan erat dipeluknya Hana. "Bunda, maapin Adek ya. Adek mau makan."

Gemasnya. Hana membalas pelukan mungil itu tak kalah erat. "Iya, sayang. Gak apa-apa kok. Bunda juga salah kelamaan pulang tadi malam." Hana menciumi kepala Yuri yang aroma belum mandinya memang begitu nikmat.

"Tapi pakai nugget."

Dan Bibi Yi tertawa sedang Hana menghela napas untuk kesekian kali. Dengan lemas Hana kembali kedapur.

"Hana, Bibi bawa Yuri kedepan ya...makan disaung aja!"

"Iya, Bi." Hana menjawab setengah berteriak karena dia sudah didapur.

Bibi Yi menggandeng Yuri sambil bernyanyi cicak didinding. Keduanya lalu duduk disaung kecil didepan Panti yang memang sering digunakan untuk makan atau bersantai. Yuri menatap iri teman-temannya yang sedang bermain dan sesekali bocah-bocah nakal itu meledeknya. Lagian siapa suruh sarapannya lama.

"Taraaaa! Ini nuggetnyaaaa...."

Hana datang bersamaan dengan suara deru mobil yang memasuki halaman Panti. Sambil mendekat dan duduk disebelah Yuri. Matanya masih belum lepas dari mobil yang sekarang sudah terparkir rapi. Menebak siapa yang datang.

"Siapa, Bi?" tanya Hana.

"Bibi malah mau nanya kamu."

"Hmm." ini Yuri.

Pintu mobil terbuka, dan menampakkan seorang pria sempurna yang keluar dengan gerakan pelan membuka kacamata. Valdie kali ini hanya memakai kaos santai berwarna hitam. Dengan senyum merekah pria itu berjalan mendekat kearah Hana dan yang lain.

Sedangkan Hana, begitu sadar jika yang datang adalah orang kelaparan kue kacang kembali memutar kepalanya menghadap Yuri. Malas meladeni.

"Yuk, dek...makan." Hana mulai menyuapi Yuri.

"Om!" sedang Yuri malah turun dari saung dan berlari kepelukan Valdie. Hana memejamkan mata, mengucap kata sabar berkali-kali.

"Hai, cantik. Kangen sama Om ya?" canda Valdie saat Yuri sudah berada digendongannya. Hana hampir muntah.

"Hai, Bibi Yi." sapa Valdie dan mencium tangan Bibi Yi sopan. Seketika nilainya bertambah dimata Bibi Yi.

"Eh, Nak Valdie...masih disini? Bibi kirain sudah pulang."

"Kangen sama anak-anak, Bi...sama mamanya anak-anak juga..."

"...kan Hana dan Bibi Yi udah seperti mamanya anak-anak disini." lanjut Valdie saat menerima pelototan mata Hana.

"Dek, udah sini. Makan." Suara tegas Hana membuat Yuri agak takut. Buru-buru bocah lucu itu mendekat ke Hana dan menempelkan dirinya ke Hana. Mengeluarkan jurus maut agar Bundanya tidak jadi marah.

Valdie yang salah tingkah membentangkan tangannya dan menarik-narik kebelakang seperti orang yang sedang pemanasan. Dan kemudian sadar jika tingkahnya seperti orang bodoh.

Bibi Yi yang merasa suasana aneh berusaha memulai obrolan. Sepertinya keduanya ada masalah mengingat tadi malam Hana pulang dan membanting pintu kamar.

"Nak Valdie mau ketemu nenek Dana? Beliau ada didalam." tawar Bibi Yi ramah.

"Enggak, Bi. Disini aja. Saya memang mau ketemu Yuri lagi. Ngangenin banget." jawab Valdie tulus. Mengabaikan wajah Hana yang semakin kecut.

Melihat Yuri yang mengunyah nasi dengan malas membuat Valdie iba. Jurus maut Yuri ternyata gagal pagi ini. Kekesalan Hana sudah sampai puncak.

"Yuri mau Om suapin?"

"Mau!" jawab Yuri cepat menghentikan tangan Hana yang mau menyuapinya lagi.

"Dek." tegur Hana.

Yuri yang takut Hana marah malah tanpa sadar membakar kepala Bundanya saat gadis mungil itu berjalan kearah Valdie dan memeluk kaki pria itu.

"Dek, gak boleh gitu. Udah makan sama Bunda aja, yah" Bibi Yi yang melihat Hana terdiam berusaha membujuk. Sedang Yuri malah menyembunyikan wajahnya kekaki Valdie.

"Gak apa-apa, Bi. Saya aja yang suapin.." Valdie tersenyum dan mengusap kepala Yuri. Dan perkataan Valdie selanjutnya,

"Mungkin Yuri pengen punya Papa."

Membuat Hana melempar piring plastik berisi nasi dan nugget tepat kearah wajah pria mesum itu.

.

.

Kaosnya kini berganti warna navy. Valdie masih terkekeh dan sesekali tertawa mengingat kejadian sejam yang lalu. Hana melemparnya dengan piring berisi nasi. Dan akhirnya Yuri gagal sarapan untuk keempat kalinya. Wajahnya bahkan sudah dipenuhi nasi dan bisa-bisanya dia tidak sadar dan malah terpesona pada muka merah Hana. Dengan lantang wanita itu meneriaki dan mengusirnya pergi. Sepertinya kekesalan wanita itu sudah melewati batas.

"Hahaha..." Valdie tertawa lagi.

"Bahkan aku harus mandi lagi karena nasimu, Hana."

Pria itu mengusap bibirnya sambil menatap jalan dari balik kemudi. Tangan kirinya dengan lincah menyetir walau dalam kecepatan yang sangat tinggi.

"Bahkan rasa bibirmu masih tertinggal disini..." ucap Valdie lirih.

Lamunannya tersentak saat ponselnya berbunyi, dan matanya membola melihat nama yang ada dilayar. 

"Aryo."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Unggulan

01_Janda Labil

Cup… “Aku duluan yah…” “Iyah…hati-hati. Jangan ngebut! Love you! ” Yuri melambaikan tangannya dan mengirim satu ciuman jauh sebagai ...